Monday, August 06, 2007

Akan tiba saatnya kita...

Kemarin sore, tepatnya Minggu sore, jumpalitan kembali. Maklum, sore ini lumayan sibuk, lepas mengantar Helmy yang tiba-tiba badannya panas ke dokter, aku harus siap lagi untuk ke pesta nikahan guru TKnya Helmy. Nowo melesat ke kamar mandi duluan. Aku cuma meringis merasa keduluan. Terpaksalah, aku sholat Ashar dulu, sambil terus menjawab pertanyaan Helmy yang lumayan banyak.
"Bunda, Mas Mi ikut,ya," ujarnya.
"Boleh, mandi gih.."
Helmy pun melesat ke kamar mandi depan. Aku kembali meringis, sialan kali ini aku keduluan lagi. Nowo sempat heran melihat Helmy mau ikut, padahal di dalam hatiku, aku bersyukur Helmy ikut, karena aku nggak yakin gurunya akan mengenalku tanpa Helmy.

Singkat cerita.
Setelah berpakaian, aku mengambil make up case aku. Make up case ku ini bentuk fisiknya adalah, kotak plastik kecil merk lionstar yang ada pegangannya, dan seingatku harganya hanya 10 ribu rupiah.
Tiba-tiba saja aku tersenyum sendiri menggapai kotak itu. Aku ingat sekali, dulu sebelum aku memiliki anak dan sampai Helmy kecil masih tak berdaya, aku memiliki meja rias. Seperti pada umumnya, meja rias itu dihiasi berbagai macam make up ku, dari parfum, bedak, eyeshadow, blush on, dan teman-temannya. Ketika Helmy mulai berdiri, satu persatu 'perabotan lenong'ku ini dilempar-lempar dengan enaknya, jadilah pecah berantakan. Sempat gemas, sih, tapi yah sudahlah... Ketika aku menemukan kotak plastik ini, timbul ide untuk menempatkan 'perabotan-perabotan'ku. Kotak itu aku simpan di lemari pakaian, dan meja rias aku singkirkan dari kamarku.
Kadang ada kerinduan untuk memilik kamar yang teratur dengan meja rias yang diatasnya 'perabotan'ku terletak rapi dan teratur, sehingga kesalahan mengambil kuas, mencari rautan pensil alis bisa di minimalkan.
Melihat kotak itu sore ini tiba-tiba menginspirasikan aku tentang perjalanan hidup orang. Kotak itu bisa aku bilang wujud pengertianku pada anakku, tentang hal yang harus aku selamatkan tanpa menyakiti anakku dengan larangan atau omelan. Sepele sih memang, tapi begitulah yang kerap dilakukan orang tua. Demi menghindari anak luka, orang tua kerap menemani setiap langkah balitanya, demi membuat anak mandiri untuk bisa makan sendiri, orang tua kerap rela lantai rumah yang baru dipel kotor dan lengket kembali. Tapi, pernahkah kita merasakan mudah juga ketika orang tua kita menjelang usia senjanya mulai bawel meminta perhatian ini-itu disela-sela kesibukan kita? Pernahkah kita merasa tak jenuh mendengarkan keluhan mereka yang sebenarnya sangat tidak penting? Jarang sekali itu yang aku rasakan... Mengapa kita dengan mudah mengerti anak kita, tapi susah mengerti orang tua kita? Kalau jawabannya kadar cinta, benar sekali. Aku sih berpikir, kita sering memandang orang tua kita lebih berpengalaman masalah hidup, maka ketika tiba saatnya kita diminta mengerti mereka, sugesti yang tertanam itu susah dihilangkan, benar,gak? Beda dengan pandangan ke anak-anak, kita selalu merasa mereka tidak tahu apa-apa, sehingga rasa memaklumi akan sangat mudah terealisasikan...
Kembali ke kotak plastik lagi, aku seperti melihat bahwa suatu saat nanti, ada saatnya aku akan dimengerti anak-anakku, tepatnya aku butuh pengertian mereka. Cara mereka agar mereka tak repot, tapi aku tak merasa sakit hati. Cara mereka agar kita tetap merasa dihargai. Akan tiba saat itu... dan semua menjadi salah satu inspirasi untuk mengingatkanku...