Wednesday, November 30, 2005

Sebuah Episode


25 November 2005
Melangkah masuk.
“Hanya dua kertas kok, Pak”
“Kalau boleh tahu, apa alasannya?”
”Kan sudah ditulis disana, Pak”
”Goal utamanya apa?”
”Personal dan Professional”
”Kenapa?”
”Saya pikir Bapak sudah mengerti. Toh, saya sudah beritahu saat penilaian. Dan ketika kesempatan ini datang, mengapa tidak?”
”Kalau boleh tahu, kemana?”
”Nggak pentinglah, Pak”
What can I do to change your mind?”
Nothing, Pak”
Is it your final decision?”
“Yup, Pak”
“Oke”
Melangkah keluar.

Menjelang malam
“Mereka berpikir kamu keluar karena uang”
“O,ya? Lalu?”
“Saya bilang ada hal lain beside money
“Lalu?”
“Saya ditanya apa?”
Ask her by yourself
Thanks

26 November 2005
“Saya diminta datang ke tempat Mas”
“Lalu?”
“Dia meminta saya menerima offer dari bos. Gimana,ya?”
“Kalau boleh tahu, berapa offernya?”
“Nggak sebesar yang disana. Tapi bukan itu sebenarnya, saya dioffer berapapun gak bakal berubah. I am trying to be professional.”
”Iyalah... pantang mundur ya...”
”Kalau saya ambil, kok saya greedy amat ya... dan lagipula bukan karena money, saya bertekad bulat pindah.”
”Oooo”
”Saya diminta pikirkan over the weekend ini. Padahal sih..”
“hehehe…nggak berubah,kan?”
“Yo’i…”

28 November 2005
Senin sore.
“Saya dapat SMS ini dari Mas. Jawab apa ya?”
“Tulis aja, Masa’ sih?...”
“Nggak,ah”
”Oke, biar saya yang tulis jawabannya. Keputusan saya sudah bulat, thanks for everything. Menurutmu gimana?”
“Bolehlah”

Beberapa menit kemudian.
“Jawabannya nih…”
”Hihihi, bisa juga dia nulis lagu ya...”
So?”
”Bilang aja, cukup kasih saya bunga”
”Jangan,ah”
”Atau minta traktir karena selama ini kamu sudah mensupport team dia”
”Boleh juga”

5 Desember 2005
Hari pertama.
Tergesa-gesa. Maklum selain karena lingkungan baru dan jaraknya lebih jauh.
”Halo, selamat datang”
”Terima kasih”
”Tadi Pak Fredly nelpon saya, agar kamu ketemu Mbak Maria dulu”
”Untuk?”
”Ambil surat pengantar medical check up
“Oke”
“Eittss..Jangan sekarang. Nanti aja jam 3 sore, sekalian pulang. Sekarang saya mau jelaskan job description kamu dan struktur organisasi disini”

Jam tiga sore.
”Mau ketemu siapa Mbak?”
“Maria”
“Dia masih di restroom. Please take a sit
“Thanks”

Sibuk membaca majalah.
Percakapan lain.
“Mau ketemu siapa, Pak?”
”Pak Fredly”
”Sebentar ya.”

”Hei, kamu disini, Pi?”
”Hah? Bapak???”
”Iya. Mau ketemu Pak Fredly”
”Hmmm... oke,deh”

”Pak, silahkan masuk”
”Sampai nanti ya, Pi”
Good luck, ya, Pak”

Pertemuan dengan Maria hanya sesaat. Mengambil surat pengantar, siap untuk balik ke tempat kos. Mampir ke restroom dulu.

Keluar dari restroom.

Gubrakkk!!... Tabrakan tak sengaja dengan orang lain.
”Uppss, sorry....”
Menengadahkan kepala.
”Loh, mas??”
”Iya..hehehe. What can we expect there?”
Pias. Tak lama, GUBRAKKK!!!


PS: kalo epilog kejadiannya kayak begini, gimana,ya?
"Sukses buat kalian ya"

Friday, November 25, 2005

Mimpi

Dapat dipastikan setiap orang pasti pernah bermimpi, entah mimpi yang terjadi ketika tidur, atau mimpi yang intinya berkhayal. Mimpi yang terjadi ketika tidurpun bermacam-macam bentuknya, dari yang tidak berwarna seperti mimpinya temanku, mimpi yang berurutan jalan ceritanya seperti sinetron-sinetron di televisi, mimpi yang alur ceritanya tidak jelas, ataupun mimpi yang berwarna, bercerita singkat dan ternyata dejavu. Nah, yang terakhir ini jenis mimpiku sepertinya.
Aku sering mengalami dejavu atau perwujudan dari mimpi. Contohnya, waktu lebaran kemarin, aku tiba-tiba bermimpi tentang teman kantorku, dimana dalam mimpi itu, kami berkumpul di kantor, dan dia menceritakan tentang nego gajinya di kantor baru. Singkat cerita, tak beberapa lama, dia menanda-tangani kontrak barunya.
"Mungkin kamu memikirkan kali', Mel. Sampai kebawa ke mimpi."
"Bagaimana aku memikirkan...wong lebaran, ngapain mikirin kalian," ujarku.
Itu salah satu contoh mimpi yang aku alami. Umumnya, kalau untuk teman-teman sekantorku, aku bermimpi mereka keterima di company mana, dan umumnya kenyataannya selalu benar, dan bagiku, ini hanya semacam kebetulan. Tidak lebih.
Mimpi-mimpiku tidak selamanya serius, beberapa mimpi malah hanya masalah-masalah sepele, yang pada akhirnya kebetulan yang sama hanya terletak pada baju yang dikenakan oleh temanku yang muncul di mimpi.
Aneh dan lucu sebenarnya, sampai seorang temanku minta dimimpikan agar muncul di mimpiku dalam kondisi mendapatkan company baru. Aku tertawa mendengarnya, wong, buat aku sendiri saja, aku belum pernah bermimpi.
Tapi bukan semua mimpiku pernah disetujui oleh temanku, ada juga yang tidak, yaitu waktu aku bermimpi salah satu temanku married dengan Titi DJ. Dengan setengah tergelak, dia berkomentar, "Adduh, Mel... mbo' ya kalau mimpiin aku tuh, aku married sama Titi Kamal gitu. Aku pasti senang." Aku terkikik mendengarnya, ih..siapa yang bisa mengatur mimpi...
Aku hanya bisa mengatur mimpi, kalau itu mimpi khayalanku. Mimpi khayalanku baru-baru ini benar-benar sangat muluk, yaitu mendapatkan uang 5 milyar. Khayalan itu datang sepanjang perjalanan ke kantor ketika aku dan suami hanya diam mendengarkan wejangan karir dari Om Alex di radio. Hmmm... pasti tahu dong, kalau itu terjadi..... apalagi kalau tidak usah bekerja, indah bukan??...

Tuesday, November 22, 2005

Antara keinginan dan pilihan...

“Mel, aku jadi,” begitu kalimat Mimin, temanku, sore itu lewat telpon.
“Maksudnya kamu sudah deal?” tanyaku memastikan.
”Iya.”
”Yah..ampun... aku sendirian dong... benar-benar petir (penghuni terakhir-red) TC dong...”
”Yah, nggaklah, Mel. Kamu melahirkan dulu, baru mulai berburu lagi,” ujarnya setengah menghibur. Padahal jelas-jelas aku benar-benar ’petir’ di training center, departemen di perusahaan tempat aku bekerja, tempat kami dulu berkumpul, belajar dan mengajar. Seiring waktu berlalu, aku pindah ke departemen lain, dan Mimin tetap bertahan di training center, menjadi trainer yang baik dan menyenangkan.
”Tapi sebenarnya, kamu pernah gak mencoba ’apply’ ke 2 competitor kita?” tanyanya.
”Gak pernah.”
”Ih, gimana mereka tahu kalau kamu masuk kriteria mereka apa nggak, kalau kamu sendiri gak pernah apply.”
”Aku gak pede, Min,” jawabku singkat. Asal dia tahu, sesungguhnya hanya dua perusahaan itulah yang belum pernah aku apply. Entah karena sudah abis tenggat waktunya, atau rasa malas, ataupun rasa bingung.
”Ih, kamu dari grup yang gampang buat nyari kerja...kok malah gak pede,” ujarnya.
Aku hanya tertawa menanggapi ucapannya.
Satu persatu cerita tentang pengembaraanku memenuhi benakku, kadang aku sendiri suka tertawa sendiri mengingat pengembaraanku yang belum mencapai tujuan, atau kadang aku pesimis sendiri dengan segala upaya yang pernah aku lakukan.
Itulah rahasia sesungguhnya. Sebesar-besarnya keinginanku menjadi lebih baik di ladang lain belum juga terpenuhi.
Tak heran, bila beberapa saat kemudian, satu persatu kawan baikku, dari kawan yang aku yakin sekali dengan ide atau jalan pikirannya, sampai kawan baru, yang cuma sesaat jadi tempat berbagi tugas, menuju ladang baru mereka, meninggalkanku untuk menggarap ladang lama, membuatku makin terpacu. Sampai-sampai, ketika salah satu kawanku menanyakan mengapa aku masih bertahan, aku sempat mengeluarkan kalimat bijak yang aku dengar dari Kultum sehari sebelumnya. ”Itulah yang namanya rezeki, Zan. Gak ada yang bisa memaksakan.”
Tuhan memang berhak memilih sebuah jalan untuk kita. Bayangkan saja, beberapa waktu yang lalu, ketika seorang teman mendapat ladang baru yang bergengsi, aku sempat di beri triknya, sholat Tahajjud, banyak zikir. Aku dan temanku ber’oo panjang tanda setuju. Sesungguhnya, akupun pernah melakukan itu ketika hati dan kegiatanku tidak sejalan, tapi apa yang Tuhan berikan? Aku tiba-tiba mendapat orderan pertama atau jalan untuk bisnisku yang mulai kurintis. Aha, mungkin itu memang jalan terbaik dariNya. Aku tak diijinkan ke ladang lain, tapi menggarap ladang sendiri.
Tetap keinginan untuk ke ladang lain kuat tertanam di diriku. Aku mulai mengembara...mencari ladang yang kosong...dan keinginan itu semakin kuat, bila ada diantara kawanku yang mendapatkan lebih cepat dariku. Adakah?...
Dan kali ini aku berharap keinginanku menjadi pilihan terbaik dariNya untukku.....Semoga....