Monday, April 11, 2005

Suamiku itu positif!

Rabu pagi. Saatnya mendengarkan wejangan dari Pak Mario di Ramakofm. Aku dan suamiku sudah bersiap-siap mendengarkan topik hari itu, yang pastinya akan sangat berguna bagi kami. Akhir-akhir ini kami memang seperti keranjingan mendengar suara positif yang disampaikan oleh Pak Mario tentang self development. Bagiku, mendengarkannya banyak memberikan input positif bagi kami untuk ke depannya.
Topik Rabu itu yang dibawakan oleh Pak Mario adalah tentang powerful atau powerless. Satu kalimatnya yang membawa alam pikiran saya adalah tentang seringnya kekuatiran orang akan masa depan. Padahal masa depan itu adalah masa yang paling baik, begitu katanya, jadi tidak perlu dikuatirkan. Yang terpenting adalah apa yang kita lakukan hari ini, doing right now.... Mendengar kata-katanya ini terus terang seakan menohok perasaanku. Aku seperti dibawa kembali ke kenyataan bagaimana akhir-akhir ini saya sibuk memikirkan masa depan saja, tanpa pernah melihat hari-hari yang dilalui.
Aku melirik ke arah suamiku. Seperti biasa, wajahnya tetap tenang, atau kalau aku sering menggodanya, sok cool... Sekilas dia sempat tersenyum, dan komentar pendeknya, " benar juga,ya, say, apa yang Pak Mario bilang."
Singkat. Padat. Aku hanya mengangguk-angguk tak jelas. Di satu sisi hatiku ada perasaan yang tak menentu tentang tingkah lakuku yang muncul menjelang awal bulan, saat mengisi tabel excel sheet untuk mengisi pengeluaran kami sebulan kedepan. Kalau dipikir-pikir tingkah lakukku ini benar-benar menyebalkan, aku sering mengeluh padanya tentang bagaimana masa depan kami kalau kami amsih seperti ini, belum lagi keluhan itu ditambah dengan teoriku tentang penurunan nilai hidup, dan tahu jawaban suamiku? "Tenang saja, say, rezeki pasti ada kok.."
Adduh... terus terang aku sering gemas melihat ketenangannya. Kadang bagiku, suamiku orang yang benar-benar 'lurus'. Malah ketika semprotanku mulai tak beraturan, dia masih bisa tersenyum dan diam. Dan bisa ditebak marahku seakan sia-sia...akhirnya diam merengutlah pilihanku.
Itupun berlaku bila aku mulai mengeluh tentang kebosananku di kantor, yang makin meninggi dari titik jenuh. Petuah-petuahnyalah yang sering menemani tangis kebosananku, dan lag-lagi sering tidak mempan. Namun bukan suamiku namanya, kalau dia bosan memberikan petuah. Ketika dia mendapatiku menangis bosan dengan kantor, dia kembali menjulurkan petuah-petuahnya, dan ampuhnya lama-lama aku merasa terbiasa, dan lumayan adem dengan petuahnya. Banyak benarnya sesungguhnya.... Hanya saja aku sering keras kepala untuk menanggapinya.
Itulah suamiku. Yang nyaris perilaku dan tindakannya begitu tenang dan positif. Karena dialah, aku sekarang punya jawaban untuk pertanyaan orang seputar kebetahanku bertahan di kantor, padahal tak sesuai dengan keinginan. Karena dialah, aku akhir-akhir ini sering merasa lapang menerima bagian rezekiku. Dan karena dialah, aku merasa positif untuk masa depan kami.
Sekali lagi aku melirik ke sebelah kananku, kulihat suamiku masih tenang mengendarai mobil tua kami, padahal arus lalu lintas sangat padat. Kalau ada orang yang mengeluh macet, dia hanya berkomentar, "Yah.. bukan Jakarta kalau gak macet, Pak."
Sesungguhnya dia orang biasa seperti aku, hanya saja aku bersyukur punya pendamping yang 'lebih' dariku, walau dia mungkin bukan pengusaha sukses seperti suami temanku. Atau mungkin dia bukan orang-orang yang hebat seperti teman-temanku. Tapi cukup, dia buatku...Alhamdulillah...

PS: for my lovely hubby, Nowo

No comments: