Monday, September 11, 2006

Emak

Akhir-akhir ini aku seperti diingatkan akan sosok Emak, panggilan untuk Ibunya Ibuku. Emak sudah berpulang kira-kira empat tahun yang lalu karena penyakit jantungnya. Semasa hidupnya, Emak nyaris tinggal bersama kami sepenuhnya. Emak yang menjaga kami ketika Ibu bekerja. Emak yang memasakkan masakan, yang menurutku masakan paling enak yang pernah kurasakan seumur hidupku sekarang, untuk kami sepulang kami sekolah. Emak juga yang suka marah-marah kalau kami lebih suka nonton televisi dibandingkan Sholat Maghrib.
Emak kami ini memang tak beda dengan nenek-nenek lainnya. Hanya saja, Emak sangat sederhana karena tuntutan hidup. Emak dulu adalah pedagang jamu keliling yang cukup banyak pelanggannya. Kata orang, jamu buatan Emak tak ada duanya. Setahuku, Emak menjual jamu karena tuntutan hidupnya yang harus membiayai lima orang anaknya tanpa suami. Otomatis, karena kerasnya hidup ini, Emak sangat keras pada anak-anaknya, terutama pada Ibuku. Kala Ibu jengkel, Ibu suka bercerita tentang kerasnya Emak kepada Ibu, tapi tidak terlalu ke anak yang lain. Wajarlah, akhirnya Ibukulah anak yang paling maju diantara adik-adiknya, malah Ibu bisa membiayai hidup adik-adiknya.
Mungkin kesamaan Emak dengan nenek-nenek lainnya adalah kecerewetannya. Emak suka tiba-tiba cerewet, uring-uringan tidak jelas juntrungannya, kalau sudah begini kami berlima memilih menghindar. Kalau makan, Emak sering tak rapi, beberapa makanan bisa tercecer. Ceceran inilah yang kadang membuat kakak sulungku merengut tak juntrungan juga. Emak juga senang sekali kalau setiap awal bulan, kami beri uang jajan kepadanya, atau uang THR untuknya. Makanya jangan aneh, walau Emak tak banyak harta dari menjual jamunya, Emak tetap bisa membeli sebidang tanah, beberapa emas dan main arisan di beberapa pengajian. Sayangnya, apa yang Emak punya dikuasai oleh sepupuku, yang ingin sekali bisa mempunyai rumah di tanah Emak. Dengan berbekal kepikunan Emak yang suka timbul, sepupuku mendapatkan persetujuan untuk membangun rumah di tanah tersebut.
Itulah... buatku hal itu tak masalah. Karena kami benar-benar menyayangi Emak. Kami ingin Emak bisa selalu tersenyum di sisa harinya. Satu kenangan tentang Beliau yang kadang sangat aku rindukan adalah ketergantungan Beliau padaku untuk belajar membaca Al-qur'an. Tahu apa yang dulu sering aku lakukan padanya? Aku sering mengumpet, bila Beliau mulai membawa Al-qur'an ke kamarku, atau aku pura-pura tidur, atau aku mengajarinya dengan mata tak lepas dari televisi. Bisa dihitung dengan jari, aku mengajari Beliau dengan serius.... dan kali ini aku benar-benar kangen untuk membimbing Beliau lagi belajar membaca Al-qur'an dengan sungguh-sungguh! Apakah Emak kangen juga untuk belajar denganku dari alam sana?....

No comments: