Wednesday, July 25, 2007

Wanita itu Koordinator Paling Hebat

Minggu kedua Helmy masuk sekolah. Aku dan suami mengantarkan Helmy ke sekolah, karena mobil jemputannya tidak datang. Sepanjang jalan suamiku mulai menginterogasi, apakah aku sudah mendaftarkan Helmy untuk mobil jemputan, apakah aku sudah menginformasikan alamat rumah dengan benar, dan apakah mobil jemputan baru beroperasi ketika kami sudah membayar, sedangkan aku belum membayar iuran mobil jemputan. Cukup bawel, sih, mengingat pada hari Sabtu sebelumnya, aku sudah menginformasikan tugas rumah tanggaku lewat telpon, karena Nowo, suamiku, lembur. Aku jelaskan detail semuanya. Itupun masih diulang, ketika dia pulang dari kantor.
"Sudah, Mas... Aku sudah urus semuanya. Berhubung hari Sabtu kemaren, aku hanya bawa uang seratus ribu, aku bilang ke TUnya, bahwa iuran antar jemput akan dibayar hari Senin. Dan menurut TUnya, that's ok... Helmy tetap akan dijemput, kok."
"Mungkin saja supirnya nggak mau," ujar Nowo.
"Mungkin lupa kali'... tapi aku yakin sih nggak. Yah, udahlah, nanti aku turun sekalian bayar"
Setelah membayar iuran..
"Bagaimana?"
"Iya, supirnya sepertinya lupa. Tapi siang ini Helmy udah boleh naik mobil antar jemput."
"Kamu udah bilang ke Helmy?"
"Udah, aku bilang ke Helmy, kalau bingung mobilnya yang mana, tanya aja ke Miss Ratih."
"oo..."
"Terus, kalo Helmy belum tahu juga gimana?" pancingku.
"Iya, tuh, Say... gimana?"
"Aku udah bilang kok ke Ine (sepupuku-red), agar sebelum jam satu dia kesini, buat make sure Helmy naik mobil antar jemput."
"oo..." ber'oo panjang lagi.
"So, beres ya tugasku buat urusan ini. Repot deh emang kalau jadi asisten rumah tangga kamu."
"Kan kamu menteri urusan..."terpotong
"Rumah tangga?" selaku. Nowo tersenyum mengangguk.
Di lain waktu.
"Say, jangan lupa transfer"
"Kapan ya mas, aku ada meeting jam 9 nih"
"Aku sibuk, kayaknya pas jam makan siang gak bisa cabut tuh," sahut suamiku.
Aku hanya diam. Sampai di kantor, aku pergi ke atm, mencoba transfer. Tidak berhasil, karena melebihi transfer limit via atm.
Mas, nggak berhasil tuh transfer lewat atm. Sepotong sms aku kirim
Kasihan banget kamu, terus gimana? Klik, reply-an singkat mampir ke handphoneku.
Aku inisiatif pergi ke BSM sahardjo langsung, mumpung masih jam 8 pagi.
Aku sedang perjalanan ke BSM naek taksi. Ongkosnya diganti ya....
Aku kirim SMS singkat. Tak ada balasan.
Pulang dari BSM, di dalam taksi, aku telepon suamiku.
"Mas, sudah beres."
"O,iya, ya, kamu jadi ya... terus naek apa?"
"Ye.... SMS aku gak dibalas."
"Sibuk nih, sorry deh..."
"Terus siapa yang bayarin ongkos taksi aku?"
"Ada,kan?"
"udah, deh... Daaaaaagg..."
Klik. Pelaksana, penyandang, dan pemerhati itulah aku saat itu.
Memang sih menjadi wanita berarti berurusan erat dengan urusan domestik. Buat wanita bekerja seperti aku, kadang di sela-sela waktu kerja perlu memikirkan trik, supaya urusan rumah tangga beres. Apalagi sering kali urusan-urusan, seperti dua contoh diatas, secara tidak langsung wanita, sering sebagai koordinator, planner juga, decision maker juga, kadang-kadang jadi penyandang dana juga, dan sering kali jadi pelaksana.
Itulah hebatnya wanita, punya akal dan otak yang sama dengan pria, tapi kumpulan hal-hal diotaknya tidak hanya berisi pekerjaan kantor seperti para pria, tapi juga urusan domestik. Aha, jadi ingat dengan Ibuku, yang notabene wanita bekerja juga. Dulu, betapa sebalnya aku kalau Ibu mulai bising mengatur ini-itu di acara keluarga, dan rumitnya acara keluarga kami bisa dibilang sering sekali. Belum lagi, kalau tidak sesuai dengan hatinya, Ibu akan menggerutu atau ngomel panjang lebar. Biasanya kalau itu terjadi, aku memilih cara aman, yaitu bersembunyi di kamar. Setelah acara selesai, biasanya vertigo Ibu akan kumat, Beliau akan butuh istirahat panjang laksana usai bertarung. Kalau aku pikir saat ini, benar juga kalau Ibu bising, coba kalau tidak, jangan harap acara akan berlangsung sukses, mungkin saja kita akan berleha-leha karena tidak ada instruksi. Selain acara-acara itu, aku juga ingat bagaimana repotnya Ibu mengatur waktu Beliau untuk mengambil rapor kami berlima, dan biasanya Bapak hanya membantu mengurangi tugas Ibu dengan mengambil rapor kakak pertamaku. Kebayang sekali,kan, repotnya Ibu... Belum lagi tugas beliau ketika awal semester, membagi pundi-pundi, yang aku yakin sekali sudah Beliau siapkan beberapa bulan sebelumnya, agar uang kuliah kami berempat bisa terpenuhi. Asal tahu saja, kami semua kuliah di Universitas swasta, dan menurut Ibu, setiap awal semester dulu, Ibu perlu menyiapkan uang sebesar 10 juta untuk kami, di luar uang buku, diktat kuliah ataupun uang praktikum, dan Bapak berperan memberi gaji Beliau, tanpa perlu pusing bagaimana memutar uang yang ada, agar cukup untuk semuanya.
Masih-masih banyak lagi contoh yang aku lihat dan alami, bahwa wanita itu adalah makhluk yang hebat, mampu mengkoordinir segala sesuatu, dengan tangannya sendiri dan tentu saja support dari pasangannya. Ibuku adalah contoh terhebat yang aku punya...:)

No comments: