Tuesday, January 18, 2005

Doa

Siapakah yang tak pernah meminta? Pasti sulit menemukan jawabannya. Tak ada orang sepertinya yang tak pernah meminta, baik kepada orang tua, suami, teman ataupun pada Yang Pencipta. Nah, permintaan atau bahasa halusnya disebut permohonan kepada Sang Pencipta inilah yang sering kita sebut doa.
Kadang buat saya, doa seperti peletup semangat yang bisa tiba-tiba muncul disela-sela kebosanan, atau bisa jadi pelega hati ketika sedang dirundu duka, atau bisa jadi malah semacam rutinitas tanpa saya bisa yakin kalau doa saya akan terkabul. Tapi memang begitulah manusia, terutama saya, yang kadang merasa begitu pasrah dalam doa, namun seringkali merasa bosan dengan doa. Yah, bagaimana tidak bosan, kalau doa-doa yang dipanjatkan hanya berisi permintaan yang sama, yang hari demi hari dipanjatkan tanpa melibatkan hati, hanya lafal saja. Dan herannya, sebagaimana bosannya saya melafalkan doa, tetap rutinitas itu saya lakukan. Karena bagi saya, dalam keadaan 'sadar' ataupun tidak 'sadar', saya yakin sekali Allah masih mau mendengar doa saya. Allah tak akan pernah bosan mendengar doa saya, walaupun isi doa saya tak berisi kalimat-kalimat permohonan agar saya lebih dekat padaNya, yang ada hanya isi keluhan-keluhan saya agar mendapatkan kehidupan (tentunya duniawi!) lebih baik dari saya, dapat pekerjaan lebih baik dari sekarang, dan dipermudahkan segala urusan.
Itu selalu yang saya lafalkan....
Sampai suatu ketika dibulan Ramadhan yang suci, ketika saya sholat taraweh berjamaah dengan suami, suami saya melafalkan satu doa dalam bahasa Arab, yang saya reka-reka artinya apa. Untuk memastikan artinya, seusai sholat, saya sempatkan bertanya pada suami tentang arti doanya. Seingat saya, suami cukup gamblang menjelaskan arti doa tersebut, dan dengan bimbingannya, saya coba untuk menghafalkan. Tapi, mungkin karena dosa saya yang sudah terlampau banyak, lafalan doa dari suami tercinta tak pernah dapat kuhafalkan. Akhirnya, suami memberikan clue, cukup dengan memohon kebaikan dunia akhirat, Insya Allah urusan kita terlampaui untuk dunia dan akhirat, begitu jelasnya.
Sejak itu, doa yang saya panjatkan berubah, untuk orang-orang terdekat, saya selalu memohon kebaikan dunia dan akhirat, dan untuk saya, selain lafal itu, masih saya tambahkan keinginan-keinginan saya.
Itulah yang saya sebut doa rutinitas selanjutnya... hampir setiap saat ketika saya sholat, doa itulah yang menyertai saya. Membuat saya semakin hari semakin ringan mengucapkan, dan kadang menimbulkan keputus-asaan ketika keinginan saya, yang saya adukan padaNya, tak terwujud.
Toh, saya tetap berusaha 'sadar', kadang sesuatu yang menurut kita baik, belum tentu sepenuhnya baik buat kita. Selain itu, saya coba mulai mencari tahu apa faktor yang menentukan doa itu dikabulkan, salah satunya yang saya dapat dari sahabat sekaligus guru bagi saya, dia sempat mengatakan sambil lalu, bahwa makanan juga menentukan faktor doa kita dikabulkan atau tidak. Terus terang ucapannya yang sambil lalu itu membekas di hati saya. Saya merasa harus bebenah diri. Saya merasa harus lebih mawas tentang makanan. Saya mencoba sedikit demi sedikit.
Namun 'ketidaksadaran' tetap menghantui saya, saya kembali putus asa dan bosan dengan doa saya. Untungnya, disaat-saat itulah saya coba beralih ke hal-hal lain, yang bisa menghapuskan sementara memori saya tentang harapan yang berlebih.
Puncaknya, ketika saya mengikuti sebuah tausiyah, bahwa Allah selalu senang pada hambaNya yang selalu memohon untuk segala urusannya, kita tinggal berdoa, dan urusan kabulnya itu urusan Allah. Allah mungkin belum atau tidak mengabulkan sekarang didunia, tapi mungkin di akhirat. Plong, rasanya hati saya... Mungkin inilah jalan dari Allah, agar saya tidak terlalu membangun harapan semakin tinggi setiap hari, cukup berdoa, berusaha, dan hasilnya hanya Allah yang menentukan...

"Doa adalah sumsum ibadah" (Hadist)

PS: Hasil Tausiyah by Ust. Diauddin

No comments: