Tuesday, November 22, 2005

Antara keinginan dan pilihan...

“Mel, aku jadi,” begitu kalimat Mimin, temanku, sore itu lewat telpon.
“Maksudnya kamu sudah deal?” tanyaku memastikan.
”Iya.”
”Yah..ampun... aku sendirian dong... benar-benar petir (penghuni terakhir-red) TC dong...”
”Yah, nggaklah, Mel. Kamu melahirkan dulu, baru mulai berburu lagi,” ujarnya setengah menghibur. Padahal jelas-jelas aku benar-benar ’petir’ di training center, departemen di perusahaan tempat aku bekerja, tempat kami dulu berkumpul, belajar dan mengajar. Seiring waktu berlalu, aku pindah ke departemen lain, dan Mimin tetap bertahan di training center, menjadi trainer yang baik dan menyenangkan.
”Tapi sebenarnya, kamu pernah gak mencoba ’apply’ ke 2 competitor kita?” tanyanya.
”Gak pernah.”
”Ih, gimana mereka tahu kalau kamu masuk kriteria mereka apa nggak, kalau kamu sendiri gak pernah apply.”
”Aku gak pede, Min,” jawabku singkat. Asal dia tahu, sesungguhnya hanya dua perusahaan itulah yang belum pernah aku apply. Entah karena sudah abis tenggat waktunya, atau rasa malas, ataupun rasa bingung.
”Ih, kamu dari grup yang gampang buat nyari kerja...kok malah gak pede,” ujarnya.
Aku hanya tertawa menanggapi ucapannya.
Satu persatu cerita tentang pengembaraanku memenuhi benakku, kadang aku sendiri suka tertawa sendiri mengingat pengembaraanku yang belum mencapai tujuan, atau kadang aku pesimis sendiri dengan segala upaya yang pernah aku lakukan.
Itulah rahasia sesungguhnya. Sebesar-besarnya keinginanku menjadi lebih baik di ladang lain belum juga terpenuhi.
Tak heran, bila beberapa saat kemudian, satu persatu kawan baikku, dari kawan yang aku yakin sekali dengan ide atau jalan pikirannya, sampai kawan baru, yang cuma sesaat jadi tempat berbagi tugas, menuju ladang baru mereka, meninggalkanku untuk menggarap ladang lama, membuatku makin terpacu. Sampai-sampai, ketika salah satu kawanku menanyakan mengapa aku masih bertahan, aku sempat mengeluarkan kalimat bijak yang aku dengar dari Kultum sehari sebelumnya. ”Itulah yang namanya rezeki, Zan. Gak ada yang bisa memaksakan.”
Tuhan memang berhak memilih sebuah jalan untuk kita. Bayangkan saja, beberapa waktu yang lalu, ketika seorang teman mendapat ladang baru yang bergengsi, aku sempat di beri triknya, sholat Tahajjud, banyak zikir. Aku dan temanku ber’oo panjang tanda setuju. Sesungguhnya, akupun pernah melakukan itu ketika hati dan kegiatanku tidak sejalan, tapi apa yang Tuhan berikan? Aku tiba-tiba mendapat orderan pertama atau jalan untuk bisnisku yang mulai kurintis. Aha, mungkin itu memang jalan terbaik dariNya. Aku tak diijinkan ke ladang lain, tapi menggarap ladang sendiri.
Tetap keinginan untuk ke ladang lain kuat tertanam di diriku. Aku mulai mengembara...mencari ladang yang kosong...dan keinginan itu semakin kuat, bila ada diantara kawanku yang mendapatkan lebih cepat dariku. Adakah?...
Dan kali ini aku berharap keinginanku menjadi pilihan terbaik dariNya untukku.....Semoga....

No comments: