Thursday, May 03, 2007

Dasar wanita

"Eh, akhir-akhir ini kayaknya nowo lebih sering bete deh dibanding gue," ujarku ketika aku, wenny, rina, sohib-sohib masa kuliah dulu ber-reuni.
"Eh, iya, loh.. Denny juga, Mel," sambung Wenny. "Tau, gak, kita pernah keliling Jatinegara hanya karena ribut waktu beli sepeda. Gue sih maunya kalau beli sepeda itu sepeda mini, biar bisa dipakai belanja mbak di rumah. Tapi Denny maunya sepeda cowok gitulah... Nah, secara gue yang sering di rumah, kan lebih butuh bukan?"
"Kenapa gak beli dua aja, Wen?" tanyaku.
"Rumah gue kan sempit, Mel. Gak cukuplah kalau dua sepeda masuk rumah. Denny ngambek, kita di depan toko itu sampai hampir sejam, loh... Ya, udahlah, gue ngalah... Dan bener,kan, si Mbak gak bisa pakai sepeda gede kayak gitu, sedangkan Denny jarang pakai juga," ceritanya panjang lebar. "Beda amat deh ama waktu pacaran dulu."
"Wah, Rina juga merasa gitu sih... Cuma kalau dipikir-pikir emang salahnya Rina juga sih. Kayak gak pernah mau masukkin mobil ke dalam, karena susah.. Sekalinya terpaksa, Rina nabrak tembok rumah, dan mobil Rina tinggalin aja, nunggu Irvan balik," cerita Rina gantian. Kamipun tertawa.
"Itulah contoh kalau wanita makin lama makin dewasa, bukannya begitu bukan?" ujarku sok menarik kesimpulan, dan tentu saja disambut anggukan dari dua sohibku itu.
"Dan pria makin ingin dimengerti,ya?" sambung Wenny. Sekali lagi, kami mengiyakan.
Kesimpulan kami memang pembenaran sekali untuk kami para wanita. Pembicaraan yang tadinya berisi cerita anak, berubah menjadi membahas para pria. Walau sekilas, tapi sangat aku ingat sekali.
Akhir-akhir ini memang aku sering menemukan kejadian melihat diriku ke dalam sikap suamiku. Mungkin itu kali ya efek tinggal bersama dan berbagi bersama, dan bodohnya aku sering tidak suka dengan kemiripan itu. Tidak fair,kan? Padahal aku tidak bertanya pada suamiku, apakah dia merasa nyaman dengan sikapku? Aku sendiri seakan tidak peduli sebenarnya, hanya ketika susana hati tidak enak, mendapati sikapnya yang agak-agak menyimpang dari masa pacaran dulu, langsung tuiiinnggg..bete.... Jelek,kan? Seperti kejadian 2 minggu yang lalu, ketika dengan murkanya saya melemparkan muka bete, hanya karena hujan turun deras, aku harus bawa laptop ke rumah dan susah dapat taksi ke kantornya. "Mas, kalau hujan begini, aku terus ya yang susah," semburku langsung ketika sudah di dalam taksi, dan ketika suamiku baru mengatakan "Halo" di seberang sana.
"Sorry, say... terus maunya janjian dimana?" Gubrakk!! Makin mendidihlah suhu di dalam dadaku. "Udah didalam taksi, baru nanyain, yah percuma... udah, aku kekantor kamu aja." klik, aku pencet tanda merah di hpku.
Ketika ajang dua kelingking kami bersatu, aku mengatakan semua kekeliruannya padaku.
"Pertama, Mas, kamu kan tahu kalau di luar hujan deras, kok kamu gak pernah nawarin jemput aku, walaupun aku pasti nolak"
"Mas kan mau nawarin kamu, say... Ingat, gak, pas Mas telepon kamu, nanya 'gimana, say?'.. eh, kamu jawab, udah ketemuan aja di kantor aku"
"Ye.... mana tahu aku kalau saat itu hujan. Lagipula waktu kamu telepon kamukan nggak menawarkan diri menjemput, cuma nanya 'gimana', iya,kan?"
"Berhubung kamu langsung jawab ketemu di kantor, yah udah.. aku merasa gak perlu menawarkan. Benar,kan?" Belanya.
"Mana aku tahu kamu mau menawarkan diri. Coba kamu bilang gini, 'hujan loh say, mau aku jemput?'. Ini nggak ada sama sekali"
"Sorry, deh"
"Kedua, kamu gak minta maaf ama aku"
"Udah,kan?"
"Ye... sorry itu minta maaf ya?"
"Iya.. abis suruh ngomong apa?"
Aku speechless.
"Ketiga, kamu kok sekarang kalau aku marah, gak ngerayu atau apa sih kayak pacaran dulu. Aku malah dicuekkin. Aku kan pengen juga dirayu."
Kali ini suamiku memandangku dengan senyum simpul.
"Aku tahu kamu banget, say. Biasanya kalau lagi marah dirayu malah makin marah, makanya aku diamin sampai kamu cooling down sendiri."
Apa aku begitu ya? Kok aku jadi sangsi dengan diri sendiri.
Udahlah... toh, akhirnya kami baikkan, tapi setidaknya suamiku tahu kenapa aku marah.
Balik lagi ke topik, pada dasarnya suami-suami juga manusia. Yah kadang emang mengesalkan, tapi sering kali membuat para istri terlena. Di balik semuanya tentang suamiku, satu yang aku acungi jempol, dia sangat mengerti aku dan terlebih kalau dia mulai bilang, "Karena aku mencintai kamu, aku nggak ingin kamu pulang malam sendirian, say. Jadi gak papa kalau kamu mau ketemuan ama teman kamu nanti sore, aku bisa nunggu di starbucks kok." Kontras,kan? Sering menyenangkan, kadang menyebalkan. Herannya, walaupun sudah menikah cukup lama, dan sering dibuat sebal, kalau kalimat itu keluar dari seorang Nowo, aku bisa sesumringah-sumringahnya... Dasar wanita!

PS: Catatan dari reuni bertiga.....

No comments: