Friday, December 28, 2007

Hari Ibu (episode yang baru lewat)

Tanggal 22 Desember kemarin.
"Mas, tau gak Bunda kamu ini suka bikin kata-kata bagus buat Eyang Ti," ujar Ibu ketika kami sowan ke rumah Beliau. Aku mendadak kecewa. Karena tahun ini, aku agak-agak malas membuat kata-kata yang menggambarkan kehebatan Beliau. Kadopun baru aku beli sehari sebelumnya. Pembungkus kado plus kartu ucapan pun hasil membajak kakakku.
"Yah, Bu... Tahun ini Meli nggak sempat bikin," sahutku.
Ibu hanya tersenyum sambil membaca kartu yang isinya standard banget. Ini makin membuat aku menyesal. Coba aku cuplik sedikit kata-kata dari Khalil Gibran, Ibu pasti bangga menerimanya. Bagiku mungkin sepele, tapi bagi Ibu mungkin ini sebagai penyejuk di hari-harinya.
Bu, maaf sekali....
Bukan berarti waktu untuk Ibu adalah sisa waktuku
Bukan berarti sayangku ke Ibu adalah sisa rasa sayangku

Apapun yang pernah aku lalui bersama Ibu
Saat kita berselisih
Saat kita saling membicarakan tentang kita ke orang lain
Saat kita saling bercerita sambil tangan kecilku memijat betis Ibu
Saat kita saling mendukung dimasa-masa sulit
dan saat kita saling kangen
hanya bisa bicara lewat telepon
hanya bisa bicara dalam beberapa menit dalam seminggu
Ibu terlalu lekat di hatiku
Ibu seperti bayangan diriku sendiri dimanapun aku melangkah
Ibu yang membuat hidupku lancar dengan doa-doa Ibu yang panjatkan

I adore you, Bu...
Tak ada orang yang paling memnacarkan warna indah di hidupku selain Ibu


PS: buat Ibu, yang paling berwarna di dunia ini..:)

Thursday, December 27, 2007

Target 2008?

Tahun 2007 sebentar lagi usai. Teringat lagi session terakhir di kelas Dale carnegie sekitar September 2006. Kami ditugaskan membuat target 3 bulan kedepan diatas karton dan dengan penuh semangat plus strategy kita mempresentasikan target kita di depan kelompok. Anggota yang lain bertugas menyemangati atau bertanya.
Target yang aku tulis seingaku adalah mempunyai rumah sendiri untuk ditinggali, dapat kerjaan baru, menjalankan bisnis sampingan, memperkaya diri dengan bacaan untuk personality development (taela!), dan tentunya jadi Ibu yang lebih baik (standard banget,kan?). Nyatanya, 3 bulan memang waktu yang pendek buatku.
Awal 2007, sekitar bulan Maret (ini bukan awal,ya..:))), Nowo tiba-tiba mengajakku berikrar untuk tujuan tahun 2007, terpilihlah rumah.... Alhamdulillah, bulan Mei, proses pengambilan rumah baru.... At least, dua hutang di karton Dale Carnegie terpenuhi, punya rumah dan pindah gawe (ini bulan November 2006). Buat diri sendiri, mulai membiasakan buku-buku leadership ataupun manajemen ataupun apapun, yang jelas untuk memperkaya diri.... Agak susah... dan nyatanya dalam setahun cuma ada sekitar 5 buku yang dilahap. Setidaknya hutang di karton berkurang sedikit.
Nah, buat tahun 2008. Aku dan suami berikrar lagi, untuk berinvestasi, karena terus terang target 2007 ini menguras tabungan. Makanya, Nowo sering menyebut tahun depan adalah tahun investasi buat kami... Yah, semoga semuanya lancar....

Wednesday, December 19, 2007

Idul Qurban

Hari ini Idul Adha, kalau menurut event di Mekah sana. Di sini, seperti biasa, ketika berita wukuf Arafah diumumkan akan diadakan hari Selasa kemarin, tanggal 18 Desember 2007, tetap tidak ada pengumuman dari Pemerintah bahwa Idul Adha di majukan tanggal 19 Desember 2007, entah karena hilal tidak terlihat juga atau entah yang lain, intinya Lebaran Haji kali ini ada perbedaan lagi. Biasa dan normal, itulah indahnya....
Ingat qurban, ingat dulu sekali ketika aku ingin berkurban pertama kali.... beratttt... kambing seharga 400 smpai 500 ribuan... Gajiku 1.1 juta. Jadilah, setiap Idul Adha datang, aku tidak pernah siap kurban... Sampai ketika Ibu menawarkan tabungan kurban di kantornya, aku ikut. Cukup 25 ribu sebulan. Alhamdulillah, cita-cita qurban pertamaku terlaksana... Dan seterusnya, ketika Ibu sudah pensiun, tradisi menabung qurban Alhamdulillah masih bisa terus kami laksanakan. Sangat membantu, apalagi untuk mewujudkan cita-citaku, yaitu Insya Allah Helmy dan Dafi terus bisa berqurban....
Paling yang belum tercapai dari setiap Idul Adha adalah kapan aku bisa wukuf di Padang Arafah? kapan aku bisa mencium Hajar Aswad? kapan aku bisa melempar jumroh?.... Wah....
Tapi untuk Idul Adha kali ini, ketika Ibu di rumah sudah sibuk wanti-wanti agar aku menjemput hidangan Idul Adha ala Beliau, di dalam lubuk hatiku terdalam, ada keinginan tambahan...yang mungkin kalau dilihat urgentnya, ini lebih urgent.... Semoga.... Amiin....

Selamat hari raya Idul Adha...

PS: kalau ikut kalender hijriyah, Dafi tepat 2 tahun......

Wednesday, December 05, 2007

Aku (heran)

Kemarin,
ketika kata-kata putus asa terlontar. Aku heran. Bukan terbiasa seperti yang dulu. Juga bukan bosan mendengar keluhan-keluhan itu. Tapi, aku sering berpikir, hidup akan semakin berasa berat ketika kita mengeluh, mengeluh, kemudian putus asa terus-menerus.
Tapi,
Aku juga heran, mengapa aku kemarin-kemarin tidak bosan membangkitkan semangat juangmu. Mengapa kemarin-kemarin aku masih memberikan kata-kata motivasi. Aku bukan motivator, aku hanya ingin ada sisi lain yang bisa dilihat dari kesusahan, yang menurutmu sudah ada sejak kamu lahir.
Kamu tahu,
Hidup memang penuh konsekuensi
Kamu juga tahu,
Hidup penuh suka-duka
Kamu juga sangat-sangat tahu,
Hidup penuh masalah..
Mungkin buatmu, sangat mudah buat aku untuk berbicara begitu
Memang...
Tapi kamu tidak pernah tahu, apa yang selama masa anak-anakku, masa remajaku dan masa sekarangku, aku juga punya masalah yang menurutku tidak bisa aku lepas sedikitpun sampai aku menutup mata.
Allah selalu memilih setiap problem untuk hambaNya, itu yang sangat menguatkanku. Allah tahu aku bisa tough dengan masalah itu, Allah tahu aku lebih kuat dari teman-teman sebayaku. Allah pilihkan itu buatku.
Walau aku pernah kisruh, stress, tapi Allah selalu memberikan kekuatanNya untuk kupinjam.
Mengapa kamu tidak mencoba seperti itu?
Bermimpilah, karena Allah akan memeluk mimpi-mimpimu*
Bermimpilah, bahwa kamu tidak akan menutup usia dengan meratapi apa yang Allah tulis untukmu.
Bermimpilah, bahwa kamu akan mendapatkan yang kamu inginkan untuk hidupmu sebelum menutup mata.
Aku akan berdoa untuk itu.


*Dari Tokoh Arai, Edensor by Andrea Hirata

-Gumaman tadi pagi. Heran. -

Wednesday, November 14, 2007

Kompor Gas

SMS minggu kemarin dari adikku,
Mbak, besok siapin KK ama KTP, kalo elo mau gw ambilin kompor gasnya. Besok gw ke rumah elo.

SMS yang nggak jelas menurutku. Langsung, aku dial...
0828....
"Le, ada Erna?"
"Nggak ada. Kenapa, Mbak?"
"Nggak, cuma mau nanya ini kompor gas apa,ya?"
"O..itu kompor gas pembagian, Mbak. Di sini,kan, ada pembagian kompor gas."
"Loh, bukannya kompor gas itu untuk orang yang nggak mampu?"
"Di sini sih semua warga dapat, Mbak. Kalau Mbak Meli mau, bisa diambilin."
"Gak usahlah, Le.. Jatah Meli buat orang yang memang butuh aja." Jiwa sok santa klausku keluar.
"Loh, disini, kaya miskin dapat,kok. Jadinya mau,nggak?"
"Meli nanya Nowo dulu,ya, Le..", ujarku mulai merasa rugi kalau nggak ambil jatahku.

Jadilah,
"Nggak usah. Buat apa? Bukannya itu bukan hak kita?" Mas Nowo langsung memutuskan.
Setuju sekali.
Walaupun sebenarnya masih bertanya-tanya, kok pendistribusian kompor gas tidak sesuai berita di televisi, sih, yang katanya hanya untuk rakyat kalangan bawah, yang mayoritas masih pakai kompor minyak. Program pembagian kompor gas ini punya maksud mensosialisasikan atau memaksa rakyat terbiasa pakai kompor gas, agar hutang negara untuk subsidi minyak bumi berkurang.
Balik lagi ke topik, kalau semua wilayah diberlakukan sama seperti wilayah Ibuku, berarti penyebaran kompor gas itu tidak mengena, yang berarti tidak semua orang yang berhak mendapatkan jatahnya, dan berarti ada beberapa orang yang tidak berhak mendapatkan jatah orang lain. Nah, timbul lagi pertanyaan, adakah pengawasan dari Pemerintah untuk hal ini?..... Kalau katanya ada karena ada report, kalau katanya selalu mendapatkan laporan dari level paling kecil ke level yang lebih atas, kok bisa ya kebobolan? atau programnya udah direvisi?... Atau jangan-jangan Pemerintah nggak tahu persis jumlah warga miskin di tanah air mereka.....
Oh,God.... Buka mata dong... Mungkin lain kali kalau mau pengangkatan pejabat (artinya di semua level), mereka harus dites pengetahuan tentang bakal warganya, yah referensinya harus dari Badan kependudukan (ada nggak?) atau Badan Statistik, yang artinya itu Badan Pemerintah, yang artinya itu harus sering diupdate... Bukan dalam bilangan tahun, tapi dalam bilangan pekan mungkin lebih akurat...

Yah itulah... Baru program kompor gas loh... belum program BOSS.....
Walah... Buka matanya agak lebaran dong........

Tuesday, November 13, 2007

Aku Ingin....

Kemarin sore dari atas ojek menuju Carrefour Cawang, pikiranku melayang seperti biasa... Kali ini tentang beberapa keinginanku, yang kalau didaftar lumayan bikin malu... Tapi okelah, apalagi kalau ada yang bisa membantu...:)

1. Ingin pergi ke tanah suci. Dulu target awalku, kalau ada kesempatan, rezeki sama panggilan, aku ingin ke tanah suci untuk berhaji, malah targetnya sangat muluk, yaitu membawa keempat orang tuaku (Ibu, Bapak, Ibu Mertua dan Bapak Mertua) plus suami. Nyatanya, sampai seumur ini belum juga terpenuhi. Target diturunkan, kalau Allah belum mengizinkan aku naik haji, Umroh pun nggak apa-apa. Keinginan itu selalu timbul bila melihat orang lain ke sana, juga bila melihat gambar-gambar kota Mekkah. Pasti kalimat yang keluar dari mulut kami berdua sama, "Kapan ya kita ke sana bersama, ya?"

2. Ingin mempunyai mobil swift putih. Keinginan ini sering jadi bahan celaan suami. Wong, nggak berani nyetir ke jalan aja, ingin punya mobil. Dalihku, makin kecil mobilnya, aku pasti berani keluar dari kompleksku.

3. Ingin operasi Lasik. Ini bermula dari operasi katarak Ibuku. Cepat dan canggih. Jadi ingin punya mata baru yang cerah, apalagi setelah Mbak Ari cerita ketika bertugas mengantar Ibu check up pasca operasi, bahwa dokter mata Ibu ganteng... Bayangkan, bisa melihat dokter ganteng dari dekat tanpa kacamata.

4. Ingin mempunyai body seperti model-model di kalender Pierre Cardin UW. Namanya juga wanita, walaupun sudah pernah turun mesin dua kali, tetap ingin indah.. Langkahku sama suami lumayan serius nih untuk pergi nge-gym dari Senin sampai Jumat, kadang Sabtu malam juga, lumayan sudah berlangsung 1 bulanan (mudah-mudahan sih berlanjut terus dan yang penting harus ada hasilnya..)

5. Ingin jadi Penulis. Ini keinginan sejak dulu, dari bangku SMP, ketika karangan pertamaku dipuji guru Bahasa Indonesia, yang katanya sangat hidup, sampai sekarang. Tersalurkan lewat nulis di blog sih, walaupun blogku jauh dari bagus, masih kalah lah dibandingin blognya Ninit, Adhyt, Fira Basuki, Mamat, Anjar, Amel, Silvi, Belinda, Oka, cecep, tetap aku ingin jadi penulis. Ingin bisa menelurkan satu buku yang bisa dinikmati semua orang.

O, iya... catatan urutan keinginan ini bukan masalah prioritas.. Yang sangat-sangat aku inginkan urutan pertama dan terakhir. Buat urutan yang terakhir, terlepas dari tulisanku yang biasa-biasa saja, ada yang tahu cara mewujudkannya nggak??....

Monday, November 12, 2007

Rahasia Tanggal Lahir

Tadi pagi, jam 4.30. Becanda dan ngobrol ngalur-ngidul bersama suami setelah satu minggu sibuk, fun kita lewati bersama. Kebetulan hari ini tanggal 12 November, kata teman-teman suamiku, hari ini pelarian suamiku untuk merayakan ulang tahun bersama keluarga, padahal ulang tahunnya selalu kami rayakan tanggal 12 Oktober. Bingung?... Sama dong.... Jadilah,
"Hari ini kamu ulang tahun,ya,Mas"
"Iya, kasih selamat dong.."
"Berarti bulan kemarin kamu ultah yang ke 35, bulan ini ultah yang ke 36", ledekku. Suamiku tertawa mendengar ocehanku. "Enak aja.." ucapnya setengah mengantuk.
"Mas, kamu kok tahu sebenarnya ulang tahun kamu itu 12 Oktober?" Tanyaku mulai serius tapi setengah becanda juga sih.
"Kata Ibu," jawaban singkat khas suami.
"Ibu bilangnya gimana?" Pertanyaan tolol yang selalu aku ucapkan bila jawaban singkatnya keluar.
"Yah, gitu..." Jawaban singkat lagi.
"Yah, gitu gimana?"
"Ibu bilang, Mas sebenarnya lahir satu bulan lebih awal daripada yang tertulis."
"Aneh.. Kayak orang jaman dulu,lo..." Sebagai referensi, ulang tahun Ibu Bapakku juga karangan emak dan embahku, karena mereka tidak tahu persis tanggal berapa, yang emak dan embahku ingat saat orang tuaku lahir itu musim apa dan lagi perang mau kemerdekaan (buat Bapak) dan Pak Soekarno-Hatta sudah memproklamirkan kemerdekaan (buat Ibu). Jadi, wajar dong kalau aku sebut suami orang jaman dulu.
"Mas aja bingung, apalagi kamu," ujarnya terbalik dengan mata mulai setengah terpejam.
"Ye..terbalik deh kalimatnya. Kamu bingung, apalagi Mas,gitu dong.."
Suami tertawa kecil sambil menganggukkan kepala berkali-kali.
"Dulu,kan, Mas baru ngurus akte pas tes masuk ABRI," ujarnya.
"Datanya darimana?"
"Dari KK"
"KK dapat data dari mana?"
"Nggak tau"
"Surat lahir masa gak ada?"
"Mana ada Mas surat lahir"
"Yang ngurus KK siapa?"
"Yah, Bapaklah..."
"Jadi salahnya disiapa?"
"Nggak tahu, pokoknya kata Ibu, Mas lahir sebulan sebelumnya. Karena di KK tanggal 12 November, jadinya Mas lahir tanggal 12 Oktober."
"Kenapa di KK bisa tertulis salah,ya? Apa Bapak-Ibu lupa?"
"Kalau nggak salah, biar bisa masuk sekolah"
"Loh, aneh.. Wong umur kamu kan beda 2 tahun dari aku, sedangkan kita seangkatan, berarti kamu udah ketuaan, nggak ada alasan buat mengubah bulan bukan?"
"Hehehehe...Iya,ya... Gak tahulah.. Biarin aja teman-teman kantor salah.."
"Ih, orang jadul"
"Biarin" Sambil membalikkan badan siap tidur lagi.
Aku membalikkan badan tengkurap dengan kaki dan tangan melebar biar dia terganggu.
Benar, tak lama dia terganggu.
"Ih, kamu sekarang nggak mau berkorban, aku kan lagi pegal," rajukku. "Sholat Subuh, gih"

Aneh,kan, dari jaman pacaran dulu, aku suka merasa aneh kalau bulan Oktober dan November datang. Kalau lagi punya rencana surprise sebelum Oktober, aku ucapkan pas bulan Oktober...Kalau lagi nggak punya uang, Bulan Oktober cuma mengucapkan selamat ulang tahun, kado pas bulan November. Nah, kalau kayak sekarang, nggak dua-duanya, sok mau beliin baju koko buat Lebaran sebagai hadiah ulang tahun, padahal budgetnya juga dari pengeluaran lebaran keluarga... Suami nggak protes, karena waktu belinya pakai Citibank aku, yang sakti di outlet itu, yaitu dapat tambahan diskon 10%.
Ketika tagihan datang, yah bayarnya pakai budget lebaran.

"Awas ya kamu masukkin ke blog," ujar suamiku, ketika aku berkomentar rahasia tanggal lahir dia lucu juga kalau dimasukkin ke blog.
"Halah...kayak baca blog aku aja," jawabku sekenanya.

Yah, walaupun baca, maaf ya, Mas... Abis kamu sample unik...

PS: Buat Mas Nowo, yang berulang tahun hari ini menurut akte kelahiran dan KK...

Tuesday, October 02, 2007

20 tahun Aku Mengenalmu

Kemarin sore.
Sambil mendengarkan lagu Gigi, 11 Januari.
Lagu yang nyaris hampir sama dengan tanggal pernikahan kita
Aku menerawang...

20 tahun sudah
Aku mengenalmu...
Sejak aku berusia 13 tahun...

3 tahun diisi pertengkaran yang nggak penting
kata jerawat
kata centil
kata babe
kata bawel
selalu jadi sapaan tiap pagi dan sore
Sumpah, saat itu benci sekali melihatmu

2 tahun sesudahnya
diisi saling diam
kata halo
kata hai
yang menghiasi sapaan kita

11 bulan pacaran monyet
putus
tanpa sebab

dua setengah tahun
tenggelam
tak ada kabar
kabar hanya dihembuskan angin dari teman saja
selebihnya tidak

kemudian
bertemu kembali
berhubungan kembali
Bapak sempat menolak keras
tapi Ibu mendukung
Aku..
yah itu, percuma dicap anak paling memberontak
kalau aku tidak terus jalan

Sekarang
6 tahun menikah
masih sering ada rayuan gombal
masih sering tidak mengacuhkan
masih sering keluar ejekan yang nggak jelas arahnya
masih sering keluar bawelnya
masih sering protes
tapi sekarang
sudah bisa membentuk komplotan sama anak
untuk saling menyerang..

Nyatanya
Pertengkaran
Celaan
Obrolan yang ngalor ngidul
Obrolan yang sering tidak ditanggapi
Masih berasa indah..
karena aku sudah mengenalmu 20 tahun
dan yang paling penting,
karena kamu adalah pilihanku..


*Picisan amat ya... tapi sungguh, kemarin sore gw tiba-tiba tersadar sudah mengenal cowok disebelahku saat itu 20 tahun!*

Posisi Tidur




Ini posisi tidur 3 cowok di rumah.... Kalau melihat mereka tidur, suka takjub memandang kemiripan muka mereka bertiga, serasa jadi pendatang deh...:)

Wednesday, September 26, 2007

Aku kok Merasa Sia-sia ya?

Ramadhan sudah memasuki hari ke 14. Kemarin siang, ketika kajian Islam di kantor, SMS pengakuan terbang dari nomorku:
Puasa gw kayaknya sia-sia deh.. Susah ye menghilangkan gumaman ati ini... Baru tadi pagi, gw ngomentari Indri yang batuk, dan gak puasa karenanya.
Itu yang kurasakan sampai pagi ini, aku masih merasa puasaku sia-sia, yang didapat mungkin hanya haus, lapar dan ngantuk.

Jumat, 21 September 2007.

Puasa nyaris sempurna (menurutku, sih...Wallahu'alam). Tiba acara reuni ex-technical sales mobile di chatter box. Konspirasi dua ex-bosku membatalkan pahalaku. Terus terang, sebal, jengkel dan kesal. Awalnya, sih, masih aku anggapi biasa. Tapi makin kesini, yang satu memojokkanku dan yang lain menghiasi. Pas... dan sukses membatalkan pahala puasaku. Nggak ikhlas... Tapi yah, mungkin aku harus lebih dewasa ya? Jadi ingat komenku di blognya Amel: "kamu akan merasa sakit hati, bila kamu mengijinkan orang lain untuk membuat kamu sakit hati". Ternyata susah.........

Minggu, 23 September 2007.

Puasa berjalan seperti biasa. Di pertengahan hari, ada telepon dari kerabat Ibu. Bergumam gemas, geregetan dan bingung.. setelah itu pengumuman ke Mbak ari.. dan pahalaku sepertinya berkurang. Adduhh.. susah amat ya...

Senin, 24 September 2007.

Masih diwarnai kekesalanku pada hari Jumat, aku bercerita ke teman kantor. Jadilah cerita tidak satu kali..malah dua kali. Siang, bertemu Amel dan Jess, sempat curhat kesal lagi. Belum hilang euy.... Masih bertanya-tanya, sih, kok ada sih orang yang gak aware ya kalo maksud candaannya menyinggung orang, padahal orang itu sudah ngomong... Masih kesal karena mereka memojokkan....

Selasa, 25 September 2007.

Ini sih kayaknya kesalahanku murni. Aku bergumam, mendengar Indri tidak berpuasa karena sakit. Padahal kan kalau dipikir hak dia, dan setiap orang beda bukan?... Sok suci amat ya aku... Ih, norak....Terus terang, aku merasa bersalah komentar seenak udelnya. Mohon maaf ya, Ndri...

PS: hari ini, sebel atas kejadian hari jumat hilang sih, walau ada yang tergores....hehehehe

Mudah-mudahan disisa hari ini, Puasaku bisa sempurna... Amien.

Thursday, September 13, 2007

Catatan kecil buat Ramadhan

Kemarin siang sibuk memilih SMS terbagus untuk dikirim.
Setelah itu, sibuk mengelist nama-nama yang akan dikirim. Add, delete, add, delete...selalu begitu. Bukan karena pelit sama pulsa, tapi karena tagihan nomor selulerku kemarin mencapai 1.3 juta-an, yang berarti jatah 3 bulan, abis dan harus nombok.
"Yang bisa dihubungi pakai email, pakai email ajalah," ujarku ke suami.
SMS terkirim.
Ucapan Mohon maaf lahir dan bathin berlanjut hingga siang ini.
Senang. Terharu. Yah, karena Ramadhan telah datang, kami merasa harus menyamakan posisi pada semua orang, yaitu 0-0.

Hari ini, puasa mulai.
Agak-agak sakit kepala, karena kurang tidur. Kajian siang dipakai buat memejamkan mata sementara. Lumayan, menghilangkan rasa sakit. Hari ini juga, jam 11.29, Helmy minta ijin buka puasa, karena dia hanya sahur dengan secangkir susu. Lega dan terharu.
Ramadhan ini membuat aku ingin sekali...
Merasakan hikmah yang lebih dari Ramadhan lalu...
Merasakan kedekatan yang lebih kepada Sang Khalik...
Timbul kepekaanku yang lebih kepada sesama...
Menjadi ibu, yang berhasil membuat anaknya puasa untuk pertama kali...
Menjadi istri yang sempurna untuk suamiku...
Menjadi HambaNya yang ikhlas...
Menjadi HambaNya yang sabar...
menjadi HambaNya yang selalu bersyukur...

Dan tentunya bukan hanya untuk bulan ini saja, tapi seterusnya.
Ah, jadi ingat, aku sibuk sms-email ke semua orang, tapi aku lupa minta maaf ke orang rumah, kecuali Nowo, yaitu ke Mbak Ari, Bule, ama Ine..
Wadduh! Kenapa semalam, aku tunda ya??...

Met Beribadah ya....

Tuesday, September 11, 2007

Tips Belanja Cerdas

Tips singkat dari CosmoFM bersama Bank Commonwealth buat belanja cerdas :
Kalau keinginan belanja timbul, yang harus kita perhatikan
1. tanya pada diri sendiri, perlu gak?
2. tanya lagi, sanggup gak kita membayar dengan uang cash?
3. Kalo dua jawaban di atas iya, maka tunda dulu belanja barang itu sampai besok.

Fakta :
Aku sering mengalami itu. Nyatanya, kalau ditunda sampai besok, biasanya jadi il-feel (alias ilang feeling) buat membeli, kecuali kalau memang butuh banget.

Akhir kata, selamat mencoba....

Friday, September 07, 2007

Dampak Merger

Pernah mengalami merger di dunia kerja? Aku pernah, tapi merger masih dalam tahap pemula. Aku mengalami dua kali merger. Pertama, pada akhir tahun 1999, kantor lamaku, yang masih berbentuk project office merger dengan induk perusahaannya, yang sudah lama exist di Indonesia, yaitu PT Siemens Indonesia. Dampak merger yang sangat aku rasakan hanyalah berkurangnya beberapa fasilitas, namun bertambahnya beberapa perlindungan. Seperti, uang kesehatan yang tidak bisa dihabiskan dengan semena-mena, dalam arti belanja susu, sabun, sikat gigi dan lain-lain dengan taktik membeli di apotek, tepatnya apotek melawai; reimbursement yang seenaknya untuk beberapa keperluan perjalanan dinas, yang ketika merger sudah bergabung dengan allowance yang kami terima; uang overtime yang lancar kami terima sesuai catatan kehadiran kami. Nah, fasilitas yang bertambah, yaitu uang kesehatan yang unlimited plafonnya, tapi tak bisa digunakan dengan semena-mena..:) Merger kedua, terjadi sekitar akhir tahun 2005, yaitu merger dua bisnis unit. Dampaknya sama dengan merger pertama, karena kami dari bisnis unit mobile network terbiasa dimanjakan dengan makan-makan gratis, workshop kemana saja, memilih type laptop, belum lagi voucher belanja, jatah handphone plus pulsanya. Ketika merger dengan bisnis unit fixed network, semua fasilitas nyaris lenyap, bahkan ingat sekali ketika kami pertama kali gabung pas bulan Ramadhan, grup baru kami akan mengadakan buka puasa bersama, bos kami yang super kalem sempat memberi saran dengan suaranya yang perlahan ke Mbak Menik, team asisten kami, "Boleh.. tapi dananya setiap orang 100 ribu,ya"
Spontan, salah satu temanku, Silvi, yang duduk di baris paling depan langsung berteriak,"Hari gini 100 ribu!" Hahahahaha... Tapi bukan itu saja efek tidak enaknya merger yang terakhir, Bosku dulu sangat-sangat ingin menonjolkan anak buah lamanya, yang memang bisnis mereka, fixed network, sedang mengalami tingkat stagnan. Jadilah, perlombaan dimulai, dan aku tersudut.
Untunglah aku terselamatkan, ketika bahaya merger ketiga mulai berdengung. Sekarang posisiku adalah pendengar cerita-cerita teman lamaku tentang company baru mereka, yaitu PT Nokia Siemens Networks. Dari ketimpangan gaji, pekerjaan yang makin melimpah ruah (yah, jelas.. wong pekerjaan tiga orang di siemens harus dikerjakan oleh satu orang di Nokia), post power syndrome sampai terdepaknya beberapa orang. Miris dan bersyukur sudah selamat. Miris karena hidup memang keras. Kepintaran seseorang bukan andalan lagi untuk membuat posisinya aman, tetap banyak faktor yang menentukan, dari communication skill, how to behave to others sampai tentu saja garis tangan dari Yang DiAtas. Pastilah, keadaan awal merger dua company besar akan tidak mengenakkan buat semua pihak. Masa transisilah buat mereka. Beberapa yang sudah menjadi tradisi perusahaan harus berubah. Beberapa planning dari perusahaan harus juga berubah, dan kalau begini, siapa yang merasa terjepit? Pertama, yah, manajemen, sih.. kedua, yah, para staff... Terjepit, terus terdesak dan harus tetap bekerja, agar dapur tetap ngebul. Bahkan yang sangat-sangat menakjubkanku, ketika sahabat yang juga mantan bosku bertanya via telephone, " Mel, gw mau resign deh. Ada lowongan gak disana?"
Spontan, responsku:"Hah?! Gw nggak salah dengar nih? Bukannya Siemens itu udah mendarah-daging buat elo?"
Jadilah Temanku ini protes. Optimis mungkin bisa surut ketika situasi seperti yang dia alami. Kalau begini, kadang ada angan yang memenuhi benak, kapankah aku punya perusahaan sendiri?..Walah....

PS: Buat teman-teman di luar sana, tetap semangat!!

Monday, August 06, 2007

Akan tiba saatnya kita...

Kemarin sore, tepatnya Minggu sore, jumpalitan kembali. Maklum, sore ini lumayan sibuk, lepas mengantar Helmy yang tiba-tiba badannya panas ke dokter, aku harus siap lagi untuk ke pesta nikahan guru TKnya Helmy. Nowo melesat ke kamar mandi duluan. Aku cuma meringis merasa keduluan. Terpaksalah, aku sholat Ashar dulu, sambil terus menjawab pertanyaan Helmy yang lumayan banyak.
"Bunda, Mas Mi ikut,ya," ujarnya.
"Boleh, mandi gih.."
Helmy pun melesat ke kamar mandi depan. Aku kembali meringis, sialan kali ini aku keduluan lagi. Nowo sempat heran melihat Helmy mau ikut, padahal di dalam hatiku, aku bersyukur Helmy ikut, karena aku nggak yakin gurunya akan mengenalku tanpa Helmy.

Singkat cerita.
Setelah berpakaian, aku mengambil make up case aku. Make up case ku ini bentuk fisiknya adalah, kotak plastik kecil merk lionstar yang ada pegangannya, dan seingatku harganya hanya 10 ribu rupiah.
Tiba-tiba saja aku tersenyum sendiri menggapai kotak itu. Aku ingat sekali, dulu sebelum aku memiliki anak dan sampai Helmy kecil masih tak berdaya, aku memiliki meja rias. Seperti pada umumnya, meja rias itu dihiasi berbagai macam make up ku, dari parfum, bedak, eyeshadow, blush on, dan teman-temannya. Ketika Helmy mulai berdiri, satu persatu 'perabotan lenong'ku ini dilempar-lempar dengan enaknya, jadilah pecah berantakan. Sempat gemas, sih, tapi yah sudahlah... Ketika aku menemukan kotak plastik ini, timbul ide untuk menempatkan 'perabotan-perabotan'ku. Kotak itu aku simpan di lemari pakaian, dan meja rias aku singkirkan dari kamarku.
Kadang ada kerinduan untuk memilik kamar yang teratur dengan meja rias yang diatasnya 'perabotan'ku terletak rapi dan teratur, sehingga kesalahan mengambil kuas, mencari rautan pensil alis bisa di minimalkan.
Melihat kotak itu sore ini tiba-tiba menginspirasikan aku tentang perjalanan hidup orang. Kotak itu bisa aku bilang wujud pengertianku pada anakku, tentang hal yang harus aku selamatkan tanpa menyakiti anakku dengan larangan atau omelan. Sepele sih memang, tapi begitulah yang kerap dilakukan orang tua. Demi menghindari anak luka, orang tua kerap menemani setiap langkah balitanya, demi membuat anak mandiri untuk bisa makan sendiri, orang tua kerap rela lantai rumah yang baru dipel kotor dan lengket kembali. Tapi, pernahkah kita merasakan mudah juga ketika orang tua kita menjelang usia senjanya mulai bawel meminta perhatian ini-itu disela-sela kesibukan kita? Pernahkah kita merasa tak jenuh mendengarkan keluhan mereka yang sebenarnya sangat tidak penting? Jarang sekali itu yang aku rasakan... Mengapa kita dengan mudah mengerti anak kita, tapi susah mengerti orang tua kita? Kalau jawabannya kadar cinta, benar sekali. Aku sih berpikir, kita sering memandang orang tua kita lebih berpengalaman masalah hidup, maka ketika tiba saatnya kita diminta mengerti mereka, sugesti yang tertanam itu susah dihilangkan, benar,gak? Beda dengan pandangan ke anak-anak, kita selalu merasa mereka tidak tahu apa-apa, sehingga rasa memaklumi akan sangat mudah terealisasikan...
Kembali ke kotak plastik lagi, aku seperti melihat bahwa suatu saat nanti, ada saatnya aku akan dimengerti anak-anakku, tepatnya aku butuh pengertian mereka. Cara mereka agar mereka tak repot, tapi aku tak merasa sakit hati. Cara mereka agar kita tetap merasa dihargai. Akan tiba saat itu... dan semua menjadi salah satu inspirasi untuk mengingatkanku...

Monday, July 30, 2007

Hantu dan TINEM

Buat Prolog:
TINEM itu ajang uji kreativitas para vendor yang dituangkan dalam bentuk request for proposal. TINEM sendiri menurut ceritanya berbentuk dari kata Telkomsel Infrastructure Network Evaluation Management (kalau tidak salah begitu..). Nah, sebagai kaum dari network operator (Telkomsel-red), aku dimasukkan di tim. Yah, nggak di Siemens, gak disini masih saja ketemu yang namanya TINEM. Nasib...nasib...

Kala penyusunan.

"Mel, besok bawa baju ya," ujar Panca, teman kantorku yang hampir menjadi Bosku.
"Untuk?"
"Untuk ke puncaklah, kita kan mau nyusun TINEM"
"Oke"
Dalam hati, sih, kok ya mendadak banget sih. Tapi sudahlah....

Besoknya.
"Mel, kita ditunggu bis."
"Trus?"
"Nah, itu.. Perlu gak ya kita ikutan? Nama kita kan gak ada di Nodin (Nota Dinas-red)"
"Eh, gimana kalau elo sms-in Pak Dedi (my GM-red). Tanyain kita butuh pergi, gak? Masalahnya, gw lagi meeting 3G aplikasi, nih"
"Oke"
Tak lama.
"Mel, kita disuruh pergi"
"Oke, I'll go"

Melesat ke tempat kejadian.
"Mbak Meli tidur sendiri, ya"
Aku masih mengangguk pe-de. Biasa, di beberapa kejadian selalu aku jadi cewek sendirian di team. Ingat banget deh, waktu workshop di Bandung, berhubung aku cewek sendiri, mereka sok toleransi balik ke hotel seabis makan malam, dan setelah memastikan aku masuk ke kamar, mereka lanjut gaul malam. Pas paginya, jam 7, aku telponin kamar mereka satu persatu, belum ada yang sadar. Malas, kan, aku harus sarapan sendiri. Jadilah cewek korban ini, menghabiskan pagi panjang di kamar tidur.

Meeting break, jam 6.30 sore.
"Abis makan, kita ngumpul lagi jam 8, ya."
"On time?" celetukku
"Iya, on time," komando Pak Malemta, yang paling dituakan di tim core, karena yang lebih tua tidak bisa hadir.

Jam 8.
Mau mulai miting jam berapa?SMS ku ke nomornya Panca. Maklum aku sudah wangi dan siap di lobby ruang meeting dengan manisnya.
Jam 8. Kamu dimana?
Di depan ruang miting
Oke, aku kesana ya


Jam 8.30
Baru mulai meeting.

Jam 12.00
Meeting selesai dengan kelelahan menahan kantuk dan menyimak perdebatan yang makin panjang.
"Eh, elo tau, gak, semalam kan gw udah tidur disini. Terus, gw dapat kamar pojok. Lampunya tiba-tiba mati. Trus, gw tolak pinggang aja, gw bilang, iseng amat sih, ganggu gw." Pak Malemta mulai bercerita.
"Ya...Pak Malem, saya kan tidur sendiri," teriakku langsung. Di luar memang gelap banget, belum lagi suasananya, mana lampunya irit. Mungkin maksudnya biar romantis kali', secara dingin dan gelap ya....
"Loh, sekarang kan belum malam Jumat. Besok tuh baru takut. Atau ada yang mau nemeni?" jawab Pak Malem iseng.
"Mel, aku anterin kamu ke kamar deh... Tapi temenin aku juga dong," ujar Panca berbaik hati tapi juga minta baik hatinya yang lain.
"Elo takut, Nca?"
"Iya"
"Wah, elo aja takut.. apalagi gw ya"
Kamarku berada di area lain dari tempat meeting. Harus jalan menanjak, turun, dan jalanannya gelap lagi, baru masuk ke area kamarku.
Sesampainya di areaku, meeting tim radio masih berlanjut. Untuk mengurangi rasa takut, aku masuk ke ruang meeting itu. Mengamati mereka. Capek juga sih, terpaksa deh ke kamar. Sempat nanya kamar para sekretaris, siapa tau mau berbagi denganku, tapi gak ada yang tau kamar mereka.
Sampai kamar, buka laptop, browsing sampai ngantuk. Alhamdulillahnya, tim lain meetingnya sampai pagi (kayaknya) dan suaranya bising, jadi lumayan menghilangkan rasa takut.

Besoknya.
Pas sarapan.
"Di Lembayung kan emang serem, apalagi kamar yang pojok," cerita Pak Ari.
Wadduh, aku kan tidur sendiri dan di Lembayung.

Malamnya.
Jam 12.00. Meeting terakhir usai.
Seperti biasa, diantar Panca dan Agus ke kamar.
Malam ini, meetignya orang radio dan bisnis sudah beres. Masuk kamar berasa sepi. Buka laptop lagi saja deh sambil nge-blog.
Malam kedua sukses. Tanpa apa-apa.

Paginya.
Pas pulang bersama Panca dan Ronaldo. Obrolan Panca seputar makhluk halus, dan konon dia bisa melihat. Tempat yang dia tahu ada yaitu di meeting room, di depan meeting room (pantas, selama 2 malam, aku sms dia pas aku nunggu di depan ruang meeting, dia langsung nongol), di toilet yang bawah tangga (wadduh, itu tempat langgananku pas nghabisin bercangkir-cangkir kopi item. Untung udah pulang tahunya..).

Karantina kedua, di Bandung. Bisa lolos, gak ikut, karena ke Lampung.

Karantina ketiga, penyusunan kriteria penilaian, di puncak lagi. Lain tempat.
Untunglah, ada satu sekretaris saja, jadi kami berbagi kamar. Tinggal di cottages, dalam arti satu rumah beramai-ramai.
Berangkat kesana setelah Maghrib, bersama Panca. Berkali-kali dia ngerem mendadak, dan membunyikan klakson, padahal jalanan kosong.
Jadilah aku yang tadinya memancing pembicaraan, hanya terdiam kaku, dan kata yang keluar hanya,"liat apa, Nca?"
"Ada yang mau nyeberang"
Nyasar pula, Panca putar balik mobilnya. "Nca, serem juga ya jalan ama elo"
"Kenapa?"
"Yah, gitu... karena gw sudah tahu elo bisa lihat, jadinya aneh aja ngelihat elo ngklakson"
"Pantes.. diam dari tadi"

Setelah makan malam.
Pembagian kamar. Panca bersikeras tidak mau tidur sendiri. Padahal Cottage kami sudah penuh, dan cottage lain tidak ada yang menghuni.

Paginya.
"Di kamarku ada penunggunya, gede dan seram" cerita Panca. "Tahu gak bedanya makhluk halus sama biasa?"
Aku dan Deskha menggeleng.
"Aku pernah ada di suatu tempat, nah bulu kudukku berdiri. Padahal rame banget, aku amati satu-satu, nah pas lihat satu orang, aku baru ngerti itu bedanya makhluk halus ama manusia."
"Apa, tuh?" Pikiranku langsung menerawang ke film-film horor.
"Tidak ada garis ini," jawabnya sambil menunjuk bawah hidungnya. Garis antara hidung dan bibir. Ih.......

Malamnya. Jam 11 malam.
Aku balik ke Jakarta. Lagi-lagi bersama Panca dan Indra. Sebelum pulang, dia sempat wanti-wanti agar Ronaldo tidur bersama Agus, jangan di kamar yang dia tempati. Kamar lantai bawah, sebelahan kamar tidurku dan Deskha. Deskha bertekad gabung cowok buat tidur.
Sesampai di parkiran mobil.
"Emang hantunya iseng, Nca?" tanyaku.
"Yah, kalo sendirian, pasti diliatin sih," jawab Panca. "Wong Pak Bro aja pas aku ceritain tidur di tempat yang nanjak, dia bilang, bukannya cottage yang itu yang paling serem."
Uiiihhhhh.....
Sepanjang jalan, Panca tetap dengan kebiasaannya. Mengerem, membunyikan klakson, dan untungnya, dia tidak berkata-kata," Mel, kirian dikit" Aku memang memilih tempat belakang, biar bisa tidur dengan puas. Tapi mengingat ke'bisa'an temanku ini, kantukku hilang, Zikir dan tasbih mewarnai hatiku.
Sampai dengan selamat di wisma mulia dalam waktu 45 menit.

Paginya dikantor.
Agus datang jam 10.
"Jeng, untung pulang duluan."
"Loh, ada apa?"
"Semalam si Niko ama Mas Wawan diganggu. Akhirnya kita tidur rame-rame di bawah"
"Gimana ceritanya?"
"Mas Wawan cerita seram. Nah, pas mereka siap-siap tidur, tiba-tiba kran air di kamar mandi ada yang buka. Ama Mas Wawan dimatiin. Pas mereka mau tidur lagi, Krannya dibuka lagi... Jadilah mereka ngibrit ke bawah"
"Aku senangnya, jadi rame deh ruang bawah, aku bisa tidur dengan nyenyak," sambung Ronaldo.
Aku hanya nyengir. Gak bisa membayangkan lagi.
Sambil berharap, semoga karantina selanjutnya jangan ditempat yang spooky.

Friday, July 27, 2007

2 Pelajaran dalam 1 hari

"Mel, jangan-jangan elo gak tahu bedanya zakat mal ama zakat propfesi?" ujar temanku, Yoso, ketika dia menghampiri mejaku. Pertanyaan dia merupakan kelanjutan dari diskusi kami via YM tentang zakat.
"Tahu gw...." ujarku segera.
"Alhamdulillah kalau tahu...."
"Tapi, gini, So, kalo di bank syariah, misalkan kita punya tabungan, maka bagi hasilnya yg kena zakat"
"Ih, nggak.... Pokoknya juga kena kalau menurut yang pernah gw baca."
"Masa' sih? Bukannya kayak rumah dijual, itu yg kena untungnya?"
"Nggak. Contoh juga, umpamanya elo punya kios. Maka itu akan berkembang kan nilainya, dan elo wajib zakat. Itu yang namanya zakat harta."
"Nah, rumah elo gimana?"
"Yee....... gw kan masih utang," sahutnya cepat.
Pembicaraan usai. Aku bimbang lagi. Beberapa tahun yang lalu, pertanyaan zakat pernah aku tanyakan ke temanku, yang aku percaya sangat mengerti tentang zakat. Perbedaan pendapat ada, bahwa zakat hanya bagi hasil saja atau hasil usaha. Mengingat hal itu, aku mempunyai keinginan yang kuat untuk membeli kitab zakat. Malang sekali, 2 toko gramedia kehabisan stok Kitab Zakat Yusuf Qardhawi ataupun Pak Didin dari dompet dhuafa. Jadilah, aku membeli satu buku saku yang berjudul 124 pertanyaan tentang zakat. Jelas-jelas sekali, aku salah persepsi. Ada kebimbangan dihatiku, satu sisi aku sedang menghemat-hemat uang tabunganku untuk membayar DP rumah yang baru kuambil (dan jumlahnya bisa dibilang sangat ketat), satu sisi aku takut membawa keluargaku ke neraka, yang notabene keluargaku sangat mempercayakan pengelolaan keuangan termasuk zakat padaku. Yah, setelah dipikir-pikir panjang, aku bisa mengambil keputusan yang seharusnya diambil. Aku ajukan rencanaku ke suamiku, sperti biasa Nowo hanya bilang,"Bayarlah, say.. Mas percaya dengan kamu". Langkah pertama, aku keluarkan berkas kami, mulailah aku menghitung satu persatu, ternyata tidak terlalu banyak (itu menandakan asset kami tidak banyak juga...hehehehehe). Balik ke suami dengan proposal jumlah, "Atur aja", sahutnya.
Esok paginya, aku mampir ke atm, mentransfer jumlah tersebut. Lega rasanya... Jadi kalaupun saat ini aku tidak ada umur (fenomena meninggalnya Taufik Savalas di usia muda sempat menggugahku, agak telat ya...), aku boleh agak lega karena sudah menunaikan amanat.

Siang harinya.
Say, gaji mas sudah masuk... Bonus sudah diterima, jadi totalnya xx
SMS singkat mampir di handphoneku. Alhamdulillah, untuk menambah bayaran DP rumah.
Asyikkk..... Balasku singkat.

Sorenya.
"Udah baca HRIS?" tanya Budi, teman kantorku.
"Belum euy"
"Jasprod jadi masuk bulan ini," jawabnya. Aku ber'oo panjang, karena yakin ini jasprod untuk tahun 2006, berarti aku akan dapat 1/3 nya atau malah hanya 1/6 nya.
Tapi tetap ngecek. Disitu tertulis insentif extra untuk produksi bulan Januari-Juni 2007, it means aku dapat full dong....
Cek ke 10104... Dapat kabar bagus.
Alhamdulillah... buat nambah DP rumah....:)

Malamnya.
SMS curhatan temanku masuk. Kasihan. Tapi bingung mau ngapain. Hanya berusaha membesarkan hatinya, walau aku yakin tak ada efeknya buat dia.
Ah, hari ini...
Menjelang tidur, aku merasa bersyukur, hari ini mendapatkan dua pelajaran.... Yang pertama, Allah akan menjamin hambaNya, tinggal kita, sebagai hambaNya menjalankan apa yang Dia pinta. Kedua, setiap pasangan itu pasti ada sifat tolak belakangnya, dan Allah menciptakan itu, agar pasangan yang kualitasnya lebih buruk bisa melihat dan belajar dari pasangannya. Allah tidak akan mengubah kita bila kita tidak mau berubah.

Malamku pun ditutup.

PS : catatan di salah satu perjalanan hariku. Tulisan ini hanya untuk mengingatkanku dan bukan bermaksud untuk riya' ataupun sejenisnya, dan Ya Allah jauhkan aku dari sifat riya'. Amien.

Wednesday, July 25, 2007

Wanita itu Koordinator Paling Hebat

Minggu kedua Helmy masuk sekolah. Aku dan suami mengantarkan Helmy ke sekolah, karena mobil jemputannya tidak datang. Sepanjang jalan suamiku mulai menginterogasi, apakah aku sudah mendaftarkan Helmy untuk mobil jemputan, apakah aku sudah menginformasikan alamat rumah dengan benar, dan apakah mobil jemputan baru beroperasi ketika kami sudah membayar, sedangkan aku belum membayar iuran mobil jemputan. Cukup bawel, sih, mengingat pada hari Sabtu sebelumnya, aku sudah menginformasikan tugas rumah tanggaku lewat telpon, karena Nowo, suamiku, lembur. Aku jelaskan detail semuanya. Itupun masih diulang, ketika dia pulang dari kantor.
"Sudah, Mas... Aku sudah urus semuanya. Berhubung hari Sabtu kemaren, aku hanya bawa uang seratus ribu, aku bilang ke TUnya, bahwa iuran antar jemput akan dibayar hari Senin. Dan menurut TUnya, that's ok... Helmy tetap akan dijemput, kok."
"Mungkin saja supirnya nggak mau," ujar Nowo.
"Mungkin lupa kali'... tapi aku yakin sih nggak. Yah, udahlah, nanti aku turun sekalian bayar"
Setelah membayar iuran..
"Bagaimana?"
"Iya, supirnya sepertinya lupa. Tapi siang ini Helmy udah boleh naik mobil antar jemput."
"Kamu udah bilang ke Helmy?"
"Udah, aku bilang ke Helmy, kalau bingung mobilnya yang mana, tanya aja ke Miss Ratih."
"oo..."
"Terus, kalo Helmy belum tahu juga gimana?" pancingku.
"Iya, tuh, Say... gimana?"
"Aku udah bilang kok ke Ine (sepupuku-red), agar sebelum jam satu dia kesini, buat make sure Helmy naik mobil antar jemput."
"oo..." ber'oo panjang lagi.
"So, beres ya tugasku buat urusan ini. Repot deh emang kalau jadi asisten rumah tangga kamu."
"Kan kamu menteri urusan..."terpotong
"Rumah tangga?" selaku. Nowo tersenyum mengangguk.
Di lain waktu.
"Say, jangan lupa transfer"
"Kapan ya mas, aku ada meeting jam 9 nih"
"Aku sibuk, kayaknya pas jam makan siang gak bisa cabut tuh," sahut suamiku.
Aku hanya diam. Sampai di kantor, aku pergi ke atm, mencoba transfer. Tidak berhasil, karena melebihi transfer limit via atm.
Mas, nggak berhasil tuh transfer lewat atm. Sepotong sms aku kirim
Kasihan banget kamu, terus gimana? Klik, reply-an singkat mampir ke handphoneku.
Aku inisiatif pergi ke BSM sahardjo langsung, mumpung masih jam 8 pagi.
Aku sedang perjalanan ke BSM naek taksi. Ongkosnya diganti ya....
Aku kirim SMS singkat. Tak ada balasan.
Pulang dari BSM, di dalam taksi, aku telepon suamiku.
"Mas, sudah beres."
"O,iya, ya, kamu jadi ya... terus naek apa?"
"Ye.... SMS aku gak dibalas."
"Sibuk nih, sorry deh..."
"Terus siapa yang bayarin ongkos taksi aku?"
"Ada,kan?"
"udah, deh... Daaaaaagg..."
Klik. Pelaksana, penyandang, dan pemerhati itulah aku saat itu.
Memang sih menjadi wanita berarti berurusan erat dengan urusan domestik. Buat wanita bekerja seperti aku, kadang di sela-sela waktu kerja perlu memikirkan trik, supaya urusan rumah tangga beres. Apalagi sering kali urusan-urusan, seperti dua contoh diatas, secara tidak langsung wanita, sering sebagai koordinator, planner juga, decision maker juga, kadang-kadang jadi penyandang dana juga, dan sering kali jadi pelaksana.
Itulah hebatnya wanita, punya akal dan otak yang sama dengan pria, tapi kumpulan hal-hal diotaknya tidak hanya berisi pekerjaan kantor seperti para pria, tapi juga urusan domestik. Aha, jadi ingat dengan Ibuku, yang notabene wanita bekerja juga. Dulu, betapa sebalnya aku kalau Ibu mulai bising mengatur ini-itu di acara keluarga, dan rumitnya acara keluarga kami bisa dibilang sering sekali. Belum lagi, kalau tidak sesuai dengan hatinya, Ibu akan menggerutu atau ngomel panjang lebar. Biasanya kalau itu terjadi, aku memilih cara aman, yaitu bersembunyi di kamar. Setelah acara selesai, biasanya vertigo Ibu akan kumat, Beliau akan butuh istirahat panjang laksana usai bertarung. Kalau aku pikir saat ini, benar juga kalau Ibu bising, coba kalau tidak, jangan harap acara akan berlangsung sukses, mungkin saja kita akan berleha-leha karena tidak ada instruksi. Selain acara-acara itu, aku juga ingat bagaimana repotnya Ibu mengatur waktu Beliau untuk mengambil rapor kami berlima, dan biasanya Bapak hanya membantu mengurangi tugas Ibu dengan mengambil rapor kakak pertamaku. Kebayang sekali,kan, repotnya Ibu... Belum lagi tugas beliau ketika awal semester, membagi pundi-pundi, yang aku yakin sekali sudah Beliau siapkan beberapa bulan sebelumnya, agar uang kuliah kami berempat bisa terpenuhi. Asal tahu saja, kami semua kuliah di Universitas swasta, dan menurut Ibu, setiap awal semester dulu, Ibu perlu menyiapkan uang sebesar 10 juta untuk kami, di luar uang buku, diktat kuliah ataupun uang praktikum, dan Bapak berperan memberi gaji Beliau, tanpa perlu pusing bagaimana memutar uang yang ada, agar cukup untuk semuanya.
Masih-masih banyak lagi contoh yang aku lihat dan alami, bahwa wanita itu adalah makhluk yang hebat, mampu mengkoordinir segala sesuatu, dengan tangannya sendiri dan tentu saja support dari pasangannya. Ibuku adalah contoh terhebat yang aku punya...:)

Thursday, July 05, 2007

Inisiatif atau Ide?

"Saya melihat tak ada satupun diantara kalian yang inisiatif...." Pesan dari Bos besarku di tenagh-tengah meeting internal. "Coba deh, kalau ada ide sekecil apapun, sms ke saya, nah, ini dari sekian banyaknya anggota tim kita, belum ada yang memulai memberikan ide"
Kami, satu tim, hanya duduk dengan pikiran masing-masing. Akupun melakukan hal yang sama. Saat itu, bergelimangan beberapa pertanyaan, tepatnya pernyataan, di otak untuk memberikan arti lain tentang inisiatif. Tapi, balik lagi ke status karyawan baru yang aku sandang,dan balik lagi ketidak-tauan aku tentang sifat Bosku ini, aku cukup memainkan pikiranku sendiri.

Meeting usai.
Intinya, Bosku ingin ide-ide baru dari kami, dan ide itu merupakan wujud inisiatif para staffnya. Kalau dilihat dari definisi inisiatif yang aku tahu, inisiatif adalah tindakan yang dilakukan pada saat tertentu dengan kesadaran sendiri. Entah benar atau tidak, karena ketika aku mengecek di wikipedia, kata initiative adalah petisi yg dikeluarkan oleh segerombolan massa... walah... jauh sekali kan artinya? Mungkin initiative itu adalah istilah untuk petisi yang terjadi di dunia Amerika sana.
Balik lagi ke topik, memberikan ide baru, benar sekali itu satu hal inisiatif yang luar biasa. Makin luar biasa lagi, kalau ide itu dilengkapi dengan pros-kontras, sisi ekonominya bagaimana, kendalanya apa, pemecahan masalahnya apa, lalu terakhir bagaimana mengimplementasikannya. Wujud lain inisiatif adalah melakukan kerjaan dari Bos, dengan cara yang dia dapat sendiri, termasuk memecahkan masalah yang terjadi, termasuk mencari cara yang termudah, termasuk juga mengeluarkan ide-ide ketika semua cara stuck di tempat. Itu menurutku.
Dari cara orang bekerja, dari cara orang memandang masalah, kita bisa melihat kemauan kerja dan kadar inisiatif yang dipunyai oleh orang yang bersangkutan. Bagaimana untuk bisa melihat staffnya inisiatif? Cara yang pernah dilakukan oleh mantan Bosku menurutku cukup comprehensive, yaitu dengan meminta pendapat pada leader, anggota tim yang menggunakan jasa staffnya. Contoh, dulu ketika aku di Siemens, aku menjadi technical sales buat account Telkomsel, nah, mantan Bosku akan menanyakan sumbangsihku ke technical sales manager untuk Telkomsel, ke para anggota tim (dalam arti bisa anak-anak TAC, anak-anak field) yang memang bekerjasama denganku. Dari situ, bisa ditarik garis lurus, di level manakah inisiatifku berada.
Memang, sih, cara itu memerlukan waktu yang lumayan banyak, networking yang cukup bagus dan konsistensi evaluasi yang harus dilakukan. Beda sekali, ketika para Bos menilai inisiatif dari ide-ide baru yang muncul, cukup mendengarkan di tempatnya, atau membaca lewat handphone atau PCnya. Padahal menurut pengalaman, ketika para staff terkungkung di pekerjaan rutin, ketika para staff tidak punya waktu banyak untuk menjelajah teknologi, ketika sharing knowledge atau experience kurang, dan ketika pengalaman untuk ikut seminar kurang, ide-ide baru akan sulit keluar. Jangan,kan, memikirkan ide baru, wong menangani pekerjaan yang terus berdatangan saja sudah cukup pusing.....
Intinya, sih, aku kurang setuju kalau inisiatif diukur dari ide-ide baru. Inisiatif punya makna lebih luas. Nah, sekarang yang dibutuhkan tempatku ini, Ide-ide baru atau inisiatif?...

-Pikiran ketika meeting berlangsung. Bukan pembelaan seorang staff, tapi lebih ke arah urun pendapat.-

Monday, June 18, 2007

Motivasi itu yang menguatkan

"Bu, Kiki sakit apa?"
"Kata Mbak Andri, sih, stress. Kan dia udah di kantor baru, Mel..."
"Iya, Meli tahu kok, Bu. Waktu Meli di Lampung, Kiki nelpon, Bu. Katanya dia gak betah."
"Iya, katanya sih, teman-teman barunya gak ramah. Mbak Andri sih ngebilangin dia kalo kerja dimana aja, namanya lingkungan baru emang begitu."
"Hehehehehehe.... kemarin Meli juga bilangin sih, Bu, sebagai orang baru, kita yang seharusnya menyesuaikan diri. Kayak waktu Mbak Ari baru masuk, Meli nyaranin agar Mbak Ari bawa cemilan gitu, terus sok akrab aja nawarin teman-temannya, ternyata berhasil."
"Malah sekarang kayaknya betah tuh," sambungku Ibuku.
"Adik-adik kita kayaknya emang nggak tahan bantingan, ya, Mel," teriak Mbak Ari dari arah dapur. Aku cuma mengangguk.

----
Mbak, g gak betah disini. G pengen udahan aja deh. Tp g mau ngapain yah mbak. G bingung, Mbak tapi g jg gak betah...
Sepotong sms mampir ke handphoneku. Aku tersenyum membacanya. Sms singkat dari Kiki, adik bungsuku, yang memang dari kecil sangat dimanja Ibu dan Bapak. Aku telepon adikku.
"Kenapa lu?"
"Gak tau, Mbak... gw takut...."
"Takut apa?"
"Gak tau takut apa."
"Ye... gw kayak ngomong ama Helmy (anak gw-red) aja. Ditanyain takut, gak tahu takut apa. Elo tuh udah 25 tahun, kayak anak kecil aja. Kalo Helmy yang ngomong gitu sih, gw maklum. Nah, ini..."
"Gw takut dibandingin"
"Ki..ki.... dimana-mana orang bekerja, pasti dibandingin. Nah, yang perlu elo pikirin gimana jadi yang lebih baik dari orang yang dibandingin ama elo. Sekarang gini deh, tanyain ama diri elo, enakkan mana gak punya uang atau punya kerjaan tapi harus berjuang?"
Kiki Diam.
"Elo bikin deh tabel plus-minus, kerja dan tidak kerja, terus elo bikin juga list masalah elo di kantor yang sekarang. Pasti abis itu, elo tau apa yang harus elo lakukan. Manusia itu kan org yang paling adaptable dan adjustable."
...... dan seterusnya.
Intinya, Kiki mungkin kecewa dengan situasi baru, dia gak bisa FreeHand, dia belajar, ternyata banyak kerjaan yang harus menggunakan freeHand yang tidak diserahkan ke dia, dan bosnya belum begitu 'ngeh' dengan kehadiran dia. Jadilah, pagi itu dia makin bete dengan omelanku. Bukan ungkapan kasihan yang dia dapat, yang ada seharusnya, seharusnya dan terakhirnya, terserah elo sih, ki....
Kalau diingat-ingat, akupun pernah mengalami ketidakpuasan di dunia kerja, lama malah... yaitu di kantor yang lama. Setiap hari, selalu Nowo, suamiku, melihat tangisanku, omelanku tentang tempatku bekerja. Dari yang merasa tidak diperdulikan, tidak dianggap sampai program karir kantor yang tidak jelas, Nowo dengan sabarnya mendengarkan, dan memberi saran. Aku menganggap sarannya sangat klise. Toh, aku tetap saja datang ke kantor, ada keinginan berhenti sih, tapi melihat Helmy, aku jadi tidak tega, bisa-bisa aku memberikan hal yang pas-pasan sekali buat dia. Belum lagi, lihat keinginan belanjaku, tambah tidak tega meninggalkan dunia kerja. Jadilah, aku berusaha menikmati tempat kerja, walaupun setiap pulang kerja, pusing kepala menyerang. Sampai pada satu titik, aku merasa harus bangkit. Mulailah, aku atur strategi di internal kantor dan external kantor (maksudnya mencari tempat kerja baru), plus terus berdoa. Motivasiku hanya satu, menjadi lebih baik, dan meninggalkan kantor lamaku dengan nama baik. Licik sih... tapi itulah... Aku menjadi lebih bersemangat, aku menjadi lebih terbuka, dan ternyata masalah-masalah yang aku hadapi hanyalah hal-hal yang kecil saja tapi menyakitkan...:-) Kiki memang tak pernah melihat betapa berdegupnya jantung ini di kantorku yang lama, betapa sumpeknya pikiranku ketika menginjakkan kaki di kantorku yang dulu, dan itu aku alami bertahun-tahun. Tapi di lubuk hatiku yang terdalam, Kiki bisa mengatasi semua itu, walaupun mungkin selambat aku dulu dalam membangun motivasi. Yang terpenting, bisa bukan??....:-)

Monday, June 11, 2007

Cuplikan-cuplikan sms

Itu namanya pengereman, to be keeping cool the heart..:-p

Stop!!.. Kiri, Bang!!.. Reeemmmm... Ciiitttt....Gubrak!!.. Bang, ati-ati dong ini barang, eh salah orang, bukan barang... Dasar orang kampung bawa mobil... *Kopaja S66 story, yang lewat depan wisma mulia, atau kuningan, kalau mau ke SMA 3*

SMS kok kayak nulis diblog, ato copy paste ya neng...:-p

'r U plagiator?... Nope... I don't think u are the expert... I am not the expert, yes agree. But I know how to express mine... So, u are not plagiator?... Perfect! *pembicaraan yang gak penting*

Are u upset to somebody? or really in Friday busy?... Yup, I am so busy this week... *pembicaraan gak seimbang, yang satu leha-leha di rumah, yang satu jumpalitan di kantor*

:-) udah makan?

Have U had lunch??... Could be, if eating cake is lunch... Are U enough that only have cake for your lunch?... Not really, but I have to..... Poor U are *pembicaraan menu lunch*

Dasar penulis lepas...:-*


Penulislepaskuno?... Eh he... *sambil memicingkan mata* sepertinya nama online kamu kurang cocok dengan gaya kamu yang modern deh... Apa kurang kepang dua ini *sambil menggerakkan rambutnya*? dan coba lihat sepatuku ini... Belum cukup... Tau ah, jadi kenalan gak?... Iya deh, jadi kamu suka menulis?... Iya.... Penulis lepas?... Iya, tapi sebatas nulis surat cinta... Wueekkkss, kalau itu sih gombalin orang namanya *penulis lepas istilah yang gak cocok*

Then, semua tersimpan di inbox.....


PS: Terinspirasi ketika salah seorang teman ditengah2 meeting yang semrawut mendownload smsnya ke notebooknya. Nah, para pasangan yang lagi pacaran, kenapa tidak berpikir menulis sms berbentuk cerita ya ....:))

Thursday, May 31, 2007

Bekerja atau Tidak Bekerja?

Masa SMP

"Nanti kalo besar nanti, Mel pengen jadi tukang jahit di Jawa aja ah... Yang kerja di Jakarta biar suami aja," celetukku dulu ketika aku baru memasuki dunia SMP. Ibuku yang notabene berkarir di luar rumah tersenyum-senyum mendengar celetukkanku.
"Yakin?" Tanya Bulikku.
"Iya.. Tinggal di Jawa kan murah, nggak kayak di sini," ujarku.
"Kata siapa?"
"Kata Ibu," ucapku memandang Ibu yang cuma menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkahku.

Masa SMA
"Kamu mau ambil jurusan apa, Nduk?"
"A3 aja ah, Pak"
"Hah?! Jangan... A1 aja, sayang matematikamu," sahut Bapak. Kemudian dengan panjang lebar, Ibu dan Bapak memberikan ulasan kalau A1 itu gampang ambil jurusan kuliah apapun.
"Tapi, Mel kan pengen jadi wartawan"
"Yakin?" Tanya Ibu. "Kepikir gak kalau kamu akan sering meninggalkan keluarga pas meliput keluarga. Kasihan kan anak-anak kamu."
Aku merengut. Toh, tetap ambil A1, karena anak-anak A1 keren-keren dan aku malas kalau disuruh ambil A2.

Masa Kuliah

"Pokoknya, selesai kuliah ini, gw gak mau lama-lama kerja di telekomunikasi ah... malas kerja di bidang teknik. Kuliahnya aja pusing, apalagi kerja. Abis gitu, gw ambil kuliah jurnalistik. Nah, nyokap-bokap gw kan gak bisa protes, karena itu pakai uang gaji gw sendiri," khayalku ketika sedang mengerjakan tugas kuliah bersama-sama teman-temanku.
"Ayo, tebak... Siapa di antara cewek-cewek ini yang akan jadi Ibu Rumah Tangga?" teriak salah seorang temanku yang cowok di lain waktu.
"Wah, kalau yang nikah duluan, gw tau....." Teriak temanku yang lain.
"Siapa?"
"Meli"
Aku menoleh kaget. Prediksi yang buruk.
"Kenapa gw?"
"Karena adik kamu masih 2 orang. Kamu pasti mau cepat-cepat nikah biar gak dilangkahin adik kamu"
Wuekkss.. alasan yang buruk. Aku cuma mencibirkan bibir.
Nyatanya, aku bukan yang pertama menikah.

Sekarang
Sudah bekerja di bidang telekomunikasi dari tahun 1998, tepatnya 1 Februri 1998. Dari Vendor ke Operator. Sempat bosan berkali-kali, tapi tetap bekerja. Tahun 2001, menikah punya anak. Keinginan jadi wartawan makin hilang... Sampai Rina teman dekatku selalu mengingatkanku agar tetap menulis. "Sayang, Mel, kalau hilang begitu aja." Tak punya waktu tepatnya. Tenggelam dalam rutinitas, pemecahan kebosanan, sampai bekerja apa-adanya.
Angan-anganku ketika pulang kerja mendapati anak sudah tertidur hanya satu, kapan ya aku bisa seharian menemani dia bermain? Atau angan-anganku ketika ada acara rapat orang tua di sekolah anakku, atau ketika anak sakit atau ketika ada perlombaan di luar sekolah atau ketika piknik bersama, adalah kapan aku bisa bebas menemani anakku di kegiatannya tanpa harus dibatasi oleh pekerjaan-pekerjaan di kantor?
Atau ketika berkumpul dengan teman-temanku yang notabene sudah punya anak, obrolannya adalah kalau saja gaji suami berapa puluh juta, pasti memilih tidak kerja.
Atau ketika sedang berdua dengan suami, Mas, aku pengen deh gak kerja..
"Yakin kamu?"
Eng...Ing... eng... kalau begini, jadi gak yakin.
Atau ketika menyandarkan kepala di pundak Ibuku, Bu, kadang Mel pengen nggak kerja..
"Jangan.. kamu bisa bosan di rumah"
Tapi, ketika ada cerita dari kakakku yang suami temannya tiba-tiba meninggal...
"Kalau gak kerja, susah ya, Mbak... Siapa yang bisa menghidupi dia dan anak-anaknya?"
Atau ketika teman-teman masa sekolahku dulu jadi Ibu rumah tangga...
"Aku nggak tahu cafe-cafe di Jakarta, jadi kalau ketemuan yang di tempat standard aja ya...." Padahal dulu masa sekolah, temanku ini termasuk anak gaul. Atau...
"Aku bawain diskette gak?" Oalah... zaman diskette udah berlalu.. sekarang zamannya flash disk, dan temanku jadi gaptek begini. Atau...
"Eh, elo sibuk gak, Mel? Gw mau nanya-nanya masalah investasi..." Atau....
"Elo sih kerja, jadi cepat kurus.." Atau...
"Jangan di Citos, Mel... Gw gak tau citos dimana..." Atau...
"Comfort zone apa sih maksudnya?"....
Banyak-banyak lagi yang kadang membuat aku bersyukur tetap bekerja. Gaji. Teman. Update tempat gaul. Update Teknologi. Bisa jadi advisor buat suami. Bisa jadi temannya teman kerja suami. Bisa nge-internet bebas. Bisa beliin barang-barang mahal buat anak. Bisa beli baju, sepatu, tas, pakai bedak mahal, beli produk kecantikan satu set, bisa beliin Ibu apa aja, bisa jalan-jalan keliling Indonesia gratis, bisa ke Munich, Vienna, Amsterdam dan teman-temannya, Paris, Venesia, Singapore, Bangkok gratis... Karena pakai uang sendiri gak mungkin... Bisa tahu team building kayak apa... Bisa tahu produk investasi dan meng-influence suami.... Bisa-bisa-bisa yang lain.... Yang sangat gak bisa dilakukan, menemani anak seharian di rumah. Libur sebatas tanggal merah.
Ah, kalau boleh milih, aku ingin bisa semuanya dengan tetap bersama anak-anak seharian. Nggak mungkin ya... Sayangnya rasa bosan kerja bisa tiba-tiba muncul, makanya suka ada pertanyaan bekerja atau tidak di diri.....
"Tenang, Mbak... Kata Ibuku, anak yang ditinggal bekerja Ibunya, umumnya cepat bisa dan mandiri," Hibur Indri, temanku.
"Lah, buktinya Helmy sendiri yang gak lulus test"
"Itu sih..." Aku lupa alasan dia.
"Tapi, Helmy sekarang udah mulai bisa dikte loh... Padahal baru weekend kemaren gw ajarin"
"Tuh,kan..."
"Katanya, kalau gw kerja, anak gw lebih mandiri. Tapi kalau gw di rumah, manja banget deh"
Yah, semoga anak-anakku bangga punya Bunda bekerja, mandiri... Walaupun setiap pagi ada pengikraran janji dari Helmy...
"Bunda, hari ini pulang malam atau sore? Bener sore loh... Jangan bohong."
Senjata yang paling ampuh, hanya Insya Allah, mudah2an Bunda gak banyak kerjaan...:)

Wednesday, May 16, 2007

Tes Pertama untuk anakku

Sabtu Pagi.

Aku akhirnya merasakan deg-degan di hari ujian anakku. Yah, Helmy hari ini akan menjalani rentetan ujian penerimaan. Rasa itu mulai muncul, ketika kami melangkah masuk ke areal pekarangan calon sekolah Helmy. Ada rasa was-was, takut Helmy tiba-tiba tidak comfort, minta aku tungguin. Ada juga rasa kasihan, takut Helmy merasa stress dengan ujian ini. Nyatanya, rasa was-was pertamaku hilang, ketika sesampai di kelas ujian, Helmy melenggang masuk dan mencari tempat duduk yang bertuliskan namanya. Dengan bangganya, dia taruh tas di bangkunya dan meminta aku agar meninggalkannya. Rasa selanjutnya muncul, ketika ujian dimulai. Pertama kali tentang dikte atau latihan menulis, kata pertama yang keluar 'makan', aku masih bisa menarik napas, kemudian 'sepatu', aku mulai ragu apa anakku bisa, ketiga 'semangka', gerutuan mulai terdengar dari samping kiri kananku. Beberapa Ibu, termasuk aku, protes, kok bisa-bisanya dikte untuk masuk SD ada kata-kata yang bernada 'ng'. Deg-degan mulai meraja di hatiku, tak lama rasa sakit mulai menusuk perutku. Aku berkali-kali mencoba menarik napas panjang. Terakhir, aku mulai mengirim sms ke kakak-kakakku dan adik-adikku, "Gw deg-degan nih, Helmy lagi testing masuk SD"
Support datang dar Mbak Andri, "Tenang... Helmy pasti lulus".
Tes kedua, mencocokkan bentuk dan gambar, Helmy yang sempat kuintip sangat cepat melakukannya. Tes ketiga, mencocokkan jumlah gambar dengan tulisan angka dalam bentuk huruf, sekali lagi beres. Tes ketiga berhitung, Helmy cepat pula selesai.
Sambil mengurangi rasa grogiku, aku mengahmpiri rombongan ibu-ibu lain, disanalah aku mencoba mengorek informasi, dan karena kurang puas, aku melangkah ke kantor pendaftaran, disana aku mencari informasi berapa orang yang akan diterima.
Sekembalinya dari kantor informasi, aku kembali lagi ke jendela kelas Helmy. Aku lihat Helmy sedang diwawancarai dan diuji membaca Iqro', akhirnya tes ditutup dengan mewarnai dan menggambar. Bangga sekali melihat anakku ternyata cukup mandiri membereskan peralatannya dan melangkah keluar kelas dengan penuh semangat.
--
Senin siang.

'Say, Helmy belum lulus'
Sepotong sms pendek muncul di Hpku. Aku langsung panik. Aku telpon suamiku, dan mendapati kabar yang sama. Aku cari informasi dengan menelpon salah satu Ibu teman Helmy yang kebetulan lulus, dia menyarankan untuk melihat nilai hasil ujian Helmy. Di surat ketidaklulusannya tertera angka 57. Oke, berarti Helmy memang harus tk lagi, apalagi umurnya masih 5 tahun, belum 6 tahun.
Tak lama Helmy menelpon aku.
"Bunda, Mas Mi belum lulus."
"Berarti gak SD dong, Mas"
"Ih, Bunda... Masa' karena belum lulus, gak bisa SD..." Oala..ternyata anakku sendiri belum nalar kalau ujian yang dia lakukan kemaren untuk menentukan terima atau tidaknya dia di SD.

--
Selasa pagi.

Aku dan suami ke SD, tempat Helmy ujian. Kami ingin mengetahui kelemahan anak kami, didapatlah angka yang menunjukkan bahwa anak kami masih kurang di menulis, membaca dan berhitungnya cukup bagus, wawancaranya kurang komunikatif. Aku hapal sekali tabiat Helmy yang malas bila diajak bicara orang asing, apalagi bila topiknya tak menarik.
"Anak Ibu umur berapa?"
"Lima tahun, Bu."
"Wah, pantes.... setidaknya SD itu 6 tahun. sudah TK lagi saja."
"Tadinya saya berpikir begitu, Bu. Hanya anaknya ingin SD"
Setelah itu, aku hunting TK, sebelumnya mereserve tempat lagi di TK yang lama. Dari TK Al-Azhar, kok kurikulumnya sama dengan TK yang sekarang, tapi kami tetap membeli formulir, TK dekat rumah, yang referensi dari tetanggaku, kok pelajarannya hanya baca dan tulis, kasihan sekali anakku.
Sepanjang perjalanan ke kantor, aku dan suami mengatur strategi... Jelas sekali Helmy tidak ingin TK di tempat yang lama, ataupun sekolah TK lagi. Bayangannya, dia bersekolah di SD dan latihan karate.
"Say, padahal SD kelas satu bukannya buat latihan nulis juga, ya?"
"Iya, sih, Mas... Aku kadang nggak mengerti sama pendidikan di Indonesia sekarang ini. Semua distandardkan dengan bisa membaca dan menulis. Buat anak seumur Helmy, cukup baguslah dia bisa membaca dan berhitung, walau malah aku pikir terlalu berlebihan. Apalagi di TK yang sekarang, dia paling muda umurnya."
"Say, Mas sih bangga dengan nilai 57 nya, anak seumur itu bisa mencapai nilai itu bagus,kan? Walaupun, Mas agak nyesak juga, sih. Kurang 3 poin untuk lulus, bayangin deh."
"Mas, dari yang aku tahu, anak masih dibawah usia 7 tahun, pengembangan otaknya harus dari pengetahuan loh, bukan dengan patokan membaca, menulis dan berhitung. Makanya kenapa aku lebih suka memberikan dia pengetahuan kayak planet, tubuh manusia, dan lain-lain daripada maksa dia membaca. Karena dia mau masuk SD aja, beberapa bulan ini kita terapkan pelajaran membaca, ya, kan, Mas? Yah, tidak seperti yang pernah Mamanya Sydna cerita, dia memaksa Sydna belajar membaca dengan sendal atau ancaman tidak boleh makan. Kamu gak rela,kan, anak kamu digituin? Tapi, yah, itu Sydna lulus dan hasilnya bagus sekali. Kontras,ya, mas?"
Suamiku mengangguk. Yah, itulah.. saat ini aku merasa sekali ada bentrokan pandanganku dengan dunia sekolah, bahwa anak seharusnya dibiarkan otaknya berkembang dengan pengetahuan sekitar daripada dibiarkan menghapal deretan huruf. Malah di salah satu presentasi tentang anak, pengetahuan yang kita berikan, akan memebentuk jaringan di otaknya, yang akan menjadi modal untuk perkembangannya. Pertanyaan lain lagi muncul di benakku, apakah standard anak cerdas itu hanya bisa membaca, menulis dan berhitung?.... Tak tahulah, yang jelas aku mulai ragu apakah aku membeberkan kebenaran untuk ketidaklulusan anakku?...

Friday, May 11, 2007

Men-challenge = mempermudah diri?

Are you interested in a new challenge for your carreer?
Sepotong sms singkat itu muncul di HPku ketika aku sedang menikmati coffee break di sela-sela training leadership Dale carnegie.
I'd love to. May I know what it is?
Just come to my office tomorrow morning. Actually this is a tough job.


----
Besoknya. Pagi hari.

"Mel, bisa datang ke ruangan saya sebentar?" Suara Pak Agung memecah kesunyian pagi itu. Aku melangkah mengikutinya.
"Ada satu tawaran menarik untuk kamu."
"Apa, Pak?"
"Kemarin Monica Gupta datang ke tempat Pak Arif, dia mencari successor dia untuk menjadi PM di OSS. Setelah berdiskusi dengan para manager disini, kami mengajukan tiga nama yaitu kamu, Wiwik dan Very. Sebenarnya Monica tertarik dengan Wiwik, karena dia sudah sering bekerjasama, tapi kalau kamu memang tertarik, kami akan mengajukan kamu. Bagaimana?"
Setelah penjelasan panjang lebar dan alasan mengapa Pak Agung menawarkanku, aku memilih untuk menimban-nimbang semuanya. Bukan apa-apa, saat itu aku sedang proses pindah ke company lain. Klarifikasipun aku lakukan pada temanku, Pandu, yang semalam mengirimkan sms kepadaku. Dengan gamblangnya, dia menceritakan semuanya, dan terus terang aku merasa tertantang.
Challenge itu serasa angin segar untukku. Aku yang awalnya mulai putus asa dengan konsep spesialis yang tak ada dasarnya, menurutku, aku yang selalu berdiri di muka untuk memperjelas kebijakan-kebijakan yang bisa mendemotivate para employee, merasa mulai diperhatikan. Mungkin itulah, orang selalu merasa perlu yang namanya challenge di dalam hidup. Satu contoh sederhana, mana yang lebih menantang, mencintai atau dicintai? Mudah,kan, untuk menjawab?....
Challenge pulalah yang membuat orang merasa lebih dibutuhkan. Berdasarkan itulah, aku merasa terpanggil untuk membantu seorang temanku, yang memang kebetulan memegang produk yang sama di kantor. Aku mulai dengan memberi tugas-tugas ringan, membimbing dia bila dia lupa di dokumen mana dia harus mencari, walaupun sering aku jengkel dengan temanku ini, kemudian mendorong dia presentasi, memuji presentasinya yang luar biasa bagus, menemaninya meeting di customer, sampai kemudian membiarkannya ke customer sendirian. Aku tak pernah tahu apa yang dirasakan temanku saat itu, merasa dimanfaatkan atau merasa senang? Yang jelas niat awal men-challenge orang ini malah meringankan tugasku dan membuat mudah pada masa handover ketika aku pindah ke company lain.
Nyatanya, di company sekarangpun, aku bertemu dengan seorang teman yang jauh lebih muda, dan tanpa kami sadari kami terjebak di satu project yang sama. Awalnya, sih, aku coba untuk selalu melibatkan dia, walaupun follow up pekerjaan sebagian besar jatuh ke pundakku. Sampai pada satu kejadian, aku harus keluar kota, dan video aplikasi yang kami pegang akan launch, jadilah aku mulai meminta supportnya untuk me-lead meeting antar vendor, memfollow up isu-isu technical yang masih open dan butuh penanganan segera. Cukup meringankan,kan? Dan saat itu aku yakin temanku itu bertambah ilmunya....
Tapi terus terang menchallenge orang yang expertisenya sama dengan kita merupakan hal yang tidak mudah. Ketakutan bahwa peran kita akan hilang, atau pihak-pihak yang terkait akan tergantung pada orang yang kita beri challenge, sampai perasaan kehilangan peranan atau malah lebih buruk dinilai performancenya turun, karena si pengganti ternyata lebih lihai. Pada dasarnya, hal-hal itu balik lagi dengan strategi pengembangan diri kita, jangan sampai keenakan ketika pekerjaan kita berkurang, kita malah bersantai diri dan yang paling penting ketulusan kita. Ingatkah pepatah atau Hadist bahwa ilmu yang anda transfer ke orang tidak akan berkurang malah makin bertambah dan terus bertambah? Herannya, masih saja ada temanku yang dialokasikan sebagai satu team denganku, malah sangat takut sekali bila aku mengetahui apa yang dia punya, sampai-sampai ketika kami disibukkan dalam satu meeting yang cukup penting, dia berdiskusi dengan seorang temanku dengan suara berbisik-bisik dan tidak mengacuhkan pertanyaanku. He never realizes It's so happy when we are looking the other people can use what we gave them to improve their life...


Catatan kecil after satu meeting...

Monday, May 07, 2007

Mati listrik di Mall

Pernah mengalami berada di pusat perbelanjaan atau mall dan tiba-tiba mati listrik? Aku sudah. 2 kali. Pertama kali, waktu aku dan suami sedang belanja bulanan di Carrefour cawang. Wah, sempat senang juga sih, berharap belanja bulanan kali ini gratis.... Nyatanya setelah mati-hidup, mati hidup, toh, kami harus bayar juga di kasir. Kejadian kedua, kemarin, waktu aku membawa rombongan keluarga untuk berjalan-jalan di Metropolitan Mall. Buat catatan yang tinggal di area Jakarta, Metropolitan Mall itu mal yang lumayan besar di daerah bekasi. Mall ini sudah cukup besar, daripada waktu pertama kali aku tinggal di daerah Bekasi. Mall ini sekarang lumayan komplit, ada ace hardware, index furnishing, daily bread cafe,dan toko-toko lain. Balik lagi ke cerita, Minggu sore itu aku memang berniat membeli ikat pinggang Hush Puppies untuk membantu jeans baruku yang suka melorot tak jelas... Maklumlah, body sudah ibu-ibu, tapi jeans yang ada di zaman-zaman sekarang asyik berhipster ria. Lepas membeli ikat pinggang, kami berlima ke KFC, beli lauk untuk makan malam. Disinilah awal mati listrik mulai, tapi tak beberapa lama hidup lagi... kemudian mati lagi, kemudian hidup lagi... Beres dari KFC, kami beranjak ke daily bread cafe, niat awal buat kongkow-kongkow sambil menikmati kopi di sore hari. Beres memesan sandwich untuk Helmy, roti untuk Dafi, Cafe latte untukku, Ice cappucino untuk Ine, sepupuku dan Ice Coffee untuk suamiku, tiba-tiba listrik mati lagi... Satu persatu pengunjung mulai berlarian keluar. Kami hanya menonton kepanikan itu. Kemudia listrik hidup lagi... mati lagi... hidup lagi... terpaksalah kami sudahi acara santai kami. Sandwich kami batalkan dan kami menuju tempat parkir. Perjalanan ke area parkir di basement lumayan gelap, belum lagi asap knalpot yang berlomba-lomba memenuhi area basement. Maklum, mobil-mobil pengunjung stuck di tempat, tidak bisa bergerak keluar, karena secure parking bermasalah...Agak lama kami tertahan di mobil, kemudian...
"Sudah, kita naik aja lagi... gak baik terlalu banyak asap," perintah suamiku. Jadilah, akhirnya kami keluar mall. Di area terbuka.
"Say, kamu disini bersama anak-anak, ya.."
"Kamu?"
"Aku ke bawah lagi. Gak baik buat anak-anak menghirup asap"
"Buat kamu?"
"juga, sih, cuma kalau ada apa-apa, at least istri dan anak-anakku selamat," sahutnya sambil nyengir-nyengir kecil
"Terus aku nanti ama siapa?" jawabku konyol.
"Yah, ama anak-anak," jawabnya enteng.
Suamiku pun melesat ke basement lagi, tak lama kemudian, mobil kamipun meluncur di lobby mall.
"Kok cepat, mas?"
"Iya, aku paksa aja mundur, gak peduli ada mobil apa nggak. Dimaki-maki sih, tapi bodoh amat," jawabnya. "Mumpung aku sendiri, gak baik kalau anak-anak lihat."
Akhirnya... kami pulang....
Satu hal yang membuat aku bersyukur, dua jagoanku tidak rewel sekali dengan keadaan yang lumayan panik tadi... mereka tetap tertawa... dan Helmy tetap banyak bertanya, kenapa begini, kenapa begitu...
"Say, amit-amit sih... tapi aku tadi kepikir kalau mall kebakaran, susah loh akses pemadam kebakaran masuk ke area sini.."
Ih... jangan sampai deh.... tadi saja sudah cukup panik dengan keringat yang mengucur... dan aku kan nggak mau menutup usia di mall....

Thursday, May 03, 2007

Dasar wanita

"Eh, akhir-akhir ini kayaknya nowo lebih sering bete deh dibanding gue," ujarku ketika aku, wenny, rina, sohib-sohib masa kuliah dulu ber-reuni.
"Eh, iya, loh.. Denny juga, Mel," sambung Wenny. "Tau, gak, kita pernah keliling Jatinegara hanya karena ribut waktu beli sepeda. Gue sih maunya kalau beli sepeda itu sepeda mini, biar bisa dipakai belanja mbak di rumah. Tapi Denny maunya sepeda cowok gitulah... Nah, secara gue yang sering di rumah, kan lebih butuh bukan?"
"Kenapa gak beli dua aja, Wen?" tanyaku.
"Rumah gue kan sempit, Mel. Gak cukuplah kalau dua sepeda masuk rumah. Denny ngambek, kita di depan toko itu sampai hampir sejam, loh... Ya, udahlah, gue ngalah... Dan bener,kan, si Mbak gak bisa pakai sepeda gede kayak gitu, sedangkan Denny jarang pakai juga," ceritanya panjang lebar. "Beda amat deh ama waktu pacaran dulu."
"Wah, Rina juga merasa gitu sih... Cuma kalau dipikir-pikir emang salahnya Rina juga sih. Kayak gak pernah mau masukkin mobil ke dalam, karena susah.. Sekalinya terpaksa, Rina nabrak tembok rumah, dan mobil Rina tinggalin aja, nunggu Irvan balik," cerita Rina gantian. Kamipun tertawa.
"Itulah contoh kalau wanita makin lama makin dewasa, bukannya begitu bukan?" ujarku sok menarik kesimpulan, dan tentu saja disambut anggukan dari dua sohibku itu.
"Dan pria makin ingin dimengerti,ya?" sambung Wenny. Sekali lagi, kami mengiyakan.
Kesimpulan kami memang pembenaran sekali untuk kami para wanita. Pembicaraan yang tadinya berisi cerita anak, berubah menjadi membahas para pria. Walau sekilas, tapi sangat aku ingat sekali.
Akhir-akhir ini memang aku sering menemukan kejadian melihat diriku ke dalam sikap suamiku. Mungkin itu kali ya efek tinggal bersama dan berbagi bersama, dan bodohnya aku sering tidak suka dengan kemiripan itu. Tidak fair,kan? Padahal aku tidak bertanya pada suamiku, apakah dia merasa nyaman dengan sikapku? Aku sendiri seakan tidak peduli sebenarnya, hanya ketika susana hati tidak enak, mendapati sikapnya yang agak-agak menyimpang dari masa pacaran dulu, langsung tuiiinnggg..bete.... Jelek,kan? Seperti kejadian 2 minggu yang lalu, ketika dengan murkanya saya melemparkan muka bete, hanya karena hujan turun deras, aku harus bawa laptop ke rumah dan susah dapat taksi ke kantornya. "Mas, kalau hujan begini, aku terus ya yang susah," semburku langsung ketika sudah di dalam taksi, dan ketika suamiku baru mengatakan "Halo" di seberang sana.
"Sorry, say... terus maunya janjian dimana?" Gubrakk!! Makin mendidihlah suhu di dalam dadaku. "Udah didalam taksi, baru nanyain, yah percuma... udah, aku kekantor kamu aja." klik, aku pencet tanda merah di hpku.
Ketika ajang dua kelingking kami bersatu, aku mengatakan semua kekeliruannya padaku.
"Pertama, Mas, kamu kan tahu kalau di luar hujan deras, kok kamu gak pernah nawarin jemput aku, walaupun aku pasti nolak"
"Mas kan mau nawarin kamu, say... Ingat, gak, pas Mas telepon kamu, nanya 'gimana, say?'.. eh, kamu jawab, udah ketemuan aja di kantor aku"
"Ye.... mana tahu aku kalau saat itu hujan. Lagipula waktu kamu telepon kamukan nggak menawarkan diri menjemput, cuma nanya 'gimana', iya,kan?"
"Berhubung kamu langsung jawab ketemu di kantor, yah udah.. aku merasa gak perlu menawarkan. Benar,kan?" Belanya.
"Mana aku tahu kamu mau menawarkan diri. Coba kamu bilang gini, 'hujan loh say, mau aku jemput?'. Ini nggak ada sama sekali"
"Sorry, deh"
"Kedua, kamu gak minta maaf ama aku"
"Udah,kan?"
"Ye... sorry itu minta maaf ya?"
"Iya.. abis suruh ngomong apa?"
Aku speechless.
"Ketiga, kamu kok sekarang kalau aku marah, gak ngerayu atau apa sih kayak pacaran dulu. Aku malah dicuekkin. Aku kan pengen juga dirayu."
Kali ini suamiku memandangku dengan senyum simpul.
"Aku tahu kamu banget, say. Biasanya kalau lagi marah dirayu malah makin marah, makanya aku diamin sampai kamu cooling down sendiri."
Apa aku begitu ya? Kok aku jadi sangsi dengan diri sendiri.
Udahlah... toh, akhirnya kami baikkan, tapi setidaknya suamiku tahu kenapa aku marah.
Balik lagi ke topik, pada dasarnya suami-suami juga manusia. Yah kadang emang mengesalkan, tapi sering kali membuat para istri terlena. Di balik semuanya tentang suamiku, satu yang aku acungi jempol, dia sangat mengerti aku dan terlebih kalau dia mulai bilang, "Karena aku mencintai kamu, aku nggak ingin kamu pulang malam sendirian, say. Jadi gak papa kalau kamu mau ketemuan ama teman kamu nanti sore, aku bisa nunggu di starbucks kok." Kontras,kan? Sering menyenangkan, kadang menyebalkan. Herannya, walaupun sudah menikah cukup lama, dan sering dibuat sebal, kalau kalimat itu keluar dari seorang Nowo, aku bisa sesumringah-sumringahnya... Dasar wanita!

PS: Catatan dari reuni bertiga.....

Wednesday, May 02, 2007

33 tahun

"Happy Birthday to you..." Suara suamiku nongol bersamaan dengan satu buah Blackforest dan 5 buah lilin ketika jam menunjukkan pukul 4.28 pagi. Aku ternganga kaget.
"Kapan kamu beli, Mas?" berondongku segera. "Semalam pasti kamu gak main bulutangkis, tapi beli kue ini, iya, kan?"
"Udah, tiup dulu..."
Aku segera meniup lilin itu walau sebenarnya aku merasa aneh, kok lilinnya lima?.. Setelah memberikan ucapan selamat, mencium keningku dan teman-temannya, dia langsung menjelaskan,"Say, berhubung susah cari lilin angka, jadinya aku pakai lilin ini. Lilin ini melambangkan 32,ya.."
"Ye... aku kan udah 33 tahun, Mas... Siapa yang 32 tahun, Mas? Nah, lo..."
"O,iya, ya... aku lupa..."
Aku mentertawakan kealpaannya lagi....
"Bunda ulang tahun ya..." Helmy, anak sulungku menyahut. Jadilah, pagi itu sebelum menggosok gigi, ciuman-ciuman indah itu mendarat di pipiku.
"Mas, mas... aku jadi ingat waktu pacaran dulu. Pas jam 12, kamu bawain kue, ingat,kan?"
Suamiku hanya tersenyum simpul, dan setelah itu dia balik tidur.
----
Ingat ulang tahun jadi ingat apa yang sudah kucapai sampai usia 33 tahun ini? Suami? sudah, sangat wonderful... Anak? sudah, 2 orang jagoan.... Kerja? walau masih staff, tapi cukuplah menyenangkan.Setidak-tidaknya dari enam bulan yang lalu, aku sudah memperluas wilayah kenyamananku dengan pindah ke kantor baru... Teman? okelah.... Kebahagiaan? Setiap saat bisa merasakan... Rumah? ada, walaupun jauh... Mobil? ada, walaupun bukan yang terbaru... Hmm.. almost ada semua... Yah, yang kurang sih, kok aku merasa ini akhir-akhir ini tidak se easy going dulu, gak sesabar beberapa waktu lalu, dan agak-agak susah menahan segala hal yang sebenarnya bertentangan dengan hati.
"....Doain gw aja jadi orang yang wise, sabar, ikhlas, selalu bersyukur dan bertaqwa.." Sepotong sms kukirimkan ke seorang temanku ketika dia mengucapkan selamat ulang tahun dan bertanya mau hadiah apa. Susah kan untuk menjadi seperti itu? Semoga saja...
Ini ada juga catatan dari seorang P-MANer..

Selamat Ulang Tahun ke 33 Buat Mba Meli …
Sebuah angka yang bagus, menarik dan indah ...
Jumlah dzikir kita yang dianjurkan Rasululloh setiap selesai sholat ...
Yang apabila dikalikan 3 menjadi jumlah Asmaul Husna …
Yang merupakan ...
Sifat dan Nama – Nama Allah yang Utama dan Mulia …

Semoga Mba Meli di berikan kebaikan di usia yang Tersisa ..
Di anugerahkan keikhlasan dalam beribadah ...
Di limpahkan kesabaran dalam mendidik dan mengkader para buah hatinya ..
juga kesehatan selalu yang bermanfaat untuk selalu berbuat kebaikan ...

Semoga Allah Yang Maha Kuasa selalu menjaga Mba Meli ...
Menjaga hati dan diri Mba Meli serta orang – orang yang dicintai dan mencintai Mba Meli...
Memberikan keutamaan keutamaan para penghuni syurga ke Mba Meli ...
Memberikan kemudahan bagi Mba Meli untuk selalu mendekat kepada-Nya ...
Menunjukkan jalan menuju-Nya ..

Semoga Allah yang maha Kasih Sayang ...
Menganugerahkan manis dan indahnya Iman untuk Mba Meli...
Manis dan Indahnya Mencintai-NYA ..
Manis dan Indah Kasih Sayang-Nya ...
Manis dan Indah Cinta-Nya ..


Terima kasih sudah menjadi sahabat yan baik ..
Terima Kasih sudah menjadi “kakak” yang mengagumkan ...
Terima kasih sudah menjadi “guru” yang menakjubkan ...
Juga ...
Terima kasih sudah menjadi saudara yang lembut dan menjaga perasaan saudaranya yang lain …


Menyentuh.. dan Amien......

PS: Catatan kecil di hari jadi ke tiga-tiga

Friday, April 13, 2007

Entertaint

Baru-baru ini ketika film nagabonar jadi dua diputar, dan kebetulan sekali aku dan suami sempat menonton film ini. Salah satu sindiran di film ini adalah ketika teman si Bonaga, anaknya Naga Bonar, menyuguhkan entertaint seorang cewek di ajang negosiasi dengan calon partner kerja, Bonaga dengan tegas menolak cara itu. Kebetulan sekali lagi, dunia tempatku bekerja sekarang adalah perusahaan telekomunikasi, yang kalau dilihat rulenya biasa disebut operator. Jelas, jenis entertaint disini banyak sekali. Dari sekedar snack ketika meeting, workshop di luar kota dengan memilih waktu yang dekat dengan waktu weekend, dan boleh memperpanjang sampai weekend, sampai hanya kaos-kaos, gantungan ID card, pulpen-pulpen ataupun tas.
Wajar sekali bukan buat hal-hal entertaint seperti itu??...
Itu yang aku ketahui. Singkat cerita, beberapa minggu lalu, aku diwajibkan overtime pada weekend. Di sela-sela pekerjaan yang kami lakukan, kami saling bercerita. Dan keluarlah cerita tentang sisi lain dari sebuah entertaint... Baru sebatas karaoke dengan wanita, sih, tapi terus terang mendengar itu, aku cuma tersenyum-senyum tak jelas. Antara ada panggilan 'sok alim', panggilan perasaan seorang wanita dan ucapan syukur bahwa suamiku tidak termasuk yang rawan area entertaint di kantornya saat ini... Cerita terus bergulir dengan detail bagaimana acara karaoke berlangsung, bagaimana para pria menikmati saat-saat itu dan bagaimana reaksi sang vendor wanita yang terpojok di sudut ruangan menyaksikan tingkah customernya.
"Sekali-kali kalian ikutan deh, pake wig cowok aja... biar tahu kayak apa," ujar seorang temanku. Kembali lagi responsku hanya senyum. Wadduh, tak akan deh aku mau gabung.. secara aku malu dengan kerudungku, aku juga tak suka eksploitasi wanita.
Itulah... Wanita memang diciptakan dengan segala kelebihan yang indah. Bukan hanya para pria yang suka, kamipun para wanita sangat menyukai seni wanita lain, entah bajunya, entah cara bicaranya, entah bentuk tubuhnya, ataupun parasnya. Wanita sangat dekat sekali dengan dunia entertaint, maksudnya dimanfaatkan di dunia itu. Para pebisnislah yang memanfaatkan ini untuk menggolkan bisnisnya. Aku jadi ingat sekali cerita seorang temanku yang suaminya notabene pengusaha. Karaoke plus-plus dan membahagiakan para simpanan biasa dilakukan demi bisnis. Pernah satu dua kali ada celetukan dari temanku lainnya seperti, "Elo gak takut suami elo ikutan?"
"Nggak. Gw yakin dia cuma meng-entertaint, walopun rawan sih.."
O..o... temanku ini hebatkan, punya kepercayaan yang setebal dinding gunung?? Kalau aku pasti sudah kebat-kebit. Mendengar acara entertaint di kantorku saja aku sudah tak enak hati, apalagi kalau yang cerita itu suamiku. Hmm, kira-kira bisakah kalian menolak kalau dapat cara entertaint seperti ini??....:)

Thursday, March 15, 2007

Aku ingin menangis untukmu


Aku ingin menangis untukmu...
Ketika pesan kelelahan kau kirimkan untukku...
ketika keputus-asaan mewarnai wajahmu...
Menghiasi harimu, yang katamu sendiri semakin berat.

Aku ingin mengirimkan tangis ini untukmu...
Menemani tangis yang sering kau alunkan untuk hatimu
Melewati hari panjang yang kau sendiri tak tahu ujungnya
hanya alunan nada yang coba kau mainkan
untuk menutupi kelelahan hatimu

Kamu mungkin tak percaya
Inilah pertama kali aku bertemu orang yang begitu tabahnya
Yang dengan dada mengusung, mengatakan: "Mungkin memang inilah balasan untukku!"
"Mungkin inilah jalan hidupku!"
dan mungkin..mungkin yang lain
dengan wajah tetap tersenyum

Di kala lain...
Aku ingin menyumbangkan tangisku untukmu
Ketika engkau mulai merasa hilang
ketika engkau mulai merasa tak berharga

Asal Engkau tahu, kawan...
Dalam dirimu...
Dalam relung hatimu...
Dan dalam ketegaranmu...
Ada matahari dari-Nya...
Yang siap menghilangkan badai dalam hidupmu
Adakah engkau sadar tentang itu?

Wednesday, March 14, 2007

Dafi mulai berjalan...

"Dek, dek, Bunda kasih deadline ya.. Maksimum tanggal 10 Maret, harus sudah berani jalan, tanpa dituntun," kataku sambil mengelus-elus kepala bungsuku yang sedang sibuk mengobrak-abrik perabotan dapur.
"Ih, Emaknya Dafi gokil. Emang berita, ada deadlinenya," ujar kakakku mendengarkan ucapanku.
Aku nyengir-nyengir tak jelas. Ucapanku sebenarnya setengah becanda tapi setengah serius juga untuk menyemangati anakku. Walaupun, aku sendiri tidak tahu apakah anakku mengerti arti kata deadline.
---
9 Maret 2007
"Dek, dek... tinggal besok loh waktunya," aku mengingatkan Dafi, yang hanya memandangku dengan mata bulatnya.
"Emaknya Dafi gokil!" teriak kakakku lagi.
---
10 Maret 2007
Hari Sabtu. Kebetulan aku seharian di rumah. Aku lupa dengan deadline yang aku canangkan dengan seenaknya. Seperti biasa bila aku di rumah, Dafi selalu menarik kelingkingku untuk diajak berjalan keliling area rumahku. Bila rasa bosan hinggap, dia akan menarikku ke arah luar. Dan biasanya, "Dek, jangan tarik Bunda keluar dulu... Bunda masih pakai celana pendek nih," ujarku sambil mengangkat tubuhnya dengan paksa. Dan seperti biasa juga, Dafi akan teriak-teriak jengkel.
Kalau dipikir-pikir, dia berjalan dengan pegangan ujung kelingkingku tak ada gunanya bukan? Tetap saja keseimbangan tubuhnya harus disanggah dirinya sendiri, bukan?
---
11 Maret 2007
"Wah, Dek, deadline kamu udah lewat nih..." kataku tiba-tiba ketika ingat bahwa hari itu sudah tanggal 11 Maret.
"Bunda tenang aja, sebentar lagi juga bisa, kok," bela Bulikku.
Siang harinya...
"Ayo, Dafi! Jalan lagi." Suara sepupuku terdengar dari arah teras rumah kami. Aku beranjak untuk mengintip aktifitas kedua orang itu. Dan dengan mata kepala sendiri, aku melihat Dafi melangkahkan kaki ke arah sepupuku.
"Dafi hebat!" teriakku dari dalam rumah. Mata Dafi langsung melihat ke arah jendela, dan ketika menemui sosokku, dia dengan spontan langsung menjatuhkan diri.
Walah, aku baru ingat, anakku ini selalu begitu bila mendapati aku memergoki kegiatan berjalannya tanpa bantuan. Menurut laporan tetanggaku, bulikku, sepupuku sampai Helmy, anak sulungku, si bungsu Dafi ini sering tanpa sadar berjalan sendiri tanpa bantuan. Tapi ketika dia mendapati orang lain melihat, dia langsung menjatuhkan diri atau bersandar ke tembok.
"Siapa bilang anak kecil gak suka bohong," begitu kata temanku ketika aku menceritakan hal ini. Hehehehe... aku jadi agak setuju dengan ungkapannya. Kadang-kadang anak kecil begitu pintar mencari alasan.
Selanjutnya, aku berpura-pura bersembunyi di balik pintu, dan terus kuamati gaya berjalannya tanpa bersuara.
"Dafi bisa jalan, Bunda!" Teriak Helmy, ketika dia tertarik mengintip pula. Kegiatan dafi berhenti lagi. Aku langsung memberi isyarat ke Helmy agar diam. Tapi yang namanya Helmy, dia malah membuka pintu dan melihat Dafi tanpa halangan. Syukurnya, Dafi tetap terus berlatih...
Itulah awalnya... Kemudian bisa ditebak, dia terus berjalan di dalam rumah. Gemas dan terharu melihatnya.
"Dedek hebat. Hanya telat 1 hari dari deadline," pujiku sambil mengelus kepalanya yang mulai mengeluarkan bau asem yang paling enak sedunia.....


For Dafi: Bunda's first story for you....

Thursday, January 25, 2007

Cinta lain

"Halo...."
"Halo, Mbak Meli... Masih ingat gak sama aku?" Suara di seberang sana membuka percakapan setelah aku menekan tombol answer dan mengucapkan kata halo di hpku.
"Nggak"
"Hehehe.. aku Shinta, Mbak.. temannya Mbak Ari. Kita sering ketemu di Al-Azhar, yang waktu itu sedang hamil, Mbak," jelasnya panjang lebar.
"Ooo.. Mbak Shinta.. Apa kabar, Mbak?"
"Baik. Lagi Sibuk, gak, Mbak?"
"Nggak terlalu sih. Kenapa? Eh, btw, udah melahirkan?"
"Udah, Mbak" mulailah cerita khas para Ibu muda mengalir panjang.
"Wah, selamat ya, Mbak."
"Aku sebenarnya mau minta tolong. Sebenarnya lagi sih, yang minta pertolongan itu temanku. Dia lagi ada masalah sama suaminya."
Aku mulai mengerinyitkan kening mencoba menerka-nerka apa hubungannya denganku.
"Gini, teman SMPku ini kan disukai sama teman kerjanya, Mbak. Nah, waktu itu sih, udah lama sekali dia pernah bilang dia mau berhenti sms-an ama temannya ini. Entah kenapa, sampai sekarang dia masih sms-an. Ujung-ujungnya, minggu kemaren, pas di rumah, dia lagi sms-an, suaminya gak sengaja baca. Curigalah suaminya. Temanku itu udah coba berkilah, bilang kalau dia itu sms-an ama aku, tapi suaminya gak percaya, kok isinya begitu," Cerita Shinta panjang lebar.
"Trus?"
"Nah, dia takut suaminya akan melihat di bill tagihan HP temanku ini nomor temannya. Suaminya tuh sampai nyatet tanggal, dan jam kejadiannya buat dicek kebohongan temanku itu. Aku minta tolong, Mbak, mungkin gak nomor itu dihapus dari billingnya dia?"
"Wah, susah tuh.."
"Nggak mungkin ya, Mbak?"
"Susah, Mbak"
"Terus gimana dong?"
"Udah, temannya disuruh telepon ke Anita aja. Alamat penagihannya diubah ke alamat kantor, beres,kan?"
"O,iya ya... Temanku itu smapai bilang loh, Mbak, mungkin ini cara Allah biar dia berhenti sms-an."
"Hehehehe.. Emang teman cowoknya masih lajang?" Tanyaku iseng
"Nggak.. udah punya istri."
"O..."
"Mbak, makasih ya.."
Pembicaraan kamipun usai.
----
Mengingat sepenggal pembicaraan itu, aku jadi teringat lagi cerita temanku yang diceritakan oleh para driver kantor kami bahwa di gedung ini, banyak perselingkuhan para pekerja. Bahkan beberapa bulan lalu, aku pernah berkomentar, " ternyata ada cinta lain setelah pernikahan, ya" ketika aku dan teman-temanku membahas tentang perselingkuhan. Balik lagi, cinta memang akan selalu ada, tinggal bagaimana menyikapinya. Kadang aku suka berpikir, wanita memang suka dipuja, baik oleh pasangan ataupun orang lain. Kenikmatan dipuja itulah yang kadang membuat para wanita terlena, seperti cerita temannya teman kakakku. Mungkin saja cinta hanya ada untuk suami seorang, tapi rasa nyaman dan tersanjunglah yang bermuara di hati. Hmm... Kalau dipikir-pikir lagi, pernikahan itu sepertinya sebuah pe-er panjang yang harus selalu diingat, yang tentunya akan memberikan nilai yang sangat membahagiakan untuk semua pihak, tidak hanya pasangan jiwa kita tapi juga buah cinta kita masing-masing bukan?..
Mungkin itu juga aku merasa akhir-akhir ini nilai pe-er suamiku sangatlah bagus, karena pada jam-jam tertentu, di smsnya mulai ada kata-kata, "I love You".. Walaupun pada awal-awalnya aku pasti mereply dengan, "ini nowo, kan?? I Luv U too.." Serba salah,sih, buat suamiku, tapi lambat-laun aku merasa geer juga dengan asumsi suamiku mulai seperti aku... hehehehe.. Agak-agak pede sih, tapi yang jelas aku sangat menikmati ucapan cintanya disela-sela jam kerja. Dan tahu komentar kakakku ketika kuceritakan pemohonan tolong temannya? " Selingkuh kok nyusahin orang".... Pas atau terlalu jauh??... Terserah pada anda sih.....

Wednesday, January 24, 2007

Tahajjud

SMS
Mel, sholat Tahajjud deh
Emang Elo sendiri sholat?
Insya Allah, iya.

Dukk!! Seperti suara palu saat itu di hatiku, ketika membaca sms temanku ini. Teman yang baru beberapa minggu lalu menjadi satu dari beberapa teman akrabku, yang sebelumnya aku tahu sekali sholatnya masih bolong-bolong.
Wah, ebat euy... Insya Allah deh kalo gw bangun...
Reply-an sms singkat aku tulis untuk menutupi kekagetanku sebenarnya. Jadilah, beberapa malam, kunyalakan alarm di handphoneku.
Malam pertama, lewat.
Malam kedua, hanya mematikan alarm.
Malam ketiga, lewat lagi.
Malam keempat, bangun jam 3.30 pagi.
"Gw udah mulai loh sholat Tahajjud," laporku pada pagi harinya di kantor.
"O,iya? Jam berapa?"
"Jam setengah empat pagi" Temanku hanya tersenyum meledek.
"Eh, elo tau gak kalo sholat malam yang paling afdol itu sholat di dua pertiga malam. Kan jam setengah empat itu, waktu yang pas," belaku.
"Bukannya kesiangan tuh?" ledeknya lagi.
"Masa' sih?" tanyaku mulai tak yakin.
Tapi, tetap saja jam setengah pagi menjadi defaultku untuk sholat tahajjud.
Sampai memasukki hari keenam, aku set alarm jam 03.15 pagi.
"Semalam, aku sholat jam 03.15"
Lagi-lagi tanpa komentar dari temanku ini. Biarlah, yang penting sejauh ini aku masih terbilang sukses untuk sholat Tahajjud.
----
Itu sepenggal kenangan ketika semangat tahajjud timbul, dan timbul kembali ketika secara tak sengaja aku melihat set alarm di handphone suamiku. "Jam 3.45 pagi? Mau ngapain, Mas?" tanyaku "Mau nyoba bangun Tahajjud"
"Ih, itu mah udah subuh"
"Belum... Subuh itu 4.31"
"Beda tipis gitu, loh.." mulailah aku seperti temanku "Set jam 3.15 aja, Mas. Dengan pertimbangan, kamu sempat tidur dulu sebelum Subuh, dan kalau kamu gak bangun jam segitu, masih bisa toleransi." lanjutku.
"Mas pasti langsung bangun"
"Pertamanya pasti susah, Mas... jangan pede gitu deh.."
"Iya, deh" Aku tersenyum menang. Setidaknya, kalau aku bangun Tahajjud akan ada teman Tahajjud tercinta di rumahku. Sholat ini memang agak-agak susah buatku. Dulu sekali, Ibuku hampir setiap hari selalu mengingatkan kami tentang sholat satu ini, yang sampai saat ini setahuku tak pernah ditinggalkannya. Belum lagi, Ibuku suka dengan pedenya memfoto copy sebundel doa-doa... walah, kalau aku ikutin, bisa terkantuk-kantuk aku di kantor. Ibuku sendiri sih enak, jam 6 pagi, Beliau bisa merebahkan badan lagi karena sudah pensiun, begitu selalu belaku. Tapi, demi menyenangkan hati Ibu, aku hanya mengangguk-angguk mendengarkan penjelasannya. Tahu nasib foto copy itu? Aku sendiri tak pernah tahu ada dimana.... Tahajjud beliau juga mungkin yang membuatnya sabar menghadapi kehidupan ini, malah Beliau seakan punya benteng agar tidak terlalu mempermasalahkan urusan dunia. Satu hal yang sempat aku rasakan, adalah ketika seorang teman dekatku mulai berkomentar: "Elo sekarang kok beda, sih. Kayaknya santai aja, gak peduli dengar-dengar ketidak-fairan di sini," begitu ujar salah seorang temanku di kantor lama ketika melihatku tidak beremosi nmendengar ceritanya.
"Mungkin karena udah tua kali' ya..."
"Padahal elo dulu, Mel, kalau dengar yang beginian paling semangat emosinya" Aku hanya tertawa. "Abis buat apa ribut, iya, kan, Fa?"
"Iya, sih.."
"Mungkin karena Tahajjud kali, ya, Fa." Kemudia pembicaraan kami lompat ke arah sholat Tahajjud. Entahlah sejak aku mulai merajinkan diri, aku seperti merasakan kelegaan, kemudahan untuk semua hal yang aku alami dalam hidup. Indaaahhhhh sekali rasanya...
"Mel, kalau nanti elo keterima di Telkomsel, tetap sholat Tahajjud, ya," pesan temanku. Aku mengangguk.
"Insya Allah, aku ingin tetap sholat Tahajjud sampai tua.. sampai meninggal," ujarku. "Eh, Nowo juga bilang gitu, loh..." sambungku.
Walaupun setelah itu sholat Tahajjudku sering terlewat, harapan itu tetap ada....