Friday, September 15, 2006

Sekotak Apresiasi untuk kami

Malam terakhir pelatihan leadership dale carnegie akhirnya tiba juga. Ada perasaan yang sebenarnya hilang dari dua pertemuan sebelumnya. Perasaaan 'missing' yang tiba-tiba muncul bila hari Rabu datang, "wah, tinggal dua kali lagi nih," selalu itu yang bergaung di dalam relung hatiku. Ternyata, ketika gaungan itu aku ungkapkan, beberapa teman kantorku yang bergabung di pelatihan ini, pasti menimpali "andaikan ada lanjutannya..."
Aihhh.... Tiba-tiba saja kami menjadi begitu sentimentilnya. Beda mungkin dengan beberapa pihak yang berkaitan, seperti suamiku, dengan wajah yang agak ceria, dia berkata,"tinggal dua kali lagi, ya, say." Aku hanya mendelik,"iya, mas, sedih nih..." tanpa penjelasan panjang lebar seperti bila aku mulai berbicara. Dan biasanya, setelah itu, Nowo, suamiku hanya tersenyum. Aku tak tahu di pikirannya, mungkin yang saja dia merasa agak lega karena berarti setiap Rabu, dia bisa pulang dengan jam yang normal, dia tidak perlu cari cara agar tidak terbengong di kantor dan tetap tenang dengan lingkungan kantornya, yang menurut kabar agak-agak horor.
Padahal setiap hari Rabu tiba, aku selalu dengan inisiatif yang tinggi plus harap-harap cemas, selalu menawarkan diri untuk tidak ditunggu, dan mungkin karena cintanya padaku, Nowo akan menolak usulku. "Gak usah diantar driver kantor, biar aku tunggu saja, Say." Dengan ucapan terimakasih dan senyum kemenangan, aku akan melangkah turun dari mobil ke arah gedung kantorku dengan sangat ringan. Ucapan terimakasihku biasanya aku tambah dengan jatah makan malamku untuk sahur suamiku, win-win solution bukan?....
Bukan itu saja, kegiatan Rabu malam ini juga mengundang protes dari Helmy, anakku. Pertanyaan rutin selalu dia tuturkan di Kamis pagi, "Bunda, semalam kenapa pulang malam?"
"Bunda training, Mas"
"Training itu apa, Bunda?"
"Training itu hm... kayak sekolah, Mas."
"Kok, Bunda sekolah pakai baju kerja?"
"Karena Bunda sudah besar, Bunda sekolahnya gak perlu pakai seragam"
"Berarti nanti kalau Mas Helmy sudah besar, Mas Helmy gak usah pakai seragam dong... Asyik!"
"Iya..kalau Mas Helmy sudah sebesar Bunda"
"Tapi, nanti Bunda pulang sore ya," pintanya dengan jari telunjuk yang digerakkan di depanku. Aku mengangguk. Agak berat sebenarnya, karena beberapa Kamis lalu, aku selalu memiliki acara. Jadilah, acara-acara itu aku batalkan dengan sendirinya.
Kejadian-kejadian itulah yang nantinya tidak akan aku dapati lagi. Tidak akan ada lagi Rabu semangat yang tumbuh setiap aku bangun tidur. Tidak akan ada lagi coaching di hari selasa sore. Tidak akan ada lagi perputaran otak memilih cerita yang akan dibawakan. Tidak akan ada lagi pembakaran kalori dengan cara menyenangkan di ruang training, dan terlebih tidak akan ada lagi pertemuan dengan teman-teman yang selama tiga bulan ini menjadi teman dekat, tidak berkelompok-kelompok, tidak saling iri, yang ada saling mendukung, mencela tanpa menyakiti, memberi semangat, dan saling membagi bagian terdalam dari perjalanan hidup kami.
Itulah yang berputar di otak ini ketika malam perpisahan tiba, malam yang dibuka dengan memberikan apresiasi lisan ke teman satu grup dan diakhiri dengan cium pipi kiri-kanan. Banyak yang terjadi malam itu. Entah kenapa, semua orang menuju pada satu perasaan, kami merasa kehilangan. Puisi dari seorang Vida, temanku cukup menggambarkan semuanya. Training yang awalnya aku sangka hanya seperti training-training lainnya, ternyata berbuah banyak pengalaman dan menambah banyak teman. Teman-teman inilah yang pada malam ini seakan memberikan energi terbaik dalam hidupku, dengan memberikan kartu apresiasi kepadaku. Kartu-kartu yang pada awalnya hanya merupakan tugas terakhir dari para Trainer kami, yang pada awalnya juga sempat mengundang ragu di hatiku, apakah aku sanggup menilai kelebihan teman-temanku semua? Bayangkan saja 33 orang! Toh, nyatanya, aku hanya perlu waktu dua hari untuk menyelesaikannya. Ketika di depan komputer, sambil membayangkan wajah mereka satu persatu, tanganku dengan lancarnya bisa menulis kelebihan mereka. Sebegitu dekatnyakah kami? Bahkan ketika pulang dari acara malam itu, rasa haru membuncah di dadaku ketika membaca satu persatu apresiasi untukku, sekaligus rasa bersalah, karena aku tidak membuat satupun untuk para trainer kami yang patut diacungi jempol.
Perasaan terharu inilah yang mungkin mewarnai hati teman-temanku lainnya. Pasti ada sedikit rasa malu, haru serta kagum pada diri sendiri ketika membaca kesan-kesan tentang kami sebagai individu selama training, bahkan mungkin kami sempat mengerinyit menajamkan pikiran, benarkah kami seperti itu? Atau mungkin kata-kata untuk kami inilah yang bisa mencambuk kami untuk menjadi semakin baik, menuju apa yang ditulis dengan seutuh-utuhnya?...

Yang jelas sekotak apresiasi kami malam itu, yang kami bawa pulang, yang kami share merupakan pengalaman terindah dalam hidupku. Mengingatkanku bahwa banyak yang bisa aku pelajari dari ketulusan sebuah pertemanan. Terima kasih buat semuanya, teman....

PS: teman-teman, Dale angkatan 537 ...keep on our relationship ya!!...

No comments: