Monday, December 08, 2008

Islam is About Heart


Bulan lalu, ketika divisiku mengadakan workshop di Bali, salah satu pembawa materinya adalah perempuan dari Jepang, Sumire. Entah kenapa, setelah kami bertemu beberapa kali, kami cukup akrab berbincang apa saja, dari gosip fashion, body cewek-cewek dunia, period, sampai kami saling tahu bahwa kami berdua adalah tipe yang sama sekali tidak bisa enjoy di dunia ajojing (halah..bahasa dulu banget ya), klub yang isinya musik hingar bingar. Sumire ini lebih suka nonton, atau membaca buku. Klop,kan?...
Entah kenapa, pada malam kedua kami di Bali, kami terjebak di satu klub di Bali, yang memang sudah kedua kalinya, aku datangi. Kamasutra. Heran, ya, ngaku nggak suka dunia gemerlap, tapi bisa dua kali ke klub ini. Pertama kali, aku mendatangi tempat ini, ketika ada employee gathering di Bali, dimana sesudah makan malam di Bali, kami dibawa ke kamasutra, dan di sana kami (tepatnya para lelaki) dientertain. Sepanjang di kamasutra, aku malah sibuk sms-an dengan suami, dan ketika telinga mulai berasa budek, aku memilih berjalan-jalan di kuta, dan menikmati malam di starbucks. Kedua kalinya, yah saat ini, kembali aku sibuk bermain game di handphoneku. Sampai pada saat Sumire bertanya pada Nana,"Apakah kamu muslim?" Nana mengangguk.
"Mengapa kamu merokok padahal kamu tidak minum alkohol?"
Aku langsung mendelik tertarik dengan pertanyaannya. Dengan suara yang agak keras, untuk menyaingi suara musik yang hingar-bingar, Nana menjelaskan bahwa alkohol dilarang, tapi merokok tidak. Bagi Sumire, aneh saja orang merokok tapi tidak minum alkohol. Nana menjelaskan mengapa minum alkohol dilarang, yang aku yakin sekali, orang-orang Islam khatam tentang larangan ini, dan mengapa dilarang. Alkohol sering membuat orang lepas kontrol, lepas kontrol akan hati, jiwa. Karena Islam menyangkut tentang hati, bagaimana supaya kita tetap bisa mengontrol hati dan tidak merugikan orang lain.
Obrolanpun merambat ke arah Jilbab, Jabat tangan sampai daging babi.
"Yup, I don't eat pork either," kata Sumire. "Means.." sambungnya setengah tersenyum.
Kami hanya tertawa. Kembali lagi penjelasan tentang babi, mengapa menurut Islam haram. Sepanjang hanya pengetahuanku sajalah penjelasannya.
Kemudian ke Jilbab....
Sumire sering bingung dengan beberapa orang yang memakai jilbab hingga hanya matanya yang terlihat, sedangkan aku memakai jilbab, yang menurut dia wajar. Aku tertawa dan meringis dalam hati, karena merasa sekali jilbabku bukan jilbab sesuai syariah. Sekali lagi, aku bercerita panjang awalnya jilbab ada. Bagaimana para muslimah menurunkan jilbabnya sampai ke dada, dan mengapa ada beberapa orang yang dia temui dengan tubuh yang benar-benar tertutup kecuali matanya. "Wanita menurut Islam adalah istimewa. Semua berawal dari melindungi wanita. Dulu, ketika Islam pertama kali diajarkan adalah di negara Arab, dimana intention pria melihat wanita bisa membahayakan wanita itu, contohnya melihat tangan yang tersibak, kaki yang tersibak, karena itulah Islam menganjurkan wanita untuk menutup auratnya, hingga bisa ditemui hanya matanya saja yang terlihat. Kembali lagi, masalah hati, Islam mengajarkan agar kita menjaga hati orang lain juga." Sumire mengangguk-angguk dengan pandangan takjub dan kata-kata really yang terus keluar. "Begitupun dengan jabat tangan, yang ditakutkan adalah menyentuh kulit seorang wanita bisa menimbulkan maksud dari lawannya. Sejauh mana kita mengontrol diri itulah yang Islam tanamkan di diri kita."
Obrolan terpotong, ketika teman lain ikut nimbrung di pembicaraan kami. Kamipun mulai merasa lelah dengan suasana hingar-bingar. Tak lama, kami pamit berdua untuk balik ke hotel.
Sebenarnya dari pembicaraan singkat yang bermakna buatku, ada semacam pelajaran tentang Islam yang sangat mendasar. Bagaimana Islam mengajarkan tentang memelihara hati kita dan sekelilingnya.. Dan bagaimana sebenarnya Islam sangat mudah untuk diterapkan. Kalau kata temanku, Novi, "Islam itu mudah, mbak. Kalau ada ajaran yang sulit, balik lagi ke kalimat itu, pasti itu bukan Islam. Contohnya, tahlilan orang yang meninggal, kan sulit bagi keluarga korban untuk menjamu tamu, maka sebenarnya itu bukan ajaran Islam, tapi budaya kita."
Yup, that's about Islam....

PS: coretan kecil yang tidak mendalam....

Friday, November 28, 2008

Romantika Pernikahan


"Say, tadi aku gak sengaja dengar percakapan Bos dengan Istrinya. Kebetulan kan kita sebelahan. Kayaknya lagi berantem deh. Aku sih nangkapnya, Istrinya kayaknya ngecek dia dimana. Soalnya si Bos sempat bilang, tadi lagi di toilet, trus nggak lama, Bos jawab, aku di ruanganku kok, lagi kerja. Mungkin aja Istrinya nanya kali si Bos dimana dan lagi ngapain."
"Ooo.. wajarlah... Di rumah kan bosen juga, apalagi kedua anaknya udah nggak disini," sahutku.
"Setelah itu, mungkin Bos cerita ama temanku. Abis makan siang, Bos sempat ngobrol ama Mas, dia bilang, ada yang harus diubah dari dia. Cerita si Bos sih, dia pulang kerja, langsung makan, terus main komputer, sampai waktu tidur. Mungkin karena itu kali istrinya agak bertanya-tanya, padahal Bos seharian di kantor, dan aku tahu banget Bos tuh orang yang gak macam-macam."
"Hmm.. pantesan... Bete jugalah kalo gak punya teman ngobrol"
"Trus, lanjut deh, mereka bilang kok bisa sih Om Bosek (panggilan Nowo, waktu dia menggundulkan kepalanya, dari aku. Sebenarnya sih, aku nyebutnya Botse, Botak Seksi. Tapi nyampe ke teman-temannya Bosek-red)tetap manggil istrinya Say, gandeng di mana aja, masih suka nonton berdua, jalan berdua... Terus mereka bilang, susah banget untuk begitu. Aku bilang kalau cewek itu suka banget disayang (di kalimat ini, aku melirik dia dan berhuiiii panjang)dan dimanja. Panggil kamu Say, gandeng kamu kemana-mana udah jadi kebiasaan aja buat aku. Mungkin karena beda generasi kali ya, say.."
"Nggak juga sih, Mas. Temanku cerita, Ibu Bapaknya sampai sekarang masih bersay-say, kemana-mana berdua dan masih gandengan,kok."
"Iya ya... Mereka sempat bilang pertahankan tuh, Wo... Teman-temanku kadang suka iri pengen bisa berlaku demikian..."
"Ye... Itukan karena akunya juga ekspresif, Mas," potongku, yang intinya juga mau muji diri sendiri. Kan apa yang terjadi pada kami adalah apa yang kami lakukan bersama-sama. Aku jadi ingat dulu temanku sering banget bilang aku dangdut, kalau tiba-tiba aku menuliskan satu kalimat romantis pendek atau sekedar 'I love U' via sms ke Nowo.
"Iya.. Kamu emang tipe yang begitu, kalau mau dipeluk, bilang, kalau minta dicium, bilang. Jadinya, aku tahu apa yang lagi kamu inginkan. Intinya sih, yang penting komunikasi, ya, say... Komunikasi yang sebenarnya," sambungnya dengan tersenyum singkat dan meraih tanganku untuk dikecupnya.
Aku memandangnya sekali lagi, dan berjanji semampuku akan menjaga apa yang sudah kami jalin. Karena pernikahan adalah PR panjang, yang lengkap dengan soal-soal yang sulit maupun yang mudah...:)

Note: Judul diatas picisan banget ya....

Wednesday, October 29, 2008

Sisi Lain dari Helmy


Diantara keluhanku tentang Helmy, yang mulai keras kepala, yang mulai mau menunjukkan ke'power'annya, yang mulai jahil dengan adiknya (mungkin membalas perlakuan adiknya yang minta ampun jahilnya..) dan yang mulai bisa memasak lauk sendiri, ketika perutnya lapar dan semua orang dewasa di rumah sedang tidur siang,Helmy punya sisi yang membuatku haru, bukan aku aja sih, Ibuku saja sampai menitikkan airmata ketika aku bercerita ke Beliau...

Waktu libur Idul Fitri, ketika kami berempat ke Bank Niaga, menabungkan uang angpawnya. Memang sengaja aku ajak Helmy, agar dia belajar cara menabung di bank.
Usai menabung, sambil memegang buku tabungannya..
"Bunda, Mas My gak mau pakai buku ini."
"Maksudnya?"
"Mas My gak mau pakai tabungan ini. Mas My akan simpan terus, sampai Bunda tua. Kalau Bunda butuh uang, Bunda boleh pakai tabungan ini, ya," jawabnya dengan mata polosnya yang luar biasa indahnya.
"Bunda terharu, Mas.." sahutku singkat. "I love you, Mas." Aku mencium dahinya. Helmy hanya nyengir-nyengir saja.

Lalu, ketika Nowo menceritakan tentang teman kerjanya yang hijrah ke London untuk bekerja. Helmy banyak melontarkan pertanyaan. Sampai... ketika kami sedang beristirahat di rest area sepulang dari Pengalengan, dia berkata,
"Bunda, nanti kalau mas My udah besar, Mas My gak mau kerja jauh-jauh, ah. Mas My pengen jaga Bunda. Kalau Bunda butuh apa-apa, tinggal telepon Mas My, ya?" sahutnya tiba-tiba.
"Butuh apa, Mas?" ledekku
"Butuh diantar kemana, butuh apa aja deh, Bunda."
"Mas baik banget, sih... Nggak papa,kok, Mas, kalo Mas My mau ikutin om Andri kerja di luar. Kan Bunda ada ayah," ujarku
"Nggak,ah. Ayah kan juga udah tua."
"Kalau Mas My kerja jauh, Bunda kan bisa diajak kesana," ujarku lagi.
"Pokoknya Mas My mau jagain Bunda," katanya sambil nyengir-nyengir khasnya. Kembali lagi, aku memeluk dan mencium dahinya.

Waktu Bulan Ramadhan kemaren.
"Bunda cantik, deh. Kenapa ya Bunda belum beruban, sedang ayah udah?"
Nowo langsung menjawab.
"Allah menciptakan Bunda agar tetap cantik untuk Mas Helmy. Allah menciptakan Bunda agar tetap cantik untuk Dik Dafi. Allah menciptakan Bunda agar tetap cantik untuk ayah juga."
Aihhh... Manis sekali jawaban Nowo. Helmy mengangguk-angguk setuju, dan aku jadi merasa wanita paling cantik di dunia ini.

Waktu baru-baru ini di rumah sakit, ketika Bapak sudah melewati masa ICCU-nya.
"Helmy waktu itu ngirim surat buat Eyang Kungnya."
"O,ya?" tanyaku heran, karena tidak tahu.
"Iya, dititipin Ibu. Pas Ibu nginap itu loh, nduk," jawab Ibuku.
"Isinya apa?"
"Isinya: Eyang Kung jangan merokok. Nanti cepat mati." Cerita Ibuku. Aku tertawa mendengarnya.

Lain waktu, ketika Ibuku operasi katarak. Aku yang sedang menunggu Ibu di rumahnya, mendengar Ibuku sedang berbicara lewat telepon dengan Helmy.
"Helmy pesan apa, bu?"
"Dia bilang, Eyang Ti hati-hati ya. Cepat Sembuh. Mas My doain operasinya lancar." Kaget mendengar bahasa dewasanya, padahal aku tidak pernah mengajarkan dia untuk menelpon dan memberikan support untuk Ibu. Aku hanya memberitahukan dia bahwa aku dan Nowo akan terlambat pulang, karena mau mengantar Ibuku operasi mata di rumah sakit.

Masih banyak lagi hal-hal amazing yang dia lakukan, membuatku sering terharu dan bingung belajar darimanakah anak sulungku ini?....:)

Monday, October 27, 2008

Minggu Kritis


Rabu. 22/10/08.

Setelah Fitness. Satu pesan singkat masuk.Dari Kiki, adik bungsuku.
Mbak, kaki dan perut Bapak bengkak lagi....
Aku kaget. Bayangan Bapak akan pulang dalam minggu ini lenyap.
"Apa karena jantungnya masih bengkak, ya, say?" Tanya Nowo. Pertanyaan yang aku tidak bisa jawab.
"Nanti sore aku ke rumah sakit, ya, Mas. Aku pulang sendiri saja," jawabku, mengingat suamiku akan lembur hingga dini hari nanti malam.
Sorenya, aku melesat ke rumah sakit....
Sempat ada pesan dari Ibu agar membawa jeruk, karena Bapak sedang ingin makan jeruk. Setelah itu, aku hanya menyaksikan Ibu dan Bapak begitu eratnya. Pemandangan yang sudah lama sekali tidak aku saksikan.
"Kamu temani Bapak echo, ya, nduk."
Aku dan Kiki mengantar Bapak ke ruang ICCU dan menunggu hasil Echo. Summary pemeriksaan : Selaput jantung Bapak masih ada airnya. Penyakit diabetes Bapak sudah menyerang jantung, paru-paru dan ginjal. Hanya secara keseluruhan fungsi organ tersebut membaik daripada pertama kali Bapak dirawat. Kemungkinan, hari Jumat Bapak bisa pulang. Lega rasanya.

Kamis. 23/10/08.

Jam 9-an, Telepon Ibu masuk,
"Nduk, Bapak sesak lagi."
"Terus?"
"Bapak sendirian. Rengga (sepupuku-red) sedang beristirahat di musholla."
"Sekarang gimana, Bu?"
"Masih."
Setelah itu telepon diputus. Suara Ibu serak. Aku membroadcast kondisi terbaru via sms ke semua saudara kandungku.
Tak lama, telepon dari Mbak Andri masuk.
"Mel, Ibu minta kita kumpul semua. Bapak kritis."
Setelah perundingan lewat telepon, akhirnya kami bertemu di kantorku dan lanjut ke rumah sakit. Di sana Kiki dan Erna, dua adikku, telah tiba. Sempat mampir ke Bakery rumah sakit buat membeli bacang ayam dan roti untuk makan siang Ibu. Kondisi Bapak payah. Nafasnya terengal-engal. Kasihan melihatnya. Tapi Bapak tersenyum melihat kita berlima. Kondisi Bapak berangsur-angsur segar. Kami masih terus di rumah sakit. Diputuskan oleh dokter, Bapak harus menggunakan alat lagi untuk obat jantungnya.
Jam 8 malam, kami pulang berenam.

Jumat. 24/10/08

Pagi tidak ada berita. Alhamdulillah, semua membaik.
Aku memutuskan fitness lagi pada sore harinya.
Sepulang fitness, Kiki menelepon. Mengabarkan hasil konsultasi untuk memohon bantuan doa dan apa yang harus kami lakukan untuk Bapak. Sepakat, Sabtu pagi kami akan berkumpul. Malam itu, Kiki dan Erna ke rumah sakit menyusul Ibu, karena kondisi Bapak kritis lagi.

Sabtu. 25/10/08.

Pagi haru, aku menyebutnya. Kami semua memohon maaf ke Bapak, dan ajaibnya Bapak memohon maaf kepada kami apa yang telah terjadi semuanya. Jadilah tangis berderai saat itu.
Hasil dari dokter, Lever Bapak sudah kena. Bukan itu saja, proteinnya juga bocor. Dokter memberikan saran obat, yang harga sebotolnya sekitar 1.2-1.6 jutaan. Kami ingin yang terbaik, kami setuju.
Hari itu, Bapak senang melihat kami berlima walau dengan nafas yang susah sekali. Ibupun tak ada raut lelah. Karena diantara kami, ada seorang pelawak, yaitu adikku Erna. Keluargapun bermunculan. Penuh dan riuh. Malam ini ditutup dengan mengaji bersama.

Minggu. 26/10/08.

Masih di rumah sakit. Bapak agak cerah. Obat sudah ditambah.
Aku dan yang lain tetap berusaha yang terbaik. Berdoa dan Berusaha. Allah tahu yang terbaik. Hanya satu pelajaran yang kami dapat, perselisihan hilang ditelan angin. Memaafkan menjadi ringan. Ikhlas. Ikhlas. Pasrah, yang artinya berdoa dan berusaha.

Thursday, October 09, 2008

Masih Ada Malaikat yang Terbangun


Selasa senja. Ibu menelpon memberitahukan Bapak sakit lagi dan kemungkinan harus masuk ruang ICU. Aku masih berkomentar, "kemungkinan,kan, bu? Mudah-mudahan aja nggak. Ntar kasih tau mel aja ya kalo masuk."
Tak lama, Kiki, adikku, menelpon.
"Mbak, Bapak harus masuk ICU. Paru-parunya kemungkinan sudah terendam air, dan tadi nafasnya sempat berhenti. Dokter bilang sudah parah, jadi ikhlasin aja."
Aku terdiam. Aku, kakak-kakakku dan adik-adikku tidak begitu dekat dengan Bapak. Dengan segala kekurangannya, dengan segala tingkahnya memperlakukan kami dan Ibu, membuat kami kesal dengannya. Ibu yang terus menerus mengajarkan kami berjiwa besar.
Nyatanya, saat itu, ketika aku bercerita dengan Nowo, suamiku, yang di sampingku, airmataku keluar. Kekurangan Bapak seakan tak menghapus kesedihanku.
"Ayo, kita ke rumah sakit," ujar Nowo langsung bergegas mengganti baju olahraganya segera.
Ibu sempat menelpon lagi, memberitahukan ruang ICU di Carolus penuh. Sekarang adik iparku, suaminya Erna, sedang mencoba menghubungi rumah sakit MH Thamrin.
---
Sepanjang jalan, Hpku selalu aktif.
Sesampainya di rumah sakit, aku melihat Erna dan Kiki sedang sibuk menelepon semua rumah sakit. Akupun kemudian tenggelam, mengingat, mengecek ke 108 dan menelpon semua rumah sakit yang kami tahu. Semua rumah sakit itu penuh ruang ICU nya. Ada yang kosong, tapi tak mau menerima Bapak, penderita penyakit gula yang parah. Di rumah sakit itu, penderita kayak Bapak harus dimasukkan ke ruang Isolasi, dan ruang isolasinya penuh. Mbak Andri dengan profesinya mencoba mencari jalur ke rumah skait-rumah sakit. Nyatanya, memang penuh. Semua saudara dariku ataupun Nowo yang berprofesi sebagai tenaga kesehatan kami coba hubungi. Tetap tak ada ruang yang tersedia.
"Apakah malam ini malaikat Izrail sedang banyak bergerilya, ya?" gumamku sekilas.
Terbayang Bapak di ruang UGD dengan selang-selang oksigen dan tidak boleh tertidur. Miris. Jamu tolak angin sempat menemani kami mengatasi angin malam di lobby carolus.
Sekitar jam 11 malam. Nowo membroadcast sms permohonan bantuan untuk orang-orang yang punya kenalan tenaga medis dimana saja untuk membantu ke teman-temannya. Satu persatu membalas. Nowo mencoba menghubungi nomor hp yang diberikan. Tidak diangkat. Iyalah, jam 11 lewat saat itu...
Sampai akhirnya, ada satu sms masuk yang memberikan 3 nomor seluler untuk dihubungi. Nowo menghubungi nomor itu. Malaikat yang belum pernah kami kenal sebelumnya mengangkat telepon, mungkin di tengah tidurnya, ada bisikan untuk menolong kami. Dengan sigap, dia mencoba cek keadaan rumah sakit tempat dia bertugas. Tak lama, berita baik kami terima. Ruang ICCU masih tersedia. Aku sempat memberitahukan Ibu tentang ini. Ibu yang saat itu di rumah karena penyakit vertigonya kumat, agak aneh mendapati rumah sakit yang jauh dari jangkauan kami, di bilangan mangga besar, bayangkan.... "Terserahlah, nduk, Ibu ikut aja." Dengan berbekal sebuah nama dari malaikat yang tak kami kenal, kami mengkoordinasikan semuanya. Dalam bilangan satu jam, kami menuju rumah sakit tersebut dan menyerahkan pada yang ahlinya. Malaikat itu tak hanya berhenti mereferensikan kami, tapi juga memantau keadaan Bapak pada siang harinya, dan mengirimkan pesan singkat tentang keadaan Bapak ke kami. Sampai sekarangpun, kami belum bertemu malaikat yang masih terbangun saat itu. Hanya rasa syukur dan terima kasih untuk pertolongannya yang kami tak lupa. Terima kasih untuk semuanya....Karena dialah, kami akhirnya bisa istirahat di rumah kembali pada pukul 3 pagi dan karena dialah, Bapak mendapatkan pertolongan yang tepat....

Wednesday, October 08, 2008

Idul Fitri


Ternyata...
Idul Fitri itu yang bertahun-tahun dirasakan masih indah.
Masih penuh syukur.
Masih penuh senyum.
Masih penuh doa yang berseliweran.

Allah nggak pernah tidur...
Allah memberikan semuanya menjadi indah.
Ibu tua yang tersungkur jatuh di kamar mandi dan tinggal bersama cucu-cucunya yang masih kecil di gubuk yang juga kecil
Didatangi malaikat tiba-tiba, memberikan semua hidangan yang ada di rumah...
Meninggalkan bahan pokok yang bisa dimasak sewaktu-waktu
dan menebarkan berita ke telinga semua yang bisa dijangkau

Seorang Ibu yang biasanya berkecamuk dengan urusan rumah tangga dan lima anaknya
yang juga ricuh dengan sensasi yang ada
dan bertanya-tanya apakah mungkin ada dana untuk menghadiahkan baju yang tidak seberapa harganya untuk anaknya berlebaran
ketiba rezeki dari Allah untuk bisa membeli baju, walau seharga paling mahal 25 ribu, tetap membuatnya tersenyum mengembang

Belum lagi, doa berkah yang bertebaran karena merasa dibantu untuk sesuatu yang tidak pernah diharapkan....

Doa syukur berkecamuk tiba-tiba mendapati anak-anak yang bisa tumbuh mandiri tanpa harus meminta ke orang lain
Membuat mata berkaca-kaca....

Perkenalan sekaligus silahturahmi yang terjadi dari anak yang selama ini tak pernah dilihat....

Ataupun hiasan tangan-tangan kecil yang meminta THR dari orang-orang yang mereka pikir memang pantas dipinta..
membuat tergelak...
membuat tersenyum....

Dia selalu menciptakan Idul Fitri selalu indah
membuat semua orang ingin membagi
bahkan ketika segerombolan ibu dan anak didepan mesjid menengadah
uang selembar yang seharusnya untuk melepas dahaga
diulurkannya dengan hati ikhlas...

Dibalik keajaiban sebulan penuh, ada keajaiban yang lain...
Semoga tahun depan kami masih bisa menikmati semuanya kembali
dengan hati yang lebih baik...
Amien.

Sunday, September 28, 2008

Ajaib

Kata orang, Ramadhan itu bulan berkah. Setuju banget... Amati deh sepanjang Ramadhan, kala perjalanan pulang kantor, di sepanjang jalan banyak ibu-ibu ataupun bapak-bapak yang berjualan menu berbuka puasa. Penghasilan musiman. Terus, amati juga deh, menjelang berbuka puasa, banyak orang yang berdiri di pinggir jalan membagi tajil atau makanan berbuka puasa. Kadang pembagian tajil itu sekalian promosi. Okelah idenya, berpromosi gratis dan berpahala. Terus terang, yang terakhir ini, aku dan suami sempat menikmati. Berkahnya lagi, jam kantor kebanyakan orang jadi pendek. Semua orang ingin ketika jam kantor berakhir langsung pulang, berbuka puasa dengan keluarga, yang artinya sering banget aku mengalami macet yang luar biasa.Akibatnya karena itu, musholla atau mesjid sepanjang jalan menjadi penuh dengan jamaah yang numpang berbuka puasa sekaligus sholat Maghrib berjamaah. Berkah lainnya, undangan buka puasa bersama bertebaran di kantorku, tapi yah itu, aku lebih prefer pulang dan berbuka bersama suami.
Selain berkah, buatku bulan Ramadhan itu ajaib. Nih, ajaibnya :

1. Kalau bulan Ramadhan datang, nggak sedikit orang yang merasa lebih menunduk hatinya. Yup, bulan ini tiba-tiba membuat kita menjadi mudah mendengarkan tausiyah, memperbaiki diri dan sholat sunnat dilakukan sebanyak-banyaknya. Padahal kalo hari biasa, aku paling jarang sholat sunnat, aku paling jarang malah tidak pernah naik ke lantai 52 buat mendengarkan tausiyah (padahal kalau bulan biasa, tausiyah hanya setiap hari kamis saja, beda dengan Ramadhan yang setiap saat ada kajian), merasa lebih peka, kalau hari biasa, aku suka banget nyalah-nyalahin orang kalau ada orang yang menceritakan kondisinya. Ajaibnya lagi, tiba-tiba beberapa hari setelah berpuasa, ada sms dari temanku yang menanyakan tentang zakat, infak ataupun sedekah, dan dia mendapatkan ilmunya dari radio. Padahal menurut dia, selama ini dia suka mempertanyakan tentang zakat, yang baginya masih terbentur dengan pajak dan berutang. Nice time to start, kan?

2. Waktu tausiyah terakhir bersama Ustadz Boby tentang power of shadaqoh, menjelang akhir tausiyahnya, beliau meminta kami mengumpulkan apa yang terbaik saat itu ke depan sebagai infak. Dan tahu berapa yang terkumpul? Dari jamaah perempuan, terkumpul 5 jutaan plus satu buah cincin emas. Jumlah jamaah perempuan saat itu menurut perkiraanku hanya sekitar 30-an orang (tidak mencapai 50 orang). Dari jamaah laki-laki, terkumpul 29 juta+10 USD+4 Real+1 voucher bensin premium seharga 50 ribu. Jumlah jamaah laki-laki paling sekitar 50-an orang menurut penglihatanku. Subhanallah.. Malaikat manakah yang ikut mengumpulkan infak saat itu? Secara dengan logika, untuk datang ke lantai 52, tidak mungkin kami membawa banyak uang, bukan?

3. Di bulan Ramadhan ini juga membuat kami, aku dan Nowo, sering berjamaah dan sering mampir ke musholla atau mesjid dalam perjalanan pulang untuk sholat Maghrib. Padahal kalau hari biasa, kami selalu sepakat, keburu kok sholat di rumah.. Seringnya, nggak keburu sih...:)

4. Suatu saat, Helmy menyodorkan potongan surat Al-Imron ke aku, dan dia menghafalkan ayat itu. Sekali waktu juga, aku membaca buku komunikasi Helmy tentang hafalan surat Al-Baqarah ayat 184, aku test Helmy, ajaib dia lancar menghafal. Bangga dan malu juga sih... Nggak sia-sia memasukkan dia di SDIT. Nowo sempat merekam sholat jamaah Helmy dan Dafi (yang ikut-ikutan Mas nya sih..), bangga juga melihatnya...


5. THR...:)

Pokoknya Ramadhan selalu ajaiblah... Walaupun aku merasa nggak sempurna menjalankannya, tapi I'm gonna miss Ramadhan...:)

PS: Hari ke 28 berpuasa....

Monday, September 15, 2008

Berolahraga di Kala Puasa


Beberapa bulan yang lalu, aku sempat takjub memandang temanku yang rajin puasa Senin-Kamis tapi tetap nge-gym. "Kuat, Ta?"
"Biasa aja, Mbak. Makanya aku juga gak berat-berat olahraganya," ujar Teta.
"Hebat..."
"Insya Allah, nggak papa,kok, Mbak."
Lain waktu.
"Kalau bulan Ramadhan, tetap olah raga gak, mbak?" tanyaku ke Mbak Intan, yang kebetulan sedang ber-treadmill-ria di sebelahku.
"Tahun lalu, sih, aku tetap olah raga."
"Pagi?"
"Iya. Nggak papa-kok."
Setelah mendapat dua referensi itu, aku trial. Bayar utang puasa tapi tetap olahraga, dengan perhitungan, aku bisa buka kapan saja kalau ternyata loyo. Nyatanya, sukses sampai sore. Nggak haus, nggak lapar dan nggak lemas (itu yang paling penting!).. Apa karena sahurku banyak ya?...hihihi.
Jadilah kisah suksesku, aku tularkan ke suamiku. Dia tertarik mencoba.
Dan sekarang, di bulan Ramadhan, setelah sholat Subuh, kami tetap bersiap-siap cabut ke FitbyBeat. Olahraga agak-agak ringan. Cukuplah ber-treadmill-ria selama 30 menit, jaraknya 2.67 km, kalori terbakar 200 lebih dikit, dan setelah itu, melatih otot perut, batang tubuh, dada, lengan, punggung. Beres dalam hitungan 45 menit. Mandi dan ke kantor. Hasilnya, hari kedua puasa, setiap menjelang sore, perut bukan berkeruyuk lapar, tapi seperti masuk angin, ada pergerakan angin di perut bagian bawah. Mungkin karena berpeluh keringat dan langsung mandi (tapi hari biasa, kok, nggak ya?). Suami mengalami juga, teman nge-gympun mengalami. Pas Hari keempat puasa, sudah tidak ada pergerakan angin. Dari awal puasa, haus tidak mengalami, badan malah lebih segar dan tentu saja ngantuk mendera (penyakit normal orang puasa). Tapi asyiklah... Coba saja. Belum berani ikut kelas sih, kayak RPM/Spinning dan Body pump...hehehehe.
Sempat nanya ke trainer sana tentang resep mereka kok masih bisa ngajar kelas spinning sehari 3 kali, padahal puasa... Katanya, sahur biasa, hanya nasi putihnya sedikit sekali, karena bikin ngantuk. Pengganti nasinya yaitu havermout atau cereal sama minum vit B kompleks. Tetaplah, aku nggak berani mempertaruhkan puasaku buat ikut kelas, walaupun resep sahurnya bisa aku adopt.
Yang penting, tetap olahraga! Soalnya alamat Idul Fitri nimbun lemak dan nggak bisa pergi ke tampat nge-gym, karena dua bocahku nggak ada yang menjaga....hehehehehe.... Satu lagi, komunitas tempat ngegymku tetap ramai loh... Rencananya kita mau bikin buka bersama juga, malah ada yang belanja bareng buat Lebaran...:)

Tuesday, August 26, 2008

Tuhannya Mengecil


Email berjudul itu masuk ke dalam inboxku. Sangat tersindir membacanya. Email itu bercerita tentang proses hidup seseorang, yang dalam prosesnya kadang mengecilkan Tuhan, atau melalaikan orang. Contohnya, melalaikan Tuhan karena meeting, artinya meninggalkan sholat. Melalaikan Tuhan karena berada di kemegahan mall, itu yang sering aku lakukan. Alasannya, tempat sholat di mall tidak comfortable. Jauh. Bau lembab. Repot bawa anak-anak. Padahal, ketika aku membawa anak-anak ke sanapun, mereka tak masalah. Mereka tetap dengan gaya aktifnya mengikuti kami sholat. Contoh lainnya adalah membandingkan pasangan kita dengan orang lain. Nah, di email itu sih cerita si suami yang jatuh cinta.. Walah, hebatlah kerjaannya para pembisik itu... Kalau sudah begini, senjatanya apa?... Nyatanya, siang harinya, ketika jam makan siang di pantry, aku duduk bersama dua orang temanku, yang salah satunya cowok sudah berumah tangga dan baru mempunyai anak kedua. Temanku ini memang banyak banyolnya, tapi kadang kalau dicermati di banyolannya, kadang terselip kata-kata benaran sih di banyolannya.
"Istri gw tuh punya kebiasaan masukkin payung ke ransel gw. Jadilah, ntah panas atau hujan, gw selalu bawa payung. Nah, pernah sekali waktu ketika gw pulang kerja, hujan turun. Jadilah gw nunggu di halte tendean itu loh dengan payung. Mana bis gw lama lagi. Nggak jauh dari gw berdiri, gw ngelihat mbak-mbak kantoran pegang amplop coklat kehujanan..." Mulailah kami ber-uhui ria mendengar kisahnya. Temanku ini tetap cuek meneruskan ceritanya.
"Mbak itu nyamperi gw dan numpang teduh di payung gw. Terpaksalah gw minggir-minggir, sampai baju gw basah..." Suara ejekkan kami masih berlanjut. Tetap.. ceritanya dilanjutkan tanpa hambatan.
"Nggak lama istri gw nelepon. Untunglah... Ngeri keterusan, apalagi mbak itu mulai nanya-nanya, dari kerja dimana, rumah dimana, gw langsung naik bis yang lewat. Gw bilang gini, mbak, payung ini pakai saja, bis saya sudah datang. Yah.. Mending ngorbanin payung satulah, daripada keterusan."
"Leki,Leki... Pasti mbak itu mikir nih cowok kayaknya lumayan dibohongin. Lumayan nih dapat payung satu," ledekku. Temanku hanya tertawa-tawa.
"Bahaya soalnya kalau sampai tukeran nomor handphone,kan?"
Terus terang, salut juga melihat ketegasannya. Sambil cengengesan, dia menutup cerita. Padahal kalau dipikir-pikir, bisa saja perkenalan itu hanya sebatas basa-basi ya... tapi temanku ini hebatnya tahu kemampuan kendali dirinya sejauh mana, sehingga dia lebih baik menjauh dari awal, daripada terperangkap di situasi yang di luar skenario dia. Hebat,kan? Balik ke kodrat, melihat kemampuan diri sendiri dan tentu saja mengingat Tuhan di segala kejadian menjadi senjata ampuh buatnya, bukan?... Kejadian sederhana, tapi berhubungan banget,kan, ama email di atas?.. Hebatlah....

It's about TRUST!


"Mas, kita hebat ya.." ujarku tiba-tiba dalam perjalanan pulang dari kantor. Nowo mengerinyitkan keningnya. "Iya, Mas.. bayangin aja kita udah nikah hampir 8 tahun, atau tepatnya tujuh setengah tahun, kita nggak pernah kan ngecek handphone atau buka dompet kita masing-masing tanpa kamu atau aku nyuruh, iya, kan?"
Nowo tertawa kecil.
"Dari pacaran kali, say,"sahutnya.
"Maksudnya?"
"Dari pacaran dulu, emang kita udah edan. Ingat gak kamu waktu kamu nitipin kartu ATM BNI kamu ke aku? Apa nggak edan, tuh?"
Aku tertawa mengingatnya. Yup, dulu sekali... Waktu kami masih pacaran dan aku harus on the job training di Jerman, aku pernah dengan percayanya menitipkan kartu ATMku ke Nowo. Kartu ATM itu berasal dari bank yang aku gunakan untuk menerima gajiku di Indonesia setiap bulan. Tentu saja, waktu penyerahan kartu ATM itu, aku menuliskan apa saja yang perlu dia bayar dari gajiku. Seperti memberi ke Ibu setiap bulan, membiarkan di rekeningku, sampai menyumbang untuk biaya pernikahan kami.
"Dan kamu tahu, gak, say, setiap gajian, aku selalu bingung mencari alasan ke Ibu (maksudnya Ibuku-red), bagaimana caranya aku memberikan uang kamu ke Beliau tanpa merasa Beliau dilangkahi oleh aku. Untungnya, Ibu lempeng-lempeng aja. Edan,kan, kamu," ceritanya panjang lebar. Aku tertawa mendengarnya.
"Bodoh banget ya aku.. Kok bisa....hahahahaha," tawaku untuk kebodohan pada diri sendiri. Saat itu memang tidak terpikir sedikitpun Nowo akan menyalahgunakan kepercayaan dariku, dan nyatanya memang tidak. Aku percaya saja, demi lancarnya pesta kami, aku menyerahkan semua urusan gajiku ke dia.
"Itulah hebatnya aku, say," sahut Nowo mulai kumat narsisnya. Aku hanya menjulurkan lidahku. "Itu, say, yang namanya percaya. Mau dibilang apa, kalau kita sudah saling percaya, nggak ada orang yang bisa membantah kita."
"Pokoknya, kita hebat, Mas," ujarku kumat juga narsisnya.
Nowo tertawa setuju. Susah memang kalau dua orang lagi narsis ketemu... Nggak ada yang koreksi..:)

Thursday, June 26, 2008

Mendobrak Generasi


"Waktu itu, Mel, Bokap gw bilang, harus ada yang mendobrak generasinya, agar nggak sesusah dia hidupnya," cerita Yoso ketika kami berdiskusi tentang keluarga. Kata-kata Yoso ini sebenarnya pernah aku dengar dari Ibuku, temanku yang dulu tinggal di Bangkok, yaitu Effendi Tan, dan temanku yang hijrah ke Amerika, yaitu Thedy. Waktu itu, Effendi pernah bercerita, mengapa dia hijrah dari Jakarta ke Bangkok, yaitu demi keamanan keluarganya, karena saat itu Jakarta penuh kerusuhan. Kemudian dia melanjutkan ceritanya tentang kenyamanan tinggal di Bangkok, harga yang murah untuk biaya hidupnya dibandingkan dengan Singapore. Pertanyaan tolol yang kemudian keluar dari mulutku adalah mengapa dia memilih untuk keluar dari negara tersebut dan memilih lingkungan baru yang dia tahu pasti bahwa biaya hidupnya akan lebih mahal dari yang sekarang.... Effendi dengan gaya tenangnya yang khas menjawab, "Kalau tinggal di sini (maksudnya Singapur-red), anak-anak saya kan bisa terbiasa berbicara bahasa Inggris, Mandarin, yang lebih berguna untuk masa depannya. Beda kalau kami masih di Bangkok, Mel, bahasanya bahasa Thai." Aku mengangguk-angguk. Beda lagi dengan cerita Thedy,ketika memutuskan untuk keluar dari Indonesia menuju Amerika. "Perlu ada yang mendobrak generasi gw, Mel, dan itu gw." Thedy ini sosok teman jenius, yang menurutku masa depannya cemerlang, dan mungkin baginya dengan cara dia hijrah dan membesarkan keluarga di sana, dia membuka peluang bagi keturunannya untuk menjadi warga international, yang pastinya kalau kembali ke tanah air bisa menjadi jajaran kaum eksekutif atau expatariate yang bayarannya, wow!....
Mendengar cerita-cerita dan motivasi teman-temanku membuat aku sempat melihat kembali ke belakang dan apa yang ada di hadapanku sekarang.
Dulu, ketika aku masih bersekolah, Ibu selalu mengulang-ulang cerita Beliau, bagaimana Ibu berjuang dari seorang anak tukang jamu menjadi lulusan SMA yang berkualitas. Kata-kata kualitas sebenarnya aku yang menambahkan, karena Ibu selalu menjadi pelajar teladan DKI Jakarta, yang berarti perlengkapan sekolahnya selalu gratis didapatkan. Baju seragam Ibu yang satu stel hanya bertemu sabun murahan setiap hari Minggu saja. Bahkan untuk sepasang sepatu Ibu tidak memiliki. Begitu juga dengan waktu bermain, hidup Ibu adalah untuk sekolah, belajar, bekerja... Inilah selalu yang Ibu coba tanamkan ke adik-adiknya. Nyatanya, adik-adik Ibu lebih memilih uang sekolah yang Ibu sisihkan dari bekerjanya untuk jajan, atau adalagi adik Ibu yang memilih tetap menjadi pembantu orang daripada sekolah. Hanya adik bungsu Ibu yang berhasil ditanamkan disiplin khas Ibu. Aku masih ingat sekali, ketika kami berempat masih kecil, adik Ibu ini sudah ikut Ibu, dan semua biaya sekolah ditanggung Ibu. Belum lagi, Ibu menanggung biaya sekolah sepupu-sepupu kami, yang notabene anak-anak saudara kandung Ibu. Tapi balik lagi, sepupu-sepupuku itu agak-agak malas. Ada yang tega menjual sepeda mini kami demi mabuk-mabukan, ada yang ikut kursus macam-macam, tapi setiap ujian kenaikan level selalu tidak naik dan terakhir memilih untuk angkat kaki dari rumah, ada yang tekun kursus kecantikan, tapi ketika mengenal seorang pria, dunianya hanya untuk pria tersebut. Dan bagaikan diputarkan kejadian itu, Ibu seakan hanya berhasil mendobrak generasi di bawahnya persis, bukan generasi dibawah kaki adik-adiknya, yang tentu saja bukan adik terakhirnya.
Mengenang apa yang Ibu lakukan, ada rasa kagum atas usaha Beliau, Beliau seperti mengubah sejarah. Beliau seakan menuliskan satu sejarah yang endingnya ingin tidak seburuk awal hidupnya. Beliau seakan menuliskan bahwa hidup bukan hanya mengikuti arus, tapi hidup juga harus memikirkan orang-orang yang akan berada di pohon keturunan kita.
Mengenang, mengenal dan mendengarkan semua dari Ibu, sering menimbulkan satu pikiran yang menggelayut dalam otakku, adakah orang yang lebih hebat dari orang-orang yang bisa mendobrak generasi? atau dari orang-orang yang memikirkan orang lain, yang bahkan wujudnya belum ada?... Aku salut untuk itu.

Friday, June 20, 2008

Bergumul Hangat


Sejak pindah ke rumah kami. Sejak kami, aku dan Nowo, tidur terpisah dari anak-anak. Sejak anak-anak mempunyai privacy di rumahnya. Kami sering menikmati pagi sebelum subuh bersama. Biasanya 5-10 menit sebelum Subuh, ada makhluk kecil yang masuk ke kamar kami, yang memang selalu kami biarkan terbuka sedikit, biar bila Helmy dan Dafi memerlukan kami, mereka dapat masuk dengan bebasnya. Biasanya makhluk kecil ini akan merebahkan tubuhnya di ujung kaki kami, dan sebelum tertendang kami, kami sudah merasakan kehadirannya.
"Mas, sini.." Selalu kata-kata itu yang keluar dari mulut kami berbarengan sambil menunjuk space di tengah-tengah kami. Biasanya, Helmy pun menarik tubuhnya dan merebahkan ke tengah-tengah kami. Kami berpelukan, bercerita hingga Adzan Subuh terdengar.
Setelah itu, biasanya ada suara kecil lainnya dari kamar sebelah yang akan meminta. Aku membuatkan susu untuk Dafi. Bisa ditebak, itu saatnya dia membuka mata, dan segera bergabung dengan kami, selesai menikmati susunya. Bercanda, bercerita, melihat-lihat foto di hp kami ataupun saling bergumul, dan kalau sudah begitu, biasanya... "Say, nge-gym,gak?"
"Terserah, Mas," sambil berharap gym libur untuk hari ini.
"Nggak usah aja, ya, Say."
Aku mengangguk cepat. Dan setelah itu kami saling memaksa siapa yang akan mandi duluan, karena kami enggan melepas candaan dan gumulan hangat bersama anak-anak.
Karena itulah, sekarang jadwal nge-gym kami berkurang... Dulu 5 kali dalam seminggu.. sekarang sih, kadang 3 kali atau 4 kali. Kalau dipikir-pikir, bergumul kan juga olahraga...:)

Friday, June 13, 2008

Kapan ya?


3 malam lalu menjelang bedtime kami.
"Say.."
Aku hanya berhmm panjang.
Nowo meluncurkan kata-kata pembuka tentang kantornya. Aku mendelik kaget.
"Kok, Mas, gak pernah cerita,sih," ujarku cepat dengan nada protes.
"Ini apa namanya kalau bukan cerita?" tanyanya balik. Aku mau membantah, bahwa cerita itu tak akan meluncur kalau aku tidak melontarkan kalimat pertanyaan. Tapi ketika melihat muka putihnya sumringah, aku urung membantah.
Mulailah dia menceritakan segalanya detail smabil mencoba memasang kabel network di laptopnya. Senang sekali mendengarnya, pertama karena berita baiknya yang sudah diulang berkali-kali oleh Bosnya, kedua karena menemui Nowo menceritakan semuanya detail kepadaku. Jarang sekali dia menceritakan segalanya dengan nada yang sangat excited.
"Wah..," komentarku pendek.
Nowo tetap bercerita terus, mengalir seperti aliran air sungai dan kedua matanya seperti bulan purnama yang paling terang di langit sana. Belum lagi gemuruh bangga terdengar halus dari deruan napasnya. Aku menikmati suasana itu, walaupun tak lebih dari 15 menit panjang ceritanya.
"Aku butuh bantuanmu, Say," pintanya sambil memandangku yang sedang berbaring mendengarkannya.
"Pasti, Mas. Aku kan istri kamu, apapun yang baik dan bagus untuk kamu, aku akan support."
Hening sejenak.
"Mas, lagi buka internet ya?"
"Iya. Kenapa, say?"
"Coba buka link..., link..., itu bagus loh," ujarku. "Kamu bisa menghubungi mereka."
"Kok kamu tahu?"
"Pastinya..", ujarku seenaknya sambil terus memainkan N73ku.
Sepanjang mencari link-link tersebut, Nowo terus bercerita tentang rencananya. Cuma satu kata yang terlukis saat itu, aku merasakan kebahagiaannya, bahkan ketika mataku mulai tak bisa berkompromi, aku masih bisa menyahutinya.
Diujung kesadaranku, aku bergumam, "Kapan ya, aku kayak kamu, dipanggil sama Bos, terus diberitahu kabar baik kayak gitu? Pengen deh.. Aku kan udah tua.. Masa' masih kayak gini aja..."
Lelap. Aku tak cukup kuat mendengar komentar Nowo lebih lanjut.

Thursday, June 12, 2008

Sumber Inspirasi

Suatu kali, di pagi subuh.
"Say, kamu kan pernah keluar dari comfort zone. Boleh tau nggak apa yang membuat orang keluar dari confort zone-nya?" Tanya Nowo di sepanjang perjalanan menuju tempat fitness.
"Kalau aku dulu, aku bosan aja ama manajemen yang ada. Sebenarnya, sih, Mas, orang keluar dari comfort zone, karena dia punya target tertentu, dan dia berani untuk keluar mencapai targetnya. Emang kenapa, Mas?"
"Nggak. Aku punya teman di kantor yang jarang sekali berbaur, sampai-sampai kita sering merasa dia nggak di situ."
"O.. itu...," sahutku cepat. Meluncurlah cerita-cerita yang pernah aku alami dari mulutku saat itu. Nowo pun menceritakan rencananya untuk membuat temannya lebih terbuka. Saat itu, melihat dia ingin membantu temannya ke arah yang mungkin lebih baik, yang mungkin bisa menimbulkan sisi baik dari temannya, membuatku terperangah. Alhasil, aku menjadi semangat menceritakan tentang seorang temanku, yang waktu pertama kali aku ketemu di induction meninggalkan rasa aneh di hatiku. Nyatanya, dia menjadi satu grup denganku. Dia lebih banyak diam, lebih banyak tak berkomentar, ketika kita dengan ributnya menentukan nama grup. Dia baru muncul ketika kami satu grup menemukan kesulitan dan tidak bisa memecahkan. Dia dengan lagak khasnya membantu kami. Kami bangga dengannya, tapi tetap dia diam dengan sejuta pemikiran yang bergelayut di otaknya. Sampai di satu sesi, di mana kami digiring untuk saling bercerita, tercetuslah kisahnya karena pancingan sang psikolog. Dia bercerita dengan tampang yang sangat dingin, seakan ingin bercerita tanpa perlu respons balik. Itulah... Setelah pulang dari induction, snagat berubah apa yang dulu melekat. Dia menjadi teman yang berubah, aktif dan hangat.
Nowo mendengar cerita ini manggut-manggut. "Wah, teman kamu hebat ya...". Aku nyengir.

----

Pernahkah dalam perjalanan hidup kita sampai seusia sekarang menemui satu sosok, yang tidak ngetop, yang tidak lebih hebat dari kita dan mungkin saja masih culun, menjadi pencerah untuk satu kasus? Pernahkah ketika kita bercerita ke seseorang, kemudian orang tersebut menceritakan kasus yang hampir sama dengan apa yang terjadi pada kita dan kita menemukan jalan pencerahan dari cerita itu? Aku yakin, sih, sebagian besar orang pasti pernah merasakan. Nah, pernahkah kepikir kalau orang tersebut bisa disebut sumber inspirasi? Pasti nggak pernah kepikir. Karena momok di sekitar kita, sumberinspirasi umumnya adalah tokoh-tokoh ngetop yang bahkan masa hidupnya tak pernah kita alami. Orang yang tidak lebih hebat, yang masih culun ataupun yang tidak kharisma, bisa saja menjadi sumber inspirasi kita. Dalam perjalanan sampai usia 34 tahun ini, banyak-banyak orang yang berseliweran depanku yang seringkali menjadi sumber inspirasi. Mungkin karena itu, kalau ditanya tokoh idola, aku nggak punya. Wong apa yang terjadi di skeitarku, bisa aku atasi karena suka melihat sekitar. Nah, salah satunya temanku yang di atas itu. Aku bisa membuatnya menjadi bahan solusi bagi suami tercinta. Jadi, mulai deh lihat-lihat kiri kanan, siapa yang selama ini sering menjadi seperti jawaban di setiap kasus anda... atau bisa jadi anda adalah sumber inspirasi mereka....:)

Monday, June 09, 2008

Rumah..Rumah dan Rumah




Akhirnya bisa menempati rumah sendiri....
Aura rumah baru nih.... Jadi betah di rumah, udara rumah ini lumayan banyak, karena jendelanya besar-besar..hehehehe....
Pokoknya asyik lah....

Friday, May 30, 2008

Seputar tentang Helmy dan Dafi


HELMY

Anak pertama kami ini ajaib buat kami. Apa yang dulu membuat kami cemas, ternyata tidak terjadi. Contoh, dia sudah pandai membaca dengan lancar tanpa kami ajari (tapi guru SDnya yang mengajari..:)). Pancingan kami hanya meminta dia membaca setiap kata yang terpampang di sepanjang jalan umum. Nyatanya, dia bisa.
Hal lain yang membuat Nowo sangat takjub, dia hafal semua surat-surat pendek di juz'amma. "Bayangin, say, anak seumur dia.." dengan mata menerawang. Aku cuma tersenyum kecil (tentu dengan bangga juga), menurutku wajar, karena dia bersekolah di SD Islam Terpadu, yang notabene isinya agama dan pelajaran umum. "Aku dulu seumur dia, boro-boro bisa baca tulisan bahasa Arab," sambung suamiku. Iya, sih, seumur Helmy dulu, aku baru masuk TK, dan artinya belum bisa juga.
Suatu ketika...
"Bunda, ajarin Mas My buka internet dong," pintanya.
"Boleh. Emang Mas My mau lihat apa?" tanyaku.
"Kata Mr. Pram, di internet, Mas My bisa nemuin banyak gambar yang bagus," jawabnya. Helmy ini memang hobi sekali melukis dan bergabung di drawing club sekolahnya.
Setelah itu, aku ajari Helmy cara masuk ke dunia maya, tentu saja, dengan sedikit pengetahuan tentang apa sih internet itu. Helmy takjub melihat apa yang terpampang di depannya.
"Kok, bisa, ya, Bunda, orang masukkin semuanya ke server?" tanyanya. Helmy cukup familiar dengan istilah server, karena seringnya dia diajak ayahnya ke kantor.
Lain kali....
"Bunda, ini kartu bayaran Mas My," ujarnya sambil menyodorkan kartu bayaran sekolahnya.
"Iya, nanti ya... Bunda belum ambil uang," jawabku.
Dan...
"Mas My, ini bayarannya. Biar Bulik Ine yang bayarin, ya," ujarku.
"Kenapa, sih, harus Bulik Ine mulu.." rajuknya.
"Gak papa, sih, biar aman aja," jawabku
"Udah, Bunda, Mas My aja ya... Masa Mas My gak pernah bayaran sendiri," rajuknya lagi. Aku memandang Nowo di sebelahku, meminta pendapatnya. Nowo tersenyum seraya berkata,"o, Mas My mau bayaran sendiri ya... Ya udah.."
Melihat gelagat Helmy yang memang mau dianggap besar dan mulai diberi kepercayaan, aku akhirnya setuju. Aku ambil secarik kertas yang bertuliskan rincian pembayaran yang harus dilakukannya. Nyatanya, malamnya aku menemui kwitansi pembayaran lengkap dengan uang kembaliannya. Aku bangga.

DAFI

Dafi ingin selalu sama dengan Masnya. Gelagat yang aku lihat, kalau dia bertengkar dengan masnya, sekecil apapun, dia akan menangis. Padahal menurut laporan tetangga-tetangga kami, Dafi bukan anak yang cengeng. Makanya, kami suka bilang,"Gak sakit,kok, Dek.. Kenapa harus nangis.."
Kelebihan dia saat ini, Dafi mulai rajin bercerita dengan kata-kata yang harus kami rangkai sendiri di otak.
"Unda... AC nyala... mbung ama Bapak." (artinya: Bunda, AC nyala, itu karena disambung ama Bapak)
"Bapak siapa, Dek?" tanyaku.
"Bapak kang AC." (artinya: Bapak tukang AC)
Ceritanya yang lain ketika dia jatuh...
"Atuh di teta. Om Obet epon" (Artinya: jatuh waktu lihat kereta, pas Buliknya nerima telepon dari Om Robert). "Di ifa, unda. aek osotan. yunan. Dedek atuh." (artinya: di taman As-syifa. Naik perosotan, ayunan, dedek jatuh)
"O... sakit nggak, Dek?"
"Nggak, tuh." (nah, yang ini jelas..)
Cerita lainnya ketika aku pulang kerja...
"Mama Cucu ini, uyang, ili.." (artinya : Mama Ucu kesini, terus pulang sendiri)
"Dedek egi ama Om Mi aek asi, ama Mama, ama Bapak," (artinya: Dedek tadi pergi sama Om Helmy sama bapak sama mama naik taksi)
"Kemana?"
"Akan oto." (artinya: makan soto)
Begitulah....
Rumah ramai karena mereka. Bahkan kami sangat menikmati tidur bersama di kamar Helmy.
Jadi kangen..:)

Friday, May 23, 2008

Helmy Hilang

Sabtu kemarin. Aktifitas pindah rumah sedang puncak-puncaknya pada Minggu lalu, dan sempat terhenti pada hari Sabtu, dikarenakan Nowo ada jadwal training di luar kota. Jadilah, pada hari Sabtu, aku meneruskan pembelanjaan barang-barang keperluan rumah, dari taplak meja, karpet, keset dan teman-temannya.
Sabtu siang, aku, Mbak Ari dan Helmy pergi ke Rumah Kita Bekasi. Awalnya, aku memaksa Helmy agar tidak ikut,tapi Helmy bersikeras memegang janji ayahnya untuk menjaga aku (halah!) dengan menemani aku kemanapun aku pergi.
Setibanya di Rumah Kita, kami berkeliling. Aku memaksa Helmy untuk digandeng, tapi sekali lagi, sok dewasanya Helmy keluar lagi, dia malu digandeng. Karena itu, aku mengikuti dia dengan ekor mataku saja kemanapun dia pergi. Terakhir, aku melihat Helmy di tempat sticker, dan sempat komentar,"Bunda, kamar mandi kita ditempeli ini aja." Sambil menunjuk sticker bertuliskan Toilet. "Ih, norak, ah, Mas... Emang tempat umum," sahutku sambil berjalan ke arah pewangi ruangan, yang persis terletak di sebelah rak sticker. Aku dan Mbak Ari mengagumi pewangi yang lucu-lucu, karena kebetulan Mbak Ari pecinta Winnie The Pooh, dan semua pewangi berbentuk boneka tersebut. Aku masih sempat melirik, kalau anakku di sebelahku.
Tak lama.....
"Mbak, lihat Helmy,gak?"
"Itu di tempat tangga-tangga," jawabnya.
Aku dan Mbak Ari menghampiri bagian yang memajang tangga, yang letaknya masih bisa dilihat dengan mata kami dari tempat pewangi.
"Kok, gak ada, Mbak," ujarku mulai setengah cemas. Mbak Ari mulai cemas juga.
Dia langsung berkeliling Rumah Kita. Tetap, nggak ada....
Aku nggak percaya, dan kemudian aku berkeliling lagi seputar Rumah Kita. Sedangkan Mbak Ari melangkah keluar dan berinisiatif keluar.
"Mel, gw cari di luar ya... Siapa tau Helmy lagi nonton kompetisi di luar," ujarnya sesaat sebelum keluar. Di mall ini memang sedang berlangsung dance competition.
Aku melanjutkan keliling Rumah Kita berkali-kali dan selalu aku akhiri di toilet cowok. Bukan apa-apa, ketakutan aku tentang anak-anak yang diganti kostumnya mulai hinggap di pikiranku plus menghibur diri siapa tahu Helmy hanya keluar untuk buang air kecil. Setelah 5 kali keliling, keringat dingin mulai mengucur, bayangan Nowo, Ibuku dan tampang Helmy memenuhi benakku.
Pemberitahuan, seorang anak dengan ciri-ciri memakai baju putih bergaris hijau dengan nama Helmy terlepas dari orang tuanya bernama Meli.
Suara pengumuman mulai memenuhi mall. Karena suasana yang bising, aku hanya mendengar kata-kata seperti itu samar-samar. Dugaanku, Mbak Ari yang melaporkan itu ke security.
"Mel, gw ke bawah ya, siapa tau Helmy di bawah," teriak Mbak Ari dari ujung eskalator. Aku hanya mengangguk lemas dan lupa menanyakan apakah dia yang melaporkan ke security. Karena dugaanku, kalau bukan Mbak Ari, berarti Helmy yang melapor.
Kegiatan berkeliling aku perluas, tidak hanya Rumah Kita dan toilet, tapi sisi lain yang sudah dirambah Mbak Ari. Berakhir di toilet cowok kembali, berharap akan ada bocah itu muncul di balik pintu.
Dan...
"Mas, di dalam toilet, ada anak kecil gak." Aku langsung menyerbu bertanya ke Mas-mas yang baru keluar dari toilet. Mas itu memandang aku bingung.
Tak lama, seorang penjaga Rumah Kita cewek mendekatiku.
"Ibu, Ibu Meli ya? Anak Ibu, Helmy?" Aku mengangguk cepat.
"Tadi anak Ibu nangis di depan sini, jadi aku bawa ke pos satpam di bawah..."
Tanpa mengucapkan terima kasih, aku membalikkan badan ke arah eskalator, dan disanalah aku menemukan Hemy yang sedang menuju ke Rumah Kita berpelukan dengan Mbak Ari.
"Tadi dia nangis, Bu... Saya tanyai, nangis terus, Bu." Mbak itu tetap meneruskan ceritanya. Aku memeluk Helmy lega.
"Ma kasih ya, Mbak," sahutku akhirnya.
Lega rasanya saat itu... Keringat dingin itu langsung hilang. Nafsu Mbak Ari untuk beli karpet di Rumah Kitapun lenyap dengan suksesnya.
Helmy masih lemas, mungkin trauma. Ujung-ujungnya, dia minta ke JCO, dan 2 potong donat ludes dimakannya. Setelah itu, yah... centil lagi... dan aku terpaksa dengan setianya mengikuti dia lagi....
Aku dan Mbak Ari dengan suksesnya disemprot Ibuku besoknya.
Tak apa-apalah, yang penting Helmy tidak benar-benar hilang..:)

Tuesday, May 06, 2008

34 Tahun (Sebuah Kado Telat Buat Diri Sendiri)

2 Mei 2008 kemarin, 34 tahun...
Means
Tambah tua (pastilah!)
Keinginan yang ada di alam pikiran sepanjang hari adalah
ingin lebih sabar...
ingin lebih bijaksana...
ingin lebih bertakwa...
ingin lebih bersyukur...
ingin lebih ikhlas....
(Muluk,ya?)
Yang pasti,
hari itu banyak doa yang berseliweran
banyak ucapan hangat yang berseliweran
berasa banyak teman dan saudara...

Walau nambah tua, walau Nowo sempat lupa, walau ultah harus pergi dinas keluar kota, tetap bahagia....Terima kasih sekali, Allah....

PS:
Yang bikin agak konyol, pas perjalanan menuju kantor, ada upacara di DepDikNas, bikin besar kepala...hehehehe
Yang bikin perjalanan dinas jadi indah hari itu, ketemu cowok-cowok bening (artinya tampan), walaupun mereka gak lihat dan kenal aku sih....:))

Monday, April 28, 2008

Hiburan

Semalam, waktu curhat ama Nowo.
"Aku kadang suka heran deh, Mas. Kadang aku pengen cerita itu ke Ibu, tapi kok...." Nowo langsung memelukku yang sedang tidur memunggunginya.
"Udahlah, say.. Mending kita makan dok-dok, yuk," ajaknya dengan mempererat pelukkannya.
Aku tergoda memalingkan wajah ke arahnya. "Lagi?" tanyaku heran dan terbelalak.
Sudah 2 malam ini aku makan nasi goreng dok-dok bersamanya.
"Iya, gimana?" tanyanya sambil menaik-turunkan alisnya.
"Boleh... Tapi jangan nasi goreng ya,"ujarku
"Kwetiaw?"
"Boleh"
10 menit kemudian, lewat tek-tek.
"Mas.."
"Gak papa tek-tek?"
Aku mengangguk. Semenit kemudian masuk kamar, "Kwetiawnya abis, say. Bihun mau?"
"Boleh"
Jadilah melahap satu porsi bihun goreng berdua. Kenyang. 10 menit setelah makan, kami siap tidur. Nikmat dan hangat hiburan malam ini, jadi lupa ama masalah.
Walo...
"Ih..." Katanya sambil mengelus perutku.
"Gendut ya? Emang... 3 malam makan tek-tek atau dok-dok,sih."
Setelah itu, lupa..... Maksudnya udah merem.

Friday, April 25, 2008

Kerja..Kerja.. dan Kerja...

Apa yang membuat orang merasa hidup?... Pertama, bernafas. Kedua, Bergerak. Ketiga, Berarti...
Dangkal ya tebak-tebakannya? Tapi, pernah nggak kepikir bergerak dan berarti itu adalah termasuk bagian dari suatu proses berkarya? Contoh, bergerak artinya melakukan sesuatu, artinya lagi ada yang dihasilkan; berarti adalah apa yang dihasilkan bisa bermanfaat, at least buat diri sendiri.
Itulah yang sering aku jadikan tameng ketika teman-temanku mulai menceritakan asyiknya jadi Full mother. Intinya, sih, kalau aku harus mengalami itu, ada adaptasi besar yang harus aku lakukan untuk tetap betah di rumah dengan aktifitas yang luar biasa panjangnya dibandingkan aktifitas kantor. Selain itu, umumnya Full mother itu menjadi sangat keibuan, sedangkan working mom itu lebih praktis. Selebihnya, akhir pekan buat Ibu bekerja sepertiku sangat istimewa, kalau mengutip istilahnya Helmy, "Asyik, sekolah tinggal sehari. Hari Sabtu bisa barengan deh ama Bunda, Ayah dan Dafi". Dan ujungnya, akhir pekan adalah hari absolut punya dua bocahku.
Ada plus-minusnyalah....
Kerja juga adalah tempat melatih mental dan strategi. Dulu, aku pernah punya teman yang kerja di Siemens hanya setahun atau 6 bulan, padahal gaji dia itu kalau dilihat pasti lebih kecil dibandingkan pengeluaran bulanannya. Bayangkan saja, bedaknya merk YSL (asli, bukan sample atau kosmetik YSL level bazar Jamsostek), mobilnya New Eyes. Usut punya usut, Bapaknya adalah pengusaha subkon perminyakan. Waktu aku nebeng dia pas pulang kerja, dia cerita,"Aku, mbak, kayaknya gak lama di Siemens. Aku perlu mempelajari kepegawaian, bagaimana tingkah laku dan perasaan seorang staff."
Dia bercerita dengan nada datar. "Mau bikin perusahaan ya?" tanyaku bodoh.
"Belum tentu sih, Mbak. Cuma aku merasa perlu kerja di perusahaan orang lain."
Karena itu, kadang menurut pengamatan sesaat sih, orang yang bekerja umumnya lebih handal dalam pemecahan masalah atau menyikapi masalah. Bagaimana tidak, selama di kantor kita bisa ketemu orang dengan berbagai keunikan, suka-tidak suka kita tak pernah bisa memilih teman kerja seperti apa, semua harus bersinggungan ditambah pekerjaan yang menunggu hasil. Wadduh, sempurnalah tempaan mental kaum pekerja!
Jadi, jadi ingat suatu kejadian, yang masih hangat terjadi di tempatku bekerja. Ceritanya, tempatku bekerja ini baru resmi ada pemecahan 2 divisi dalam satu subdir. Aku terpilih di Business Incubation (BI). Sempat protes sama GM-ku, ternyata pemilihannya karena selama ini pekerjaanku sering bersinggungan denga orang Produk. Jadilah, aku dan 3 orang temanku, menggodok konsep Business Incubation, yang konsep kerjanya benar-benar beda dengan yang selama ini kami lakukan. Seorang temanku terpilih sebagai leader-nya.... Divisi lainnya adalah Technology Planning (TP). Candaan mereka sih, mereka adalah kaum Teknokrat. Balas candaan dari Aku, "Teknokrat kan Teknologi Nol Karat..hehehehe.. means kalau udah 24 karat baru ke BI".
Lain kali, peristiwa yang sempat terekam diantara peristiwa yang berserakkan lainnya.
"Kalau elo yang gabung ke BI gimana?"
"Ma kasih deh," dengan lambaian tangan.
"Nyeleneh banget sih, kalian... Sama-sama kerja aja, nyeleneh gitu... Emang BI haram ya? Sampai segitunya," sahutku agak sewot.
"Ih, Tante marah.."
"Yah, nggak.. Cuma masih sama-sama kerja aja nyeleneh gitu."
Lain kali lagi,
"Jadi BI belum pernah ngasih rekomendasi ke Direktur?"
"Yah, belumlah... Tahu karena apa? Karena BI itu menganalisa, mentrial, memikirkan bisnis model untuk suatu produk baru. Sekarang gw tanya sama elo, dalam waktu sebulan, mungkin gak suatu rekomendasi produk keluar?"
Temanku menggeleng.
"Beda sama TP. Kalian kan bikin konsep, sedangkan kita sampai trial market. Jadi yah gak secepat kalian."
Lain kalinya lagi, sebuah imel tentang pemaksaan nraktir buat seorang temanku yang akan bekerja di Nigeria diluncurkan dari IP-ku.
Komentar yang masuk, yang menggelitik dan mengangkat ke-narsis-an,
Tante, dua-duanya kan anak TP. Yang mau melepas masa lajang, anak TP. Yang mau cabut, anak TP. Masa BI mau ikut-ikutan ditraktir...
Wah.... Padahal kan suasana kayak begini untuk pengakraban.
Banyak-banyak deh peristiwa yang terjadi dalam penyesuaian dua divisi. Seringnya, sih, BI yang orangnya cuma 4 orang, menjadi kaum minoritas yang diolok-olok. Maklum sekali, karena mereka jauh lebih muda dari aku. Maklum sekali, karena mereka bangga dengan divisi mereka. Maklum sekali, BI bukan orang Teknologi, hanya bisnis, sampai-sampai budget BI dipertanyakan sebagian dari mereka dialokasikan buat apa. Orang-orang tersebut lupa, kami punya tanggung jawab produk baru yang butuh di trial, disosialisasikan. Maklum sekali. Hanya yang suka terlintas di pikiran, kapan dewasanya yah kalau kita sibuk membanding-bandingkan diri kita dengan orang lain? Kapan dewasanya, kalau apapun masalahnya, kantor adalah tempat bekerja, bukan tempat untuk mengolok? Satu lagi, sadarkah mereka, bahwa kami ataupun mereka cuma di level yang dibayar bukan yang membayar. Jadi masih sama......:)
Makanya, kenapa orang bekerja menjadi lebih cepat dewasa, karena sejalan dengan waktu pasti akan banyak belajar dari melihat, dari bersikap, dari bertemu.... Belum lagi, dari pertemuan, dari bekerja sama, yang awalnya perselisihan, akan mungkin menimbulkan perkawanan yang erat. Nah kalimat terakhir itu contoh aku dengan tim Pak AS. Kami jadi solid dan diskusi apapun lewat email.
So, kerja..kerja...dan kerja...:) *sebelum ke level pengusaha, kapan ya?*...:)

Thursday, April 03, 2008

Rezeki

"Tenang, Tje, kalau di agama gw, ada yang namanya takdir, kalau Allah menggariskan gw dapat 100 juta sebulan, Insya Allah gw akan dapat,kok," sahutku ditengah-tengah wejangan dari leaderku.
"Maksud elo, tanpa usaha?"
"Yah, nggaklah... tetap dengan usaha dong..."
"Makanya kalau baca ayat jangan setengah-setengah."
"Ye.. elo juga kalau gw ngomong jangan langsung dipotong," kelitku dengan setengah becanda.
Agak-agak ajaib memang kalau ingat rezeki....

Cerita lain... Via SMS.
Gimana hasil huntingnya, pi?
Wah, tante.. Rumahnya mahal, ada yang 700, ada yang bagus banget, deh.. Harganya 1,9M
Tenang, Pi, kata nyokap gw, rumah itu kayak jodoh. Udah ada rezekinya, jadi pantang menyerah!
Amiinn.. mudah-mudahan jodoh gw yang 1,9
Amiinn.. tapi btw, itu uang semua ya?
Nggak, itu ama daun. Emang elo pikir gw sundel


Cerita lain lagi... Tentang caraku buat punya rumah sendiri.
"Kata Ustadz, kalau punya keinginan, harus banyak-banyak bersedekah," ceritaku ke Tutut, aku lupa di moment apa.
"Trus?"
"Yah, kalau lewat jembatan penyeberangan depan kantor, aku usahakan untuk ngasih. Karena aku pengen banget bisa beli rumah."
"Amiin... Emang yang sekarang?"
"Kan masih punya ortu,"ucapku.

Cerita lain... Di malam bulan Ramadhan, di depan teras Mesjid Sunda Kelapa sambil menunggu jadwal sholat Tarawih.
"Mas, mungkin gak ya kita nikah di gedung?"
"Mungkin... Kita hitung deh uang kita ada berapa"
Hitung menghitung... Tetap tidak cukup. Mengamati iklan-iklan paket nikah murah, tetap gak cukup. Survey sana-sini tetap nggak mungkin. Akhirnya, pasrah....
----
Cerita terakhir membawa ending bagus sekali. Perfect malah. Kami bisa menikah dengan uang sendiri, diiringi bulan madu ke Bali dan Lombok dengan biaya sendiri. Biaya yang pada awalnya muskil dipenuhi dengan akal sehat. Belum lagi, ketika kami pesta akad, ada saja yang memberikan sumbangan gratis. Seperti buah-buah segar yang banyak sekali gratis, potongan biaya masak untuk menu utama kami, biaya tata rias yang tiba-tiba jadi murah, karena dibundle dengan biaya tata rias di gedung resepsi. Semua jadi indah... Kalau dipikir susah kami bisa memenuhi tanpa kucuran rezekiNya.

----
Cerita sebelum terakhir. Agak-agak bersusah payah. Kami bisa membeli rumah sendiri. Yang jauh sekali, di Kota Deltamas, plus satu buah kios, hasil patungan dengan Mbak Ari. Ceritanyapun lumayan seru. Kabur dari rumah jam 9-an malam ke Mal Metropolitan buat lihat pameran rumah. Meringis ketika dihitung besarnya uang muka oleh Marketingnya. Meringis lagi ketika dihitung type yang lain. "Bisa nggak, ya, Mas"
Untung punya suami yang bekal percaya dirinya seIndonesia, dia mengangguk mantap. Nyatanya, logika gak bisa diandalkan sepenuhnya, kebayar tuh..... 3 tahun kemudian, rumah masih sibuk dikontrakkan ataupun seringnya dikosongin.
"Pengen punya rumah sekitar sini, deh, Mas," ujarku ketika Nowo mulai menodongku untuk menempati rumah kami.
"Sebenarnya, Mas juga pengen. Tapi.. Kita survey yuk," ujarnya.
Jadilah survey....
"Ada yang 500, Pak, tapi udah habis..." Ini di Grand Prima Bintara
"Paling murah 650, Pak. Uang mukanya xxxxxxxxx," lanjut marketingnya.
Wah..mahal....
"Mas, ada Puri Bintara tuh," sahutku sambil menunjuk satu plang di tepi jalan.
Tapi ternyata mahal....
Kemudian... Kemudian.... Dapat juga....
Seperti pertama, ragu-ragu apa bisa bayar.
Itulah....
----
Rezeki susah diterka. Kalau cerita Nowo, waktu tausiyah dengan Aa Gym, ada cerita, tentang santri, yang cacat dan terbelakang, rajin beribadah dan memelihara musholla. Sampai suatu saat ditanya oleh Aa, apakah dia berniat menikah? Jawabannya sangat lugu, dia percaya dengan rezeki dari Allah. Jodoh adalah rezeki. Tak bisa dibayangkan dengan logika, dia akhirnya menikah dengan wanita yang cantik, taat dan normal, sampai ketika dia dititipkan anak, istrinya meninggal dunia. Cerita itu mengharu-biru membawa ke setiap sendi dan napas para hadirin. Susah ditebak... Yang penting pasrah dan berusaha.
Bicara tentang berusaha, aku jadi ingat satu sosok yang selalu kami temui di jalan selepas Subuh. Sosok yang tidak pernah kami kenal namanya tapi sangat mengagumkan. Sosok itu selalu berjalan ke arah Klender (sepertinya) dengan menyusuri jalan Casablanca dengan memanggul lebih dari satu lemari, atau kombinasi dari satu lemari besar dengan beberapa rak tanggung. Mata pencahariannya mungkin memang pengrajin furniture mentah. Bayangkan, seorang diri dengan terbungkuk, dia memanggul lemari dan rak-rak tersebut. Bayangkan, untuk mendorong satu lemari pakaian saja dirumah, aku harus punya bantuan, apalagi untuk memanggul dengan jarak yang jauh dan jalan yang naik turun. Miris melihatnya. Trenyuh melihatnya. Kagum juga yang mewarnai kami. Sosok itu menekuni semua yang sangat susah demi rezeki.
Ingat semua itu, jadi ingat sebuah omongan teman kuliahku dulu, Rina,"Rezeki tuh nggak pernah salah... Lihat aja tukang teh botol banyak di Senayan, toh tetap masing-masing ada pembelinya". Semoga sosok itu maupun orang-orang lain yang sedang berusaha untuk keluarganya selalu diringankan oleh Allah.....

Monday, March 31, 2008

Resep Daging Burger

Rencananya, hari Minggu kemarin, kita mau ke MONAS, main layang-layang. Dari hari Jumat, sibuk googling nyari resep daging Burger.
Dapat... Ini resep singkatnya, sudah di modifikasi sedikit :

Bahan:
500 gr daging cincang
50 ml susu cair (aku pakai Bear Brand)
3 lembar roti tawar (tanpa pinggirannya)
1 bawang bombay sedang
Margarin untuk menumis Bawang Bombay
3 butir telur
Garam, Gula, Lada bubuk secukupnya
Royco cair (non MSG soalnya)

Cara :
1. Tumis Bawang Bombay yang sudah dicincang halus sampai wangi dan layu
2. Hancurkan Roti tawar dengan cara direndam susu
3. Campur kocokan telur di Roti, bersama dengan daging dan tumisan bawang bombay.Jangan lupa masukkan garam, gula, lada plus royco
4. Bentuk bulat-bulat dan dipipihkan (usul Nowo sih pakai tatakan gelas biar rapi, tapi susah ngikutin yang rapi). Kukus daging-daging tersebut.
5. Goreng deh pakai margarin lagi.. Daging yang telah dikukus bisa disimpan di freezer, buat lain waktu.

Komentar Nowo: "Ini namanya Mc Bunda"
Komentar Helmy : "Enak" (standard)

Walau nggak jadi ke MONAS, tetap digarap kok....
Met mencoba....

Wednesday, March 19, 2008

Resep Macaroni Schottel

Resep dari dewijoris

150 gr macaroni
1 sdm minyak goreng
100 gr keju cheddar, potong kotak2
50 gr keju cheddar parut
3 butir telur, kocok lepas
250 ml susu
1 sdm munjung terigu
1 buah bawang bombay, cincang halus
2 sdm margarin
1 kaleng kornet sapi atau 200 gr daging cincang
4 lembar keju slice
10 lembar salami/daging asap potong kotak-kotak
garam secukupnya
pala secukupnya
lada secukupnya

Cara membuat:
1. Didihkan air bersama 1 sdm minyak + garam secukupnya, masukkan macaroni rebus sampai lunak, angkat dan tiriskan
2. Tumis bawang bombay dengan margarin sampai harum, masukkan kornet/daging cincang. Aduk sampai matang.
3. Masukkan susu yang sebelumnya sudah dicampur dengan terigu sampai terigu larut dan rata, kemudian telur, potongan keju, macaroni, garam, pala dan lada. Aduk rata, cicipi.
4. Tuang 1/2 bagian adonan macaroni ke pinggan tahan panas/loyang aluminium foil yang sudah dioles margarin, ratakan.
5. Susun keju slice diatas adonan macaroni, selanjutnya tambahkan salami/smoked beef. Tutup lagi dengan sisa adonan macaroni dan sebagai finishing taburi keju parut.
6. Panggang sampai bagian atas kuning kecoklatan.

Komentar yang didapat: "Bunda, enak..."
"Say, sedap. Kamu bisa jual nih.."

Sayang Pirex yang dipakai melebihi ukuran microwave, jadi ujung-ujungnya yang mentok gosong....:)

Thursday, March 06, 2008

Puding Mocca

Didapat dari budiboga resep
Enak buat hari-hari panas...

MOCCA PUDDING

Bahan:
7 gr bubuk agar-agar warna putih
500 ml susu tawar cair
20 gr tepung maizena, larutkan dengan sedikit air
150 ml air
60 ml sirup moka
100 gr gula pasir
100 gr jeruk mandarin kalengan

Cara Membuat:
1. Campur bubuk agar-agar dengan susu tawar cair dan gula. Aduk hingga bubuk agar-agar dan gula larut.

3. Rebus adonan agar-agar hingga mendih. Tambahkan larutan maizena. Masak kembali hingga mendidih dan tekstur adonan agak mengental. Angkat.

4. Ambil sepertiga adonan, tambahkan dengan 2 sdm sirup moka. aduk rata. (adonan A).

5. Tuang sisa sirup moka ke dalam sisa adonan, aduk rata. (adonan B.)

6. Tuang adona A ke dalam cetakkan pudding yang sudah dibasahi air matang dan diisi potongan jeruk mandarin. Dinginkan hingga mengeras.

7. Tuang adonan B hingga cetakkan puding penuh. dinginkan kembali hingga membeku.

8. Setelah mengeras, keluarkan dari cettakan. Hidangkan dingin.
Untuk 5 Porsi

Nutrisi/Porsi:
Protein: 3.8 gr
Karbohidrat: 31.1 gr
Lemak: 3.5 gr
Energi: 172 kkal

Resep Pizza

Resep ini ditemui dengan menggunakan google search ke resep kita , sudah dicoba. Hasilnya di loyang 24x24, gede banget,kan??.... Setelah dibagi ke dua orang tetanggaku, yang suka ngajak Helmy mancing ataupun jalan-jalan, tetap masih banyak. Untungnya Helmy, Dafi sama Nowo maniak dengan makanan Italy, jadinya habis sama mereka.
Komentar:
Ibu : "Ibu nggak doyan pizza, tapi rotinya enak banget, nduk"
Helmy : "Bunda, pizza nya lebih enak daripada pizza hut" (kok pembandingnya pizza hut sih?)
Nowo : "Say, enak banget deh...."

Nah ini resepnya,
Bahan-Bahan : Roti:
500 gram tepung terigu protein sedang
1/2 sendok teh garam
1 sendok makan ragi instan
250 gram air hangat
2 sendok makan minyak zaitun
Saus:
1 buah bawang bombay, cincang halus
1 siung bawang putih, cincang halus
2 sendok makan minyak zaitun
200 gram tomat, diparut
400 gram tomat kaleng - bisa diganti dengan 5 buah tomat, direbus lalu diparut
50 gram pasta tomat
1 sendok teh garam
1/2 sendok teh gula pasir
1 sendok teh basil
2 sendok teh oregano
Topping:
100 gram daging, cincang dibentuk bulat kecil
100 gram daging ayam, cincang dibentuk bulat kecil
1/2 buah bawang bombay, iris bulat tipis
1/2 buah paprika hijau, potong kotak
1/2 buah paprika merah, potong kotak
50 gram daging asap, potong kotak
50 gram jamur kancing iris tipis
1 sendok teh oregano
100 gram keju mozarella
2 sendok makan minyak zaitun

Cara Mengolah : Membuat Roti:
1. Ayak Tepung terigu, lalu campurkan dengan garam, ragi instan
2. Masukkan air hangat dan minyak zaitun sambil diuleni selama 10 menit, bulatkan adonan
3. Diamkan adonan selama 15 menit. Giling lalu masukkan dalam loyang pizza diameter 24 cm yang telah dioles minya zaitun
4. Adonan siap ditutup topping

Membuat Concase:
1. Panaskan minyak zaitun. Tumis bawang bombay dan bawang putih sampai layu selama 5 menit
2. Masukkan tomat parut, tomat kaleng, dan pasta tomat. Masak sampai kental sambil diaduk sampai meletup-letup
3. Masukkan garam, gula, oregano, dan basil. Aduk sebentar lalu angkat dan dinginkan.

Cara Membuat:
1. Panaskan Minyak Zaitun, tumis daging cincang dan ayam cincang sampai berubah warna, angkat. Campur dengan concase. Aduk rata.
2. Tipiskan kulit pizza, oleskan minyak zaitun dan concase.
3. Taburkan bawang bombay, paprika hijau, paprika merah, daging asap, jamur oregano, dan keju mozarella.
4. Oven Selama 20 menit dalam suhu 200 derajat celcius.

Catatan: modalnya lebih besar daripada beli pizza ukuran large di pizza hut, ataupun izzi pizza...hehehehehe
Selamat mencoba

Monday, February 25, 2008

Hidup Makin Susah

Jumat sore.

"Berapa biaya persemester di sana?" tanyaku iseng di sela-sela kerjaku, melihat seorang mahasiswa, calon sarjana, yang sedang berdiskusi dengan temanku. Calon sarjana ini keluaran produk universitas seperti dulu aku.
"Aku masuk tahun 2005, Mbak. Satu semester sekitar 8 juta, Mbak"
Aku terbelalak kaget. Dulu, tahun 1993, untuk uang masuk universitas itu dengan catatan peringkat terakhir, aku bayar sebesar 8 juta rupiah. Biaya per semester sekitar 1.5 juta rupiah.
"Gila..... mahal benar ya. Kira-kira kalau anakku kuliah, persemester itu jadi berapa ya?" sahutku sambil menerawang, memikirkan investasi yang aku siapkan untuk anakku, yang sepertinya jauh dari cukup.

Minggu pagi.

"Susu sachet ini 13 ml harganya 1200 rupiah. Mahal banget, ya, Lek. Kebayang, deh, orang-orang yang nggak punya, gimana bisa beli susu. Wong satu sachet kecil begini aja mahal," ujarku tiba-tiba sambil menuangkan susu-susu itu ke dalam adonan. Bulikku yang aku ajak bicara hanya tertawa kecil. Entah di pikirannya seperti apa.

Minggu siang. Di salon.

"Susah, Mbak, nyari rumah di sekitar sini. Mahal-mahal."
"Emang kalau ngontrak, Mbak bayar berapa setahun?"
"4 juta. Itu di kampung loh, Mbak.. Bukan di kompleks dan kamarnya hanya satu,loh, Mbak."
Wadduh, rumahku, yang kata teman-temanku di ujung berung aja mahal, bagaimana bisa membeli rumah dekat kantor,ya?

Pada bulan Januari tanggal 10.

"Nasi kuningnya kok pera, sih, Lek"
"Padahal itu udah beras yang kata orang pasar paling bagus loh, Mbak," ujar Bulikku.
Aku mengerinyitkan dahi, kok paling mahal, tapi nasinya keras?
"Kurang air, Lek?" tanyaku.
"Nggak."
"Emang berapa seliternya?"
"4700"
4700? Cukup mahal, bukan? kok ya, bisa nggak sesuai harapan...
"Gila... bagaimana orang yang nggak punya,ya? Beras 4700 kan udah mahal...tapi kok begini, apalagi yang murah ya..." Balik lagi, ke orang yang papa....
---

Balik lagi ke pikiran sendiri. Kok ya hidup makin susah.. makin semrawut ya orang mengejar rezeki, yang seringnya lebih pas-pasan. Buat berlebih, agak-agak ngikat perut, bukan pinggang lagi, itupun kalau ada. Beli rumah, mahal. Setiap minggu, bahan makanan naik (ini pengalaman pribadi, karena setiap minggu pagi, aku belanja di pasar tradisional buat membeli bahan makanan untuk seminggu). Baju? ini masih kebantu, dengan adanya toko-toko yang jual baju murah. Pendidikan, meski ada BOS, tetap ada iuran informal yang mungkin mahal buat yang nggak punya.
O,iya, masalah pendidikan. Kemarin waktu lewat SD inpres, ada tulisan besar-besar : gratis biaya pendidikan.... Alhamdulillah banget,kan, berarti semua anak bisa sekolah gratis. Tapi pikir-pikir kalau yang berkecukupan ngambil porsi di SD itu, apa porsi yang berhak nggak berkurang,ya? Atau yang berkecukupan tahu diri untuk menjadi kandidat dengan syarat kursi masih ada?... Pikiran iseng, sih....
Balik lagi.... Sandang, bolehlah.... Pangan, mahal.... Papan, mahal banget.... Pendidikan, juga...
Hidup memang makin susah, susah nyarinya, susah nabungnya, susah nyisihinnya, tapi mudah nghabisinya. Kalau kata temanku, "masih mending ada yang lewat". Tepat sekali! Hidup memang makin susah, tapi selama kita masih punya rezeki, kita tetap harus berusaha,bukan?..:)

Wednesday, January 23, 2008

41 tahun jadi Presdir

Kemarin, ada pancingan email (dari aku) tentang Suryo Suwignjo, yang menjadi Presiden Direktur pada usia 41 tahun di IBM Indonesia. Pancingannya ditambah kata-kataku,
Menyambung curhatan Ujang tentang menjelang 40 tahun..:)
Umur 41 tahun, jadi presdir IBM... walah.. gw udah hampir 34 tahun aja masih jadi engineer....*garis tangan tnyt menentukan, ya, Han?*


Catatan: sehari sebelum kemarin, Ujang sempat nyentuh-nyentuh usia 40 tahunnya (walaupun masih 3 tahun lagi sih...). Han di email itu maksudnya Yohan, teman yang benar-benar karirnya melejit setelah dari PT Siemens Indonesia. Bisa dibayangkan, lepas dari Siemens, dia jadi Planner Consultant buat Nokia Indonesia dengan gaji kurang lebih 5000 USD. Posisinya ini menyebabkan dia santai, karena buat pekerjaan standard, dia tidak perlu turun tangan. Kalau ada pekerjaan yang benar-benar urgent, baru dia diturunkan. Jadi kebayang, dong, dalam satu bulan, baktinya dia hanya dihitung dengan jumlah jari di tangan sebelah kanan atau kiri saja. Belum selesai kontrak dia sebagai konsultan, Huawei Indonesia menarik dia. Tawaran pertama sebagai CTO di Kuala Lumpur. Gemetar dia waktu mendengar itu. Negosiasi dilakukan, dia akhirnya bisa menjadi (hanya) GM Marketing untuk Huawei Indonesia. Dia sujud syukur, karena buat menjadi CTO, dia belum merasa pantas. Kisah inilah yang akhirnya membuat genk aku yang lain (Amel, Belinda, Adri dan Silvi) berkesimpulan bahwa garis tangan dia pasti beda dengan garis tangan kami.

Email berlanjut....

Beben membalas yang pertama :
Mel,
Beda kalo IBM... Mereka di develop sebagai level Principle bukan kacung kampret.


Aku :
Jadi salah starting stepnya dunk...hehehehehe (maksudnya starting step kami).

Ayib :
Inget, loyalitas juga penting... yg kutu loncat juga belum tentu bisa sampe keposisi puncak.

Aku :
Gw 8 tahun 8 bulan, Ujang, daryatno juga, Pak Agung juga lebih dari gw....
Jadi??..:)
Tetap Ada Yang Menciptakan Garis tangan....:)


Reply-an versi kedua :

Yohan :
Ada kontak info nya dia nggak ya? email atau hp? biar bisa coba ngelamar.. hahahaha :-)

Aku :
Garis tangan elo udah bagus,han...tinggal diasah tuh....
Kalo elo kesitu, gw gantiin elo di huawei ya....hehehehehehe
*kayaknya yg nsn (Nokia Siemens Networks: yang masih di NSN : Irwan, Ujang, Daryatno, Rudy ama Pak Agung-red)lagi banting tulang..gak ada komen satupun. Bukan berarti yg op (operator-red) gak sibuk loh, gw lg nyari inspirasi neh...inspirasi jadi presdir..halah*


Reply versi ketiga, serius nih... Dan memang tujuanku melepaskan pancingan ini untuk mendapatkan diskusi hangat dan menyenangkan.

Yohan :
Hehehe mel,..Garis tangan, nasib memang menentukan,... tapi menurut gua garis tangan, nasib baik itu bisa dipelajari,.. artinya kita bisa mempelajari bagaimana garis tangan dan nasib kita selalu bagus.... pada saat kita berhasil mempelajarinya maka garis tangan kita dan nasib kita cenderung yang bagus2.... heheheh... bener ngga sich..???

Irwan :
Teach me how to read..:)

Yohan :
haha,.. Irwan jadi penasaran....wah kalo baca garis tangan gua ngga bisa wan......tapi menurut gua yang gua maksud adalah mestinya ada teori2 atau apapun itu yang memnugkinkan kita bisa mempelajari, untuk bagaimana kita bisa merubah atau membuat garis tangan / nasib kita agar cenderung yang bagus2?
misalnya nich... mestinya ada teori membaca peluang... kalau kita bisa berhasil mempelajarinya dan mengidentifikasi peluang dari awal, gua rasa yang berikutnya adalah nasib / garis tangan cenderung bagus....sukese google, utube, microsoft diawali dengan berhasilnya mengidentifikasi peluang dari awal....
itu misalnya loh.. dan itu menurut gua....
bener ngga sich..? heheehehe
mungkin ada teori2 yang lain..???


Irwan :
Yah gue kira dikau itu paranormal, kan bisa buka praktek

Secara bersamaan dengan reply dari Irwan, aku :
Jadi ingat diskusi tadi pagi buta tentang Bill gates, google..:)
Setuju banget ama wejangannya Yohan... Kadang qta udah terlena dengan apa dan dimana qta sekarang, belum lagi semangat sering hilang... Apa yang dibutuhkan? Kalau dari trainingnya dale adalah konsistensi... kalo kata beben di YM statusnya, if you can’t do great things, just do small things in great steps... begitu bukan, Ben???....
Tapi, garis tangan elo, Han, emg beda ama punya gw deh pastinya. you are very lucky apalagi dicombine ama expertise elo....... salutttttttttttttttttt.......


Begitulah....
Dibalik semua itu, banyak yang bisa diambil. Perjalanan sukses bukanlah perjalanan sesaat. Memang dari awal kita dilahirkan sudah ada tulisan takdir kita yang mengering, tapi Tuhan juga tidak menutup mataNya buat semua usaha kita. Kalau kata Ibuku, berusaha, berdoa dan bangun pagi-pagi sebelum Subuh (bukan hanya bangun tidur, tapi beribadah maksudnya), akan membuat rezeki kita nggak dipatok ayam. Wadduh... masa' saingan ama ayam.... Diskusi-diskusi seperti inilah yang sebenarnya missing di lingkungan kerjaku sekarang dan sering memompakan sejuta energi semangat ke seluruh aliran darahku. jadi tetap semangat, jangan sampai saingan kita hanya seekor ayam..:)

PS: buat eks- anak buah Pak Agung.....

Monday, January 21, 2008

me 'n time

"Kadang-kadang kita perlu loh, say, punya waktu untuk diri sendiri," ujar suamiku disela-sela waktu kami menunggu pesanan makanan datang.
"Yo'i," jawabku setuju.
"Jadi,say, kalau kamu memang butuh waktu untuk sendiri, bilang saja," sahutnya lagi. Padahal, sih, sampai aku menikah 7 tahun begini, aku selalu memegang prinsip, waktu hidupku adalah milikku. Apa yang aku habiskan untuk keluarga, teman, bekerja adalah salah satu wujud kebaikkanku untuk membagi. Aihh..sedikit egois,kan? Kalaupun aku butuh waktu untuk diri sendiri, aku merasa tak perlu meminta ijin, even ke pasangan. Pemberitahuan boleh, tapi minta ijin, nggaklah... Ini,kan, waktuku, yang berarti milikku.
Karena kebaikan suamikulah, makanya aku hanya menimpali dengan tertawa kecil. "Kalau kamu, kapan waktu buat kamu sendiri?" pancingku sembari mengingat waktu-waktu kami yang seringnya dihabiskan bersama.
"Nantilah... Aku ingin kalau aku punya waktu untuk aku sendiri, aku akan naik gunung sendiri, tanpa teman..." jawabnya menerawang, mungkin membayangkan keasyikan mendaki gunung.
"Mbok ya, Mas.. kalau mau punya me 'n time jangan yang membahayakan,kek... Pergi sama teman-teman sih oke, tapi jangan sendiri." Aku mulai gusar mendengar harapannya.
"Aku kan biasa, dulu..."
Ye... itu kan dulu..........

----

Nah, 11 Januari kemarin gak sengaja jadi me 'n time ku. Jadwalku pagi itu sebenarnya adalah mengantar Ibu ke laboratorium setelah bergym ria, setelah itu menukar sepatu di donatello, kemudian ikuti arus... Nyatanya, pagi itu Ibu sudah ke laboratorium, aku mendapatkan oleh-oleh dari adik ipar yang lumayan berat, dan Erna, adikku mau menemaniku ke Donatello. Jadilah jadwal berubah, kami ke kantor kakak ipar, untuk mengantarkan oleh-oleh, kemudian ke Donatello, kemudian lunch barenga kakak ipar, kemudian ke Gramedia untuk membeli a thousand splendid suns plus satu novel untuk adikku, kemudian pulang.... puas banget... Walau nggak 100 persen sendiri, tapi aku puas mengatur waktuku, dan untungnya adikku setuju-setuju saja.
Kalau diingat-ingat lagi, dulu sewaktu di kantor lama, aku sering punya me 'n time. Biasanya diisi dengan kursus kerajinan satu hari, menyusuri mall, belanja di tanah abang, sampai hanya nongkrong di QB world...Uihh...menyenangkan....
Me 'n time versusku sendiri sebenarnya bukan harus waktu cuti, disela-sela business travelpun buatku adalah me 'n time, dengan catatan, aku tidur di kamar sendiri, bukan berbagi seperti di kantor sekarang. Kamar sendiri, bagi saya berarti, bisa seenaknya... bangun tidur, senam-senam kecil sekenanya, tanpa malu dikomentari, guling-guling di kasur, berganti-ganti kasur, nonton apa yang aku suka, nyetel MP3 segede-gedenya, melamun, ataupun membaca. Beda di kamar yang harus berbagi, pasti gosip mulu bawaannya, mengingat aku orang yang cukup cerewet.
Biasanya sih, efek setelah me 'n time, rasa kangen luar biasa ke 2 jagoan plus suami akan muncul...
Jadi siapa bilang me 'n time adalah wujud egois?...:)

Saturday, January 12, 2008

7th Anniversary



12 Januari 2008. Ulang tahun pernikahan ketujuh. Pancingan kado buat aku seperti biasa nggak berhasil. Sedangkan aku hmm.... membuat kaos dengan cetakan tangan kami bertiga, yaitu aku, Helmy dan Dafi, plus tulisan tangan Helmy berbunyi: Whose those hands?....
Surprise lucu-lucuan... plus tulisan 20 tahun mengenalmu di kertas biasa, bukan di kartu. Kartu sempat beli sih, cuma terlalu kecil buat tulisan itu....
Ada yang spesial menjelang hari kami, yaitu ketika di ajang bertengkar kami terakhir, Nowo sempat membuatku luluh meringis menyesal, dia bilang begini,
"Say, aku emang gak romantis, nggak kayak di novel-novel, tapi rasa sayang ini Mas sendiri yang ngerasain, Sayang bangetttt.. Sampai kalau ama orang kantor aku dicela masih nyebut kamu say, Mas nggak malu, tapi bangga...."
:)
Itulah... Tunggu saja, untuk tahun ini apakah akan ada ajakan makan malam atau sekedar keluar berdua nanti malam? Karena seperti yang lalu-lalupun, aku selalu yang inisiatif buat mengajak....susah,kan?...:)

Catatan: Pagi ini Nowo bangun dengan memelukku, dan "Happy Anniversary, Say".... lalu komentarnya buat kaos dan tulisan itu,"You're so romantic.."

Thursday, January 10, 2008

Dafi dua tahun

Tanggal 10 Januari 2008. Dafi berulang tahun yang kedua. Apa kemajuannya untuk dua tahun ini?
- Cerewet. Dia lebih cepat menangkap kata-kata dibandingkan masnya dulu.
- Berani, untuk hal-hal seperti melawan teman, bersosialisasi
- Penakut buat mencoba naik kuda atau ke dokter
- Jahil. Hampir semua anak tetangga yang seumuran kakaknya punya julukan dari dia. Entah ndut, geng (artinya begeng), ngeng (artinya cengeng), ndek (artinya pendek). Belum lagi kejahilan dia suka memanggil tukang jualan apa saja yang lewat depan rumah.
- Selalu menang kalau berantem dengan masnya atau sepupunya yang usianya lebih tua dua tahun.
- Suka makan apa saja, termasuk kambing dan durian. Dari jajanan pinggir jalan sampai makanan mahal. Makanya nggak heran kalau dia jarang sakit, beda ama Masnya.
Kalau kata Mas dan Ayahnya, dia secerewet Bundanya, alias aku...
Happy Birthday, ya, Dek!......

Friday, January 04, 2008

Harga Kemewahan

Judul di atas kayak judul sinetron, ya....

Tiba-tiba saja tadi pagi terpikir, tentang perbedaan uang yang harus saya keluarkan antara naik ojek, taksi dan kopaja menuju kantor. Ternyata lumayan jauh.... Kalau naik ojek, dari depan Sentra Mulia, karena di drop suami di situ, ojek yang biasa saya bayar adalah 15 ribu. Tukang ojeknya sih, kalau ditanya berapa, pasti jawabnya terserah atau 12 ribu aja deh, neng.... Tanggung, yah sudah...15 ribu....
Sempat diprotes suami, kok mahal sih, 10 ribu aja pantes,say...begitu katanya. Tapi yah, sudahlah....
Taksi? Kalau lancar dan lewat belakang ambassador, terus jalan Denpasar, terus belakang Balai Kartini..dan selanjutnya, taksi TL (tarif lama) itu sekitar 8 ribu rupiah, kalau taksi TB(tarif baru) itu sekitar 11 ribu rupiah. Kalau hari kerja sedang (nggak macet di daerah Ambassador, agak tersendat di belakang Balai Kartini), taksi TL sekitar 12 ribu 5 ratus rupiah, taksi TB 15 ribuan. Kalau hari kerja berat (macet dua-duanya), TB bisa 25 ribu, TL sekitar 20 ribu.
Kopaja? S66. Harus nyeberang. Hanya 2 ribu. Rute agak muter sedikit, agak macet sedikit, agak panas sedikit. Siap-siap diri 2 gedung sebelum Wisma Mulia, kalau mau turun pada gedung yang tepat (nggak patuh ama peraturan). Cukuplah dengan 2000.
Kehitung,kan, bedanya? Naik taksi gak jauh dari naik ojek harganya. Tapi kalau nggak hujan, saya lebih milih naik ojek. Cepat sampai ke Wisma Mulia, berangin, nunggu taksi pagi hari cukup susah dan kasihan aja sama tukang ojek, kebayang uang makan keluarga mereka.
Tadi pagi, coba naik kopaja (biasanya naik S66 kalau pulang aja, ke kantor suami)...nyebrang ke pasar festival... not badlah.... cukup hemat..dan nggak perlu buka payung juga walaupun hujan, karena bisnya berhenti di depan Wisma Mulia

Tapi pernah,loh, saya naik taksi TB gratis ke kantor suami. Bukan nebeng... Tapi karena ujan... loh?!... Iya, pas hujan di sore hari, ada taksi TB lewat, saya stop, payung saya pinjamkan ke teman yang lagi hamil (salah,kan... seharusnya taksi dikasih ke teman yang lagi hamil dulu...bukan payung..), pas di taksi, baru ingat uang hanya ada 50 ribuan, berdoa biar ada kembaliannya (pengalamannya, sering nggak ada kembalian), ternyata nggak ada, padahal orang Freeport yang satu gedung dengan kantor suami sudah menunggu tak sabar, diapun uangnya 50 ribuan (tapi banyak, nggak kayak di dompet saya yang cuma satu), jadilah dengan sukarelanya, dia bilang : "I'll give extra twenty for you" ke supir taksi. Saya melongo, dan langsung, "serius?" (terus terang, saya bingung ini orang Indonesia apa bukan.. abis ngomongnya campur aduk.. tampang..yah..tampang Cina Singapur..).
"No problem"
Melongo lagi. Terus, keluar dari taksi, sambil: "Thank you"
"No problem"

Nah..ini dia... Harga kemewahan yang nol......hehehehehe

*Cerita yang nggak penting amat. Ide dari atas S66 loh..*