Wednesday, October 29, 2008

Sisi Lain dari Helmy


Diantara keluhanku tentang Helmy, yang mulai keras kepala, yang mulai mau menunjukkan ke'power'annya, yang mulai jahil dengan adiknya (mungkin membalas perlakuan adiknya yang minta ampun jahilnya..) dan yang mulai bisa memasak lauk sendiri, ketika perutnya lapar dan semua orang dewasa di rumah sedang tidur siang,Helmy punya sisi yang membuatku haru, bukan aku aja sih, Ibuku saja sampai menitikkan airmata ketika aku bercerita ke Beliau...

Waktu libur Idul Fitri, ketika kami berempat ke Bank Niaga, menabungkan uang angpawnya. Memang sengaja aku ajak Helmy, agar dia belajar cara menabung di bank.
Usai menabung, sambil memegang buku tabungannya..
"Bunda, Mas My gak mau pakai buku ini."
"Maksudnya?"
"Mas My gak mau pakai tabungan ini. Mas My akan simpan terus, sampai Bunda tua. Kalau Bunda butuh uang, Bunda boleh pakai tabungan ini, ya," jawabnya dengan mata polosnya yang luar biasa indahnya.
"Bunda terharu, Mas.." sahutku singkat. "I love you, Mas." Aku mencium dahinya. Helmy hanya nyengir-nyengir saja.

Lalu, ketika Nowo menceritakan tentang teman kerjanya yang hijrah ke London untuk bekerja. Helmy banyak melontarkan pertanyaan. Sampai... ketika kami sedang beristirahat di rest area sepulang dari Pengalengan, dia berkata,
"Bunda, nanti kalau mas My udah besar, Mas My gak mau kerja jauh-jauh, ah. Mas My pengen jaga Bunda. Kalau Bunda butuh apa-apa, tinggal telepon Mas My, ya?" sahutnya tiba-tiba.
"Butuh apa, Mas?" ledekku
"Butuh diantar kemana, butuh apa aja deh, Bunda."
"Mas baik banget, sih... Nggak papa,kok, Mas, kalo Mas My mau ikutin om Andri kerja di luar. Kan Bunda ada ayah," ujarku
"Nggak,ah. Ayah kan juga udah tua."
"Kalau Mas My kerja jauh, Bunda kan bisa diajak kesana," ujarku lagi.
"Pokoknya Mas My mau jagain Bunda," katanya sambil nyengir-nyengir khasnya. Kembali lagi, aku memeluk dan mencium dahinya.

Waktu Bulan Ramadhan kemaren.
"Bunda cantik, deh. Kenapa ya Bunda belum beruban, sedang ayah udah?"
Nowo langsung menjawab.
"Allah menciptakan Bunda agar tetap cantik untuk Mas Helmy. Allah menciptakan Bunda agar tetap cantik untuk Dik Dafi. Allah menciptakan Bunda agar tetap cantik untuk ayah juga."
Aihhh... Manis sekali jawaban Nowo. Helmy mengangguk-angguk setuju, dan aku jadi merasa wanita paling cantik di dunia ini.

Waktu baru-baru ini di rumah sakit, ketika Bapak sudah melewati masa ICCU-nya.
"Helmy waktu itu ngirim surat buat Eyang Kungnya."
"O,ya?" tanyaku heran, karena tidak tahu.
"Iya, dititipin Ibu. Pas Ibu nginap itu loh, nduk," jawab Ibuku.
"Isinya apa?"
"Isinya: Eyang Kung jangan merokok. Nanti cepat mati." Cerita Ibuku. Aku tertawa mendengarnya.

Lain waktu, ketika Ibuku operasi katarak. Aku yang sedang menunggu Ibu di rumahnya, mendengar Ibuku sedang berbicara lewat telepon dengan Helmy.
"Helmy pesan apa, bu?"
"Dia bilang, Eyang Ti hati-hati ya. Cepat Sembuh. Mas My doain operasinya lancar." Kaget mendengar bahasa dewasanya, padahal aku tidak pernah mengajarkan dia untuk menelpon dan memberikan support untuk Ibu. Aku hanya memberitahukan dia bahwa aku dan Nowo akan terlambat pulang, karena mau mengantar Ibuku operasi mata di rumah sakit.

Masih banyak lagi hal-hal amazing yang dia lakukan, membuatku sering terharu dan bingung belajar darimanakah anak sulungku ini?....:)

Monday, October 27, 2008

Minggu Kritis


Rabu. 22/10/08.

Setelah Fitness. Satu pesan singkat masuk.Dari Kiki, adik bungsuku.
Mbak, kaki dan perut Bapak bengkak lagi....
Aku kaget. Bayangan Bapak akan pulang dalam minggu ini lenyap.
"Apa karena jantungnya masih bengkak, ya, say?" Tanya Nowo. Pertanyaan yang aku tidak bisa jawab.
"Nanti sore aku ke rumah sakit, ya, Mas. Aku pulang sendiri saja," jawabku, mengingat suamiku akan lembur hingga dini hari nanti malam.
Sorenya, aku melesat ke rumah sakit....
Sempat ada pesan dari Ibu agar membawa jeruk, karena Bapak sedang ingin makan jeruk. Setelah itu, aku hanya menyaksikan Ibu dan Bapak begitu eratnya. Pemandangan yang sudah lama sekali tidak aku saksikan.
"Kamu temani Bapak echo, ya, nduk."
Aku dan Kiki mengantar Bapak ke ruang ICCU dan menunggu hasil Echo. Summary pemeriksaan : Selaput jantung Bapak masih ada airnya. Penyakit diabetes Bapak sudah menyerang jantung, paru-paru dan ginjal. Hanya secara keseluruhan fungsi organ tersebut membaik daripada pertama kali Bapak dirawat. Kemungkinan, hari Jumat Bapak bisa pulang. Lega rasanya.

Kamis. 23/10/08.

Jam 9-an, Telepon Ibu masuk,
"Nduk, Bapak sesak lagi."
"Terus?"
"Bapak sendirian. Rengga (sepupuku-red) sedang beristirahat di musholla."
"Sekarang gimana, Bu?"
"Masih."
Setelah itu telepon diputus. Suara Ibu serak. Aku membroadcast kondisi terbaru via sms ke semua saudara kandungku.
Tak lama, telepon dari Mbak Andri masuk.
"Mel, Ibu minta kita kumpul semua. Bapak kritis."
Setelah perundingan lewat telepon, akhirnya kami bertemu di kantorku dan lanjut ke rumah sakit. Di sana Kiki dan Erna, dua adikku, telah tiba. Sempat mampir ke Bakery rumah sakit buat membeli bacang ayam dan roti untuk makan siang Ibu. Kondisi Bapak payah. Nafasnya terengal-engal. Kasihan melihatnya. Tapi Bapak tersenyum melihat kita berlima. Kondisi Bapak berangsur-angsur segar. Kami masih terus di rumah sakit. Diputuskan oleh dokter, Bapak harus menggunakan alat lagi untuk obat jantungnya.
Jam 8 malam, kami pulang berenam.

Jumat. 24/10/08

Pagi tidak ada berita. Alhamdulillah, semua membaik.
Aku memutuskan fitness lagi pada sore harinya.
Sepulang fitness, Kiki menelepon. Mengabarkan hasil konsultasi untuk memohon bantuan doa dan apa yang harus kami lakukan untuk Bapak. Sepakat, Sabtu pagi kami akan berkumpul. Malam itu, Kiki dan Erna ke rumah sakit menyusul Ibu, karena kondisi Bapak kritis lagi.

Sabtu. 25/10/08.

Pagi haru, aku menyebutnya. Kami semua memohon maaf ke Bapak, dan ajaibnya Bapak memohon maaf kepada kami apa yang telah terjadi semuanya. Jadilah tangis berderai saat itu.
Hasil dari dokter, Lever Bapak sudah kena. Bukan itu saja, proteinnya juga bocor. Dokter memberikan saran obat, yang harga sebotolnya sekitar 1.2-1.6 jutaan. Kami ingin yang terbaik, kami setuju.
Hari itu, Bapak senang melihat kami berlima walau dengan nafas yang susah sekali. Ibupun tak ada raut lelah. Karena diantara kami, ada seorang pelawak, yaitu adikku Erna. Keluargapun bermunculan. Penuh dan riuh. Malam ini ditutup dengan mengaji bersama.

Minggu. 26/10/08.

Masih di rumah sakit. Bapak agak cerah. Obat sudah ditambah.
Aku dan yang lain tetap berusaha yang terbaik. Berdoa dan Berusaha. Allah tahu yang terbaik. Hanya satu pelajaran yang kami dapat, perselisihan hilang ditelan angin. Memaafkan menjadi ringan. Ikhlas. Ikhlas. Pasrah, yang artinya berdoa dan berusaha.

Thursday, October 09, 2008

Masih Ada Malaikat yang Terbangun


Selasa senja. Ibu menelpon memberitahukan Bapak sakit lagi dan kemungkinan harus masuk ruang ICU. Aku masih berkomentar, "kemungkinan,kan, bu? Mudah-mudahan aja nggak. Ntar kasih tau mel aja ya kalo masuk."
Tak lama, Kiki, adikku, menelpon.
"Mbak, Bapak harus masuk ICU. Paru-parunya kemungkinan sudah terendam air, dan tadi nafasnya sempat berhenti. Dokter bilang sudah parah, jadi ikhlasin aja."
Aku terdiam. Aku, kakak-kakakku dan adik-adikku tidak begitu dekat dengan Bapak. Dengan segala kekurangannya, dengan segala tingkahnya memperlakukan kami dan Ibu, membuat kami kesal dengannya. Ibu yang terus menerus mengajarkan kami berjiwa besar.
Nyatanya, saat itu, ketika aku bercerita dengan Nowo, suamiku, yang di sampingku, airmataku keluar. Kekurangan Bapak seakan tak menghapus kesedihanku.
"Ayo, kita ke rumah sakit," ujar Nowo langsung bergegas mengganti baju olahraganya segera.
Ibu sempat menelpon lagi, memberitahukan ruang ICU di Carolus penuh. Sekarang adik iparku, suaminya Erna, sedang mencoba menghubungi rumah sakit MH Thamrin.
---
Sepanjang jalan, Hpku selalu aktif.
Sesampainya di rumah sakit, aku melihat Erna dan Kiki sedang sibuk menelepon semua rumah sakit. Akupun kemudian tenggelam, mengingat, mengecek ke 108 dan menelpon semua rumah sakit yang kami tahu. Semua rumah sakit itu penuh ruang ICU nya. Ada yang kosong, tapi tak mau menerima Bapak, penderita penyakit gula yang parah. Di rumah sakit itu, penderita kayak Bapak harus dimasukkan ke ruang Isolasi, dan ruang isolasinya penuh. Mbak Andri dengan profesinya mencoba mencari jalur ke rumah skait-rumah sakit. Nyatanya, memang penuh. Semua saudara dariku ataupun Nowo yang berprofesi sebagai tenaga kesehatan kami coba hubungi. Tetap tak ada ruang yang tersedia.
"Apakah malam ini malaikat Izrail sedang banyak bergerilya, ya?" gumamku sekilas.
Terbayang Bapak di ruang UGD dengan selang-selang oksigen dan tidak boleh tertidur. Miris. Jamu tolak angin sempat menemani kami mengatasi angin malam di lobby carolus.
Sekitar jam 11 malam. Nowo membroadcast sms permohonan bantuan untuk orang-orang yang punya kenalan tenaga medis dimana saja untuk membantu ke teman-temannya. Satu persatu membalas. Nowo mencoba menghubungi nomor hp yang diberikan. Tidak diangkat. Iyalah, jam 11 lewat saat itu...
Sampai akhirnya, ada satu sms masuk yang memberikan 3 nomor seluler untuk dihubungi. Nowo menghubungi nomor itu. Malaikat yang belum pernah kami kenal sebelumnya mengangkat telepon, mungkin di tengah tidurnya, ada bisikan untuk menolong kami. Dengan sigap, dia mencoba cek keadaan rumah sakit tempat dia bertugas. Tak lama, berita baik kami terima. Ruang ICCU masih tersedia. Aku sempat memberitahukan Ibu tentang ini. Ibu yang saat itu di rumah karena penyakit vertigonya kumat, agak aneh mendapati rumah sakit yang jauh dari jangkauan kami, di bilangan mangga besar, bayangkan.... "Terserahlah, nduk, Ibu ikut aja." Dengan berbekal sebuah nama dari malaikat yang tak kami kenal, kami mengkoordinasikan semuanya. Dalam bilangan satu jam, kami menuju rumah sakit tersebut dan menyerahkan pada yang ahlinya. Malaikat itu tak hanya berhenti mereferensikan kami, tapi juga memantau keadaan Bapak pada siang harinya, dan mengirimkan pesan singkat tentang keadaan Bapak ke kami. Sampai sekarangpun, kami belum bertemu malaikat yang masih terbangun saat itu. Hanya rasa syukur dan terima kasih untuk pertolongannya yang kami tak lupa. Terima kasih untuk semuanya....Karena dialah, kami akhirnya bisa istirahat di rumah kembali pada pukul 3 pagi dan karena dialah, Bapak mendapatkan pertolongan yang tepat....

Wednesday, October 08, 2008

Idul Fitri


Ternyata...
Idul Fitri itu yang bertahun-tahun dirasakan masih indah.
Masih penuh syukur.
Masih penuh senyum.
Masih penuh doa yang berseliweran.

Allah nggak pernah tidur...
Allah memberikan semuanya menjadi indah.
Ibu tua yang tersungkur jatuh di kamar mandi dan tinggal bersama cucu-cucunya yang masih kecil di gubuk yang juga kecil
Didatangi malaikat tiba-tiba, memberikan semua hidangan yang ada di rumah...
Meninggalkan bahan pokok yang bisa dimasak sewaktu-waktu
dan menebarkan berita ke telinga semua yang bisa dijangkau

Seorang Ibu yang biasanya berkecamuk dengan urusan rumah tangga dan lima anaknya
yang juga ricuh dengan sensasi yang ada
dan bertanya-tanya apakah mungkin ada dana untuk menghadiahkan baju yang tidak seberapa harganya untuk anaknya berlebaran
ketiba rezeki dari Allah untuk bisa membeli baju, walau seharga paling mahal 25 ribu, tetap membuatnya tersenyum mengembang

Belum lagi, doa berkah yang bertebaran karena merasa dibantu untuk sesuatu yang tidak pernah diharapkan....

Doa syukur berkecamuk tiba-tiba mendapati anak-anak yang bisa tumbuh mandiri tanpa harus meminta ke orang lain
Membuat mata berkaca-kaca....

Perkenalan sekaligus silahturahmi yang terjadi dari anak yang selama ini tak pernah dilihat....

Ataupun hiasan tangan-tangan kecil yang meminta THR dari orang-orang yang mereka pikir memang pantas dipinta..
membuat tergelak...
membuat tersenyum....

Dia selalu menciptakan Idul Fitri selalu indah
membuat semua orang ingin membagi
bahkan ketika segerombolan ibu dan anak didepan mesjid menengadah
uang selembar yang seharusnya untuk melepas dahaga
diulurkannya dengan hati ikhlas...

Dibalik keajaiban sebulan penuh, ada keajaiban yang lain...
Semoga tahun depan kami masih bisa menikmati semuanya kembali
dengan hati yang lebih baik...
Amien.