Monday, October 27, 2008

Minggu Kritis


Rabu. 22/10/08.

Setelah Fitness. Satu pesan singkat masuk.Dari Kiki, adik bungsuku.
Mbak, kaki dan perut Bapak bengkak lagi....
Aku kaget. Bayangan Bapak akan pulang dalam minggu ini lenyap.
"Apa karena jantungnya masih bengkak, ya, say?" Tanya Nowo. Pertanyaan yang aku tidak bisa jawab.
"Nanti sore aku ke rumah sakit, ya, Mas. Aku pulang sendiri saja," jawabku, mengingat suamiku akan lembur hingga dini hari nanti malam.
Sorenya, aku melesat ke rumah sakit....
Sempat ada pesan dari Ibu agar membawa jeruk, karena Bapak sedang ingin makan jeruk. Setelah itu, aku hanya menyaksikan Ibu dan Bapak begitu eratnya. Pemandangan yang sudah lama sekali tidak aku saksikan.
"Kamu temani Bapak echo, ya, nduk."
Aku dan Kiki mengantar Bapak ke ruang ICCU dan menunggu hasil Echo. Summary pemeriksaan : Selaput jantung Bapak masih ada airnya. Penyakit diabetes Bapak sudah menyerang jantung, paru-paru dan ginjal. Hanya secara keseluruhan fungsi organ tersebut membaik daripada pertama kali Bapak dirawat. Kemungkinan, hari Jumat Bapak bisa pulang. Lega rasanya.

Kamis. 23/10/08.

Jam 9-an, Telepon Ibu masuk,
"Nduk, Bapak sesak lagi."
"Terus?"
"Bapak sendirian. Rengga (sepupuku-red) sedang beristirahat di musholla."
"Sekarang gimana, Bu?"
"Masih."
Setelah itu telepon diputus. Suara Ibu serak. Aku membroadcast kondisi terbaru via sms ke semua saudara kandungku.
Tak lama, telepon dari Mbak Andri masuk.
"Mel, Ibu minta kita kumpul semua. Bapak kritis."
Setelah perundingan lewat telepon, akhirnya kami bertemu di kantorku dan lanjut ke rumah sakit. Di sana Kiki dan Erna, dua adikku, telah tiba. Sempat mampir ke Bakery rumah sakit buat membeli bacang ayam dan roti untuk makan siang Ibu. Kondisi Bapak payah. Nafasnya terengal-engal. Kasihan melihatnya. Tapi Bapak tersenyum melihat kita berlima. Kondisi Bapak berangsur-angsur segar. Kami masih terus di rumah sakit. Diputuskan oleh dokter, Bapak harus menggunakan alat lagi untuk obat jantungnya.
Jam 8 malam, kami pulang berenam.

Jumat. 24/10/08

Pagi tidak ada berita. Alhamdulillah, semua membaik.
Aku memutuskan fitness lagi pada sore harinya.
Sepulang fitness, Kiki menelepon. Mengabarkan hasil konsultasi untuk memohon bantuan doa dan apa yang harus kami lakukan untuk Bapak. Sepakat, Sabtu pagi kami akan berkumpul. Malam itu, Kiki dan Erna ke rumah sakit menyusul Ibu, karena kondisi Bapak kritis lagi.

Sabtu. 25/10/08.

Pagi haru, aku menyebutnya. Kami semua memohon maaf ke Bapak, dan ajaibnya Bapak memohon maaf kepada kami apa yang telah terjadi semuanya. Jadilah tangis berderai saat itu.
Hasil dari dokter, Lever Bapak sudah kena. Bukan itu saja, proteinnya juga bocor. Dokter memberikan saran obat, yang harga sebotolnya sekitar 1.2-1.6 jutaan. Kami ingin yang terbaik, kami setuju.
Hari itu, Bapak senang melihat kami berlima walau dengan nafas yang susah sekali. Ibupun tak ada raut lelah. Karena diantara kami, ada seorang pelawak, yaitu adikku Erna. Keluargapun bermunculan. Penuh dan riuh. Malam ini ditutup dengan mengaji bersama.

Minggu. 26/10/08.

Masih di rumah sakit. Bapak agak cerah. Obat sudah ditambah.
Aku dan yang lain tetap berusaha yang terbaik. Berdoa dan Berusaha. Allah tahu yang terbaik. Hanya satu pelajaran yang kami dapat, perselisihan hilang ditelan angin. Memaafkan menjadi ringan. Ikhlas. Ikhlas. Pasrah, yang artinya berdoa dan berusaha.

No comments: