Thursday, April 03, 2008

Rezeki

"Tenang, Tje, kalau di agama gw, ada yang namanya takdir, kalau Allah menggariskan gw dapat 100 juta sebulan, Insya Allah gw akan dapat,kok," sahutku ditengah-tengah wejangan dari leaderku.
"Maksud elo, tanpa usaha?"
"Yah, nggaklah... tetap dengan usaha dong..."
"Makanya kalau baca ayat jangan setengah-setengah."
"Ye.. elo juga kalau gw ngomong jangan langsung dipotong," kelitku dengan setengah becanda.
Agak-agak ajaib memang kalau ingat rezeki....

Cerita lain... Via SMS.
Gimana hasil huntingnya, pi?
Wah, tante.. Rumahnya mahal, ada yang 700, ada yang bagus banget, deh.. Harganya 1,9M
Tenang, Pi, kata nyokap gw, rumah itu kayak jodoh. Udah ada rezekinya, jadi pantang menyerah!
Amiinn.. mudah-mudahan jodoh gw yang 1,9
Amiinn.. tapi btw, itu uang semua ya?
Nggak, itu ama daun. Emang elo pikir gw sundel


Cerita lain lagi... Tentang caraku buat punya rumah sendiri.
"Kata Ustadz, kalau punya keinginan, harus banyak-banyak bersedekah," ceritaku ke Tutut, aku lupa di moment apa.
"Trus?"
"Yah, kalau lewat jembatan penyeberangan depan kantor, aku usahakan untuk ngasih. Karena aku pengen banget bisa beli rumah."
"Amiin... Emang yang sekarang?"
"Kan masih punya ortu,"ucapku.

Cerita lain... Di malam bulan Ramadhan, di depan teras Mesjid Sunda Kelapa sambil menunggu jadwal sholat Tarawih.
"Mas, mungkin gak ya kita nikah di gedung?"
"Mungkin... Kita hitung deh uang kita ada berapa"
Hitung menghitung... Tetap tidak cukup. Mengamati iklan-iklan paket nikah murah, tetap gak cukup. Survey sana-sini tetap nggak mungkin. Akhirnya, pasrah....
----
Cerita terakhir membawa ending bagus sekali. Perfect malah. Kami bisa menikah dengan uang sendiri, diiringi bulan madu ke Bali dan Lombok dengan biaya sendiri. Biaya yang pada awalnya muskil dipenuhi dengan akal sehat. Belum lagi, ketika kami pesta akad, ada saja yang memberikan sumbangan gratis. Seperti buah-buah segar yang banyak sekali gratis, potongan biaya masak untuk menu utama kami, biaya tata rias yang tiba-tiba jadi murah, karena dibundle dengan biaya tata rias di gedung resepsi. Semua jadi indah... Kalau dipikir susah kami bisa memenuhi tanpa kucuran rezekiNya.

----
Cerita sebelum terakhir. Agak-agak bersusah payah. Kami bisa membeli rumah sendiri. Yang jauh sekali, di Kota Deltamas, plus satu buah kios, hasil patungan dengan Mbak Ari. Ceritanyapun lumayan seru. Kabur dari rumah jam 9-an malam ke Mal Metropolitan buat lihat pameran rumah. Meringis ketika dihitung besarnya uang muka oleh Marketingnya. Meringis lagi ketika dihitung type yang lain. "Bisa nggak, ya, Mas"
Untung punya suami yang bekal percaya dirinya seIndonesia, dia mengangguk mantap. Nyatanya, logika gak bisa diandalkan sepenuhnya, kebayar tuh..... 3 tahun kemudian, rumah masih sibuk dikontrakkan ataupun seringnya dikosongin.
"Pengen punya rumah sekitar sini, deh, Mas," ujarku ketika Nowo mulai menodongku untuk menempati rumah kami.
"Sebenarnya, Mas juga pengen. Tapi.. Kita survey yuk," ujarnya.
Jadilah survey....
"Ada yang 500, Pak, tapi udah habis..." Ini di Grand Prima Bintara
"Paling murah 650, Pak. Uang mukanya xxxxxxxxx," lanjut marketingnya.
Wah..mahal....
"Mas, ada Puri Bintara tuh," sahutku sambil menunjuk satu plang di tepi jalan.
Tapi ternyata mahal....
Kemudian... Kemudian.... Dapat juga....
Seperti pertama, ragu-ragu apa bisa bayar.
Itulah....
----
Rezeki susah diterka. Kalau cerita Nowo, waktu tausiyah dengan Aa Gym, ada cerita, tentang santri, yang cacat dan terbelakang, rajin beribadah dan memelihara musholla. Sampai suatu saat ditanya oleh Aa, apakah dia berniat menikah? Jawabannya sangat lugu, dia percaya dengan rezeki dari Allah. Jodoh adalah rezeki. Tak bisa dibayangkan dengan logika, dia akhirnya menikah dengan wanita yang cantik, taat dan normal, sampai ketika dia dititipkan anak, istrinya meninggal dunia. Cerita itu mengharu-biru membawa ke setiap sendi dan napas para hadirin. Susah ditebak... Yang penting pasrah dan berusaha.
Bicara tentang berusaha, aku jadi ingat satu sosok yang selalu kami temui di jalan selepas Subuh. Sosok yang tidak pernah kami kenal namanya tapi sangat mengagumkan. Sosok itu selalu berjalan ke arah Klender (sepertinya) dengan menyusuri jalan Casablanca dengan memanggul lebih dari satu lemari, atau kombinasi dari satu lemari besar dengan beberapa rak tanggung. Mata pencahariannya mungkin memang pengrajin furniture mentah. Bayangkan, seorang diri dengan terbungkuk, dia memanggul lemari dan rak-rak tersebut. Bayangkan, untuk mendorong satu lemari pakaian saja dirumah, aku harus punya bantuan, apalagi untuk memanggul dengan jarak yang jauh dan jalan yang naik turun. Miris melihatnya. Trenyuh melihatnya. Kagum juga yang mewarnai kami. Sosok itu menekuni semua yang sangat susah demi rezeki.
Ingat semua itu, jadi ingat sebuah omongan teman kuliahku dulu, Rina,"Rezeki tuh nggak pernah salah... Lihat aja tukang teh botol banyak di Senayan, toh tetap masing-masing ada pembelinya". Semoga sosok itu maupun orang-orang lain yang sedang berusaha untuk keluarganya selalu diringankan oleh Allah.....

No comments: