Monday, January 24, 2005

Dasar...

Senin pagi. Hujan dari malam, dan bisa ditebak bagaimana rupa jalanan... macet...dimana-mana air tergenang. Alhamdulillah sekali, aku masih bisa santai di dalam mobil yang dikendarai suami dengan ditemani dialog interaktif di ramako fm. Bahasan pagi ini masih tentang bencana tsunami di Aceh. Masih ada rasa ngilu, iba dan geram di hatiku ketika pembahasan tentang sumbangan untuk para korban dimulai. bagaimana tidak, kejadian 26 Desember itu, tepatnya hampir sebulan itu, masih seputar tentang sumbangan yang tidak merata ataupun sampai turis-turis bencana, begitu istilah dari mereka.
Sampai-sampai suamiku yang sedang sabar-sabarnya menyetir sempat komentar, seharusnya sumbangan itu dikoordinir perdaerah, katanya. Mulailah debat diantara kami mulai, dari analisaku tentang kemungkinan seharusnya Departemen Sosial harus lebih berperan, sampai akhirnya timbul pertanyaan dari suamiku, memang masih ada DepSos?
aku dengan percaya dirinya mengiyakan, padahal seperti biasanya, kalau aku ditanya balik, ketidakpercayaan diriku tentang sesuatu mulai luntur.
Ujung-ujungnya pembahasan kami ke tetangga kami yang baru balik dari Aceh untuk menyerahkan bantuan dari kantornya. Suamiku sempat bertemu dengannya sepulang sholat Jumat, Idul adha kemarin, dan dari ceritanya, suami bilang dia keliling untuk lihat kondisi, dan sempat melihat gedung berlantai 15, hanya tersisa dua lantai teratas. Disana-sini masih banyak jenasah yang belum terangkat. Belum lagi tentang pembakaran puing-puing, yang kadang jenasah yang tertindih dan susah dievakuasi ikut pula.
"Yah, itu yang saya tidak suka,say, begitu kata suami, orang hanya datang menyerahkan bantuan tidak sekalian jadi relawan. Karena melihat medan yang begitu berat, seharusnya mereka sudah siap tempur dari Jakarta. Kayak teman saya dikantor, dia ke Aceh menyerahkan bantuan, eh.. sempat-sempatnya berfoto diantara puing-puing, pakai kacamata hitam lagi. Mungkin ini ya yang disebut turis bencana."
Tapi memang dasar manusia, kami hanya bisa menilai orang lain, mengkritik para relawan yang belum menyiapkan diri untuk siap tempur, malah menyusahkan... padahal apa yang kami perbuat? Pertanyaan itulah yang kemudian timbul diantara percakapan kami, mereka mungkin malah lebih baik dari kami, yang hanya bisa menonton berita tentang Aceh, mengelus dada, menitikkan airmata, dan hanya memberikan bantuan yang tak sebanyak perjuangan para relawan. Kami sempat termenung dan malu. Astagfirullah... Bantulah saudara-saudara kami di Aceh, ya Allah... Kuatkan bathin dan bantu mereka untuk bangkit. Amien...

"Allah tak pernah memberi cobaan yang kita tak bisa memikulnya"

No comments: